Who Amung Us

Senin, 24 Desember 2018

Wahamku

Pernahkah kamu berlari mengejar bus?
Aku pernah.

Entah busnya yang terlalu lambat
Atau kakiku yang terlampau  cepat

Mengapa tak ku biarkan saja bus itu pergi?
Bus serupa kan masih ada lagi
Masalahnya..
Bus itu,
Simulasi masa depan ku.

Kamis, 25 Oktober 2018

Nostalgia Jumat Siang



Aku sedang bersantai di asrama ketika Masjid Mujahidin mulai riuh oleh nuansa Jumat siang. Tiba-tiba terlintas memori Jumat siang bertahun-tahun lalu yang bersejarah bagi hidupku.
Momen Jumat siang yang mengesankan.

Kamu ingat, 'skripsi' kita?  Yang kita kerjakan sama-sama, berenam. Aku masih ingat, PESIAR judulnya.

Siang itu, jam satu, seharusnya menjadi deadline pengumpulan terakhir 'skripsi' itu. Aku koordinator akhwat, ada lah rasa bertanggungjawab. Maka wajar jika aku pontang-panting mengupayakan agar 'skripsi' itu bisa terkumpul tepat waktu.

2 akhwat temanku semua tidak standby di kampus hari itu. Akhwat fak lain, masing-masing padat dengan urusan mereka tentu. Yah, temanku tidak banyak memang. Maka seperti biasanya, aku mantap mengandalkan diriku sendiri.

Proses pengerjaan yang kita lakukan menurutku lumayan baik. Kita beberapa kali syura, sempat melibatkan pembimbing juga, dan mengerjakannya bersama. Meski kadang diwarnai debat kusir. Ada juga fase pembagian tugas. Masing-masing dari kita mengerjakan bagian nya sendiri-sendiri. Itu tahap mendekati akhir.

File terakhir diupdate di tim ikhwan. Di kosmu. Sesudah itu giliranku mengumpulkan semua, checking akhir, mengeprint, dan mengumpulkan ke tim penilai.

Siang itu, sekitar jam 10.30, setelah berkali-kali menghubungi mu demi memastikan progres penyelesaian 'skripsi'  (yang kau balas sambil nyetrika, lalu kumarahi karena menurut yang kupahami, menyetrika itu tidak boleh disambi, demi penghematan energi), akhirnya aku memacu motor Ksatria Legendaris ku ke Jalan Kabut. Aku sempat memutari kompleks itu 2x, memastikan aku tidak salah alamat. Mau bagaimana lagi, di sana sepi sekali, tidak ada yang bisa ditanyai.

Sampailah aku di rumah bercat {putih atau krem ya?} dengan kusen, pintu, dan jendela cokelat tua. Kurasa aku sudah yakin, betul ini tempatnya. Lalu kuucap salam dengan lantang. Kupastikan suaraku tegas, tidak lembut mendayu.

Sesaat, keluarlah Mas A**** dengan (oh no) bercelana pendek. Malah aku yang malu. Dia santai aja nanya, apa yang bisa dibantu. Kujawab saja tegas, mau ambil flashdisc di kamu. Lalu masuklah mas itu ke dalam lagi. Aku menunggu di luar sambil terus menerormu via SMS untuk segera menyerahkan file itu karena sebentaaar lagi keburu tiba saatnya Jumatan. Aku juga terus konfirmasi pada mbak pembimbing dan tim penilai soal progres kita.

Flashdisc kudapat, aku langsung meluncur lagi ke rental untuk checking akhir dan ngeprint. Kalau tidak salah di Surya Utama. Alangkah crowded. Aku bergelut dengan keringat, kegugupan, tangan yang dingin dan gemetaran. Komputer, printer, flashdisc, HP di hadapan ku, menjadi saksi bisu perjuangan siang itu.

Di tengah proses itu, adzan pertama berkumandang. Aku masih sempat-sempatnya memastikan kalian sudah ke masjid. Semua via SMS. Ealah, kayaknya aku besok kalau udah jadi emak, bakal lebih rempong lagi deh ketimbang ibukku (yang tingkat rempong nya udah waow banget). Memang menguji kesabaran pasangan, tapi itu bentuk perhatian.

Keringat semakin membanjir. Tapi akhirnya usai juga. Print. Jilid. Bayar. Meluncur lagi mencari alamat mbak2 yang jadi tempat pengumpulan 'skripsi'. Aku lupa-lupa ingat, tapi sepertinya hari itu aku sedang berhalangan, jadi bebas tidak sholat. Stress juga sih hari-hari menjelang deadline itu.

Tapi kemudian, alhamdulillah, terjadi hal indah tak terduga saat kita semua dikumpulkan dalam sidang.

Kalian bertiga yang presentasi. Dengan gugup. (Sebelum maju, kau sempat berpesan padaku yang kurang lebih intinya "Aja mateni kanca dhewe.")

Penilai melontarkan pertanyaan yang menguji penguasaan kita terhadap 'skripsi' yang kita buat. Judul kita dikritik.

Kalian mempertahankan judul itu dengan (maaf) agak payah. Jawaban tidak logis, ngelantur ke topik lain pula. Macam politisi yang ditanyai, melipir jawabnya.

Akhirnya dari barisan pemirsa, aku berinisiatif mengacungkan tangan sambil berdiri, meminta izin untuk membantu menjawab. Aku ingat mukamu waktu itu sudah memelas sekali, kayaknya khawatir banget aku bakal melanggar pesanmu sebelum maju tadi. Ahhihihi, lucu sekali.

Aku menjawab seperti gayaku biasanya. Tegas, mantap, yakin, dan setengah memaksa orang untuk sepaham. PESIAR itu memang judul yang aku usulkan, dan seluruh tim kita sepakat menerimanya. Maka tidak sulit bagiku untuk menjelaskan.

Alhamdulillah, Penilai bisa menerima jawabanku.

Presentasi kelompok lain pun ditampilkan silih berganti. Banyak yang kurang jelas terdengar dari tempat kita.

Di akhir sesi, sepertinya beberapa hari selepas sidang itu, Akh Luhur memberi penghargaan kepada peserta terbaik. Yang akhwat aku. Aku nangis seketika. Kalau yang begini saja sudah yang terbaik, lantas bagaimana yang lain? Separah apakah kita?

Yah, singkat cerita, kebersamaan 'skripsi' kita pun purna.

Ada oleh-oleh foto gelas pecah. Tak carine kapan kapan insyaallah.

Hmm.. Dan aku kembali ke dunia nyata. Sholat dhuhur bersama anak-anak. Menghiba berbalut air mata, mendoakan kita, meminta ikhlas, dan meminta takdir terbaik untuk kita.

Apa kabar kau di sana?
Aku ingin memantau
Tapi tak mau lagi bikin malu
Jadi begini saja
Kembali seperti biasa
Seolah tak pernah ada pengakuan apa-apa
Anggap saja pernah friendzone. Cukuplah
Sekarang hapus zone nya
Friend saja
Selesai
Semoga takdir terbaik untuk mu, untuk ku, untuk kita

Kamis, 11 Oktober 2018

Kau Marah dan Membentak Anakmu?

Copas

Pukul 02.08 wib, seperti biasa terbangun untuk menyusui putri kecil ku Aisya. Dan seperti biasa pula, setelah itu gak bisa tidur lagi.

Waktu buka HP, nemu tulisan ini. Dan hatiku remuk redam...bukan sebuah kebetulan...

Allah ingin aku membacanya sebagai pelajaran dan mengambil hikmahnya...
Mengingatkan bahwa ada putra putri terbaik yang mencintaiku tanpa syarat...

Maafkan ummi, yang belum sempurna dalam membersamai
😭😭😭😭
---------------------------------------------------------------------

KAU MARAH DAN MEMBENTAK ANAKMU?

Ketika ia minta ditemani tidur, padahal tubuhmu sudah lelah, dan engkau tau bahwa ia bisa tidur sendiri. Lalu, rengekkannya menaikan emosi, maka tanpa terkontrol lagi, keluarlah suara tinggi, membentak, dan atau sikap yang tidak menyenangkan lainnya.

Ia pun terdiam. Kaget. Tapi, sebetulnya lebih dari itu, hati kecilnya terluka.

Ia lalu dengan patuhnya naik sendiri ke atas tempat tidur, memeluk guling, menghadap dinding, dan berusaha menenangkan hati yang terluka dan meminimalisir rasa sedih.

Sebetulnya, ia hanya ingin bersamamu. Hanya tidak tahu bagaimana memintanya dengan cara menyenangkan. Ia hanya ingin dekat denganmu, karena hanya bau tubuhmu yang memberikannya kenyamanan. Sayangnya, otak kecilnya belum cukup bersambungan untuk mengerti, bahwa.. engkau sudah letih,lelah, capek... dengan segala aktifitasmu yang dimulai bahkan sebelum matahari menunjukkan dirinya. Ia belum paham.

Maka dalam sedihnya, menghadap dinding, ia pun perlahan terlelap.

Perlahan tapi pasti, rasa sedih dan menyesal itu menyelinap perlahan kedalam hatimu. Engkau sadar, reaksimu tadi berlebihan. Teriak tadi terlalu kencang, atau apapun itu, yang membuat hati kecil buah hatimu terluka, sebetulnya tidak perlu segitunya.

Lalu, dengan dada yang penuh sesak dengan penyesalan.. engkau berbalik dan memandang tubuh dan wajah kecilnya yang sudah terlelap karena sedih tadi. Engkau ciumi wajah itu, terkadang menetes airmata tanpa terasa. Kau ciumi tangan mungil itu. Memohon maaf padanya, saat ia tidak sadar akan kehadiranmu disitu.

Sudah berapa kali seperti ini?

Akan berapa kali lagi?

Kenapa emosi susah sekali dikontrol, terutama ketika sedang letih atau mengantuk yang luar biasa? Atau ketika melihat rumah yang tak kunjung rapi? Daftar kerjaan yang seakan tidak berkurang sejak pagi?

Lalu menyesal dan mengulangi lagi.

Mungkin esok bukan milik kita lagi.
Mahluk kecil itu milik Ilahi, yang dititipkan ke tanganmu, untuk kau jaga sementara waktu. Diciptakan oleh NYA, agar ia sepenuhnya bergantung padamu diusianya yang sekecil
ini. Mengapa sulit untuk dimengerti ketika lelah melanda, bahwa ia tidak memiliki perasaan apapun terhadapmu, kecuali rasa CINTA.

Yang masih ia pelajari cara untuk mengungkapkannya dengan segala sikap, suara, bentuk dan rasa. Ia hanya ingin dekat denganmu, itu saja! Setiap waktu. Selalu.

Oleh sebab itu, jika semua perasaan lelah, letih, putus asa, ngantuk, kesel  sedang melandamu, lalu ia datang padamu dengan keinginan tubuh kecilnya yang sebetulnya tidak seberapa itu... tarik nafas, istighfar, senyum dan menunduk lah. Tatap matanya dan perhatikan keinginannya. Jika engkau belum bisa memenuhinya sekarang, senyum.. jawab baik-baik.

Insha Allah perlahan ia akan mengerti, bahwa penolakanmu bukan berarti kau tidak mencintainya, hanya penundaan sementara. Perlahan ia akan mengerti dan belajar untuk melakukan itu sendiri, tanpa bantuanmu dan pendampingamu lagi.

Perlahan.. ia akan melepaskan genggamanmu.. dan kuat bangun dan berjalan sendiri.

Perlahan..

Sabarlah wahai bunda, ingatlah rengekannya hanyalah ungkapan sayangnya padamu. Betapa ia tidak bosan mengharapmu senantiasa disisi. Sabarlah mama... ada waktunya nanti, tidur mama tidak terganggu lagi, rumah akan senantiasa bersih.

Tapi untuk sekarang mama, hadapilah tangisan, rengekkan dengan : tarikan nafas, senyum, dan merendahkan tubuhmu setara dengan pandangan matanya.. senyum dan pandanglah ia. Buah hatimu tidak akan sekecil itu selamanya.

Smile mama.. those little angels, they only have ❤️ for you.

#WinaRisman
#copas
#SelfReminder

Kamis, 26 Juli 2018

12 Gaya Pengasuhan yang Tidak Recommended

Elly Risman, M.PSi, psikolog dari Yayasan Kita dan Buah Hati, Jakarta, memperkenalkan 12 gaya populer yang sering dilakukan secara sengaja dan tidak sengaja oleh orangtua dalam membesarkan anak. Ia mengatakan, 12 gaya tersebut harus dihindari, terutama saat berkomunikasi dengan Si Kecil. Apa saja?



1. Memerintah

2. Menyalahkan

3. Meremehkan

4. Membandingkan

5. Memberi cap atau melabeli

6. Mengancam

7. Menasihati

8. Membohongi

9. Menghibur dengan keliru

10. Mengkritik

11. Menyindir

12. Menganalisa

Apabila hal-hal di atas dilakukan berulang kali kepada Si Kecil, tentu akan berdampak buruk pada sisi psikologisnya di masa depan. Hal tersebut akan memengaruhi karakter dan sikap anak, seperti melemahkan konsep diri, membuat ia menjadi pendiam, melawan, menentang, tidak peduli, menjatuhkan harga diri dan kepercayaan diri, serta kemampuan berpikirnya menjadi rendah.

 Bu Elly pun menganjurkan agar setiap orangtua mengubah sikap dan cara berpikirnya dalam membesarkan anak. Apalagi, karakter setiap anak banyak ditentukan oleh perlakuan yang diterapkan dalam keluarga.

Ummu Muthia

Kamis, 12 Juli 2018

Mimpi Selamanya

Lirik Lagu Mimpi Selamanya - Drive

Aku terlanjur, ku terlanjur sayang
Menyayangimu
Sayang mengapa
Bukan hanya aku yang merindukanmu
Selalu.. terbagi..

Mungkin kau bukan yang bisa kumiliki
Selamanya
Mungkin kau hanya menjadi mimpi
Selamanya

Aku sendiri, kusendiri lagi dan memikirkanmu
Mungkin saja kau bukan, bukanlah yang kutunggu
Selama ini di hati.. di jiwa..

Mungkin kau bukan yang bisa kumiliki
Selamanya
Mungkin kau hanya menjadi mimpi
Selamanya

Selasa, 03 Juli 2018

10 years

Almost ten years
As a priority
Not an option
Never

But i dont know
What's next

...

Masa depan
Yang kita selalu buta tentangnya

...

Jumat, 27 April 2018

Antusiasme itu Menular

Antusias itu Menular

Sudah berpekan-pekan aku tak merasakan antusiasme seperti tadi. Entah hilang kemana aku selama ini.

Tadi aku semangat sekali mengajar di X Mipa 1. Mana itu kelas unggulan, isinya anak-anak pintar, mereka kecerdasannya di atas rata-rata, maka difasilitasi lebih untuk menjadi hafidz Qur'an.

Padahal banyak isi kelas yang izin untuk mengurus persiapan acara Festifal Bahasa Ihsanul Fikri (Fesbasif) yang dimulai dari habis jumatan. Beberapa kursi kosong. Tapi entah, mungkin karena kualitas energi ku sedang baik, makanya aku mengajar dengan sangat baik.

Aku menjelaskan dengan berapi-api. Aku memang sudah siap untuk menghadapi mereka tadi. Lagipula mereka ini kelas terakhir yang kuajar dengan materi unsur-unsur puisi. Tiga kelas sebelumnya sudah berjalan baik, namun yang tadi adalah yang tersukses.

Materi yang kusampaikan bisa dibilang sudah di luar kepala. Aku mengajar pakai hati, seluruh energi kusalurkan untuk mereka. Aku sedang sangat sehat, lumayan fokus, dan termotivasi. Walaupun sebelumnya males-malesan sebelum berangkat kerja, tapi setelah berangkat, aku totalitas.

Puas rasanya kalau mengajar seperti ini. Aku merasa berhasil. Itulah kebanggaan yang sesungguhnya, inti dari sebentuk rasa percaya diri.

Tapi tadi aku norak sekali. Anak-anak kan ketularan antusias tuh ngeliat aku semangat di depan kelas. Aku sempat bacain puisi, dengan sebaik yang aku bisa. Ada rasa tertuntut dalam diri ini untuk bisa menjadi contoh yang baik yang layak mereka ambil kebaikannya. Tapi ya gitu, aku pakai tersipu-sipu waktu mereka tepuk tangan tulus setelah puisinya selesai kubaca.

Terus lagi noraknya, pas tengah-tengah aku menerangkan soal majas, tetiba ada celetukan lirih, suara dari salah satu sisi. Mereka tata meja kursinya jadi bentuk U lapis 2. Katanya, "Semangat banget..."

Pada saat itu aku langsung GeEr. Dan lalu senyum senyum sendiri sampai beberapa detik. Mungkin anak-anak pada mbatin, ''Atuh bu Ridla ini kenapa ya, GaJe amat!?"

Hahahaha, norak abis lahh. Tapi plong. Lumayan, semoga KBM kali ini tadi cukup berguna untuk beberapa anak yang biasa bermasalah. Semoga mereka jadi tambah rajin ikut pelajaran Bahasa Indonesia kedepannya.

Sabtu, 14 April 2018

Z*h*a F*d*i*a* H*s*a

Ada anak sholihah, sebut saja si Sholihah. Kalem, penurut, hormat sama guru, rajin, tanggap, kerjaannya habis sholat dan sebelum sholat tu tilawah. Tempat favoritnya untuk tilawah adalah di sebelah tangga sayap kiri masjid, dekat asrama Maiya. Di situ anginnya semilir, penerangan cukup, dan nyaman sekali memang. Kemarin aku iseng download analisis nilai, si Sholihah ranking 1 paralel dari 200an anak. Semoga ilmu dan kecerdasanmu berkah, Nak. 

Tadi, 15 menit sebelum adzan asar, aku mau wudhu lebih awal ceritanya. Di perjalanan, aku melihat si Sholihah sudah ada di depanku, sudah pakai mukena, sedang menuju area MCK. Dia di depan, maka jelas dia berbelok duluan. Aku tak lagi melihatnya. Tapi dalam hati aku tersenyum, anak ini ya, betul-betul... Di saat teman-temannya masih asyik dengan aktivitas masing-masing, dia sudah duluan bersiap ke masjid. Kalau laki-laki, pastinya dia layak jadi muadzin.

Nah, tiba saatnya aku berbelok di tangga menurun ke arah area MCK itu. Kaget! Kupergoki dia sedang main perosotan di pinggiran tangga itu. Kami spontan tertawa.

"Kamu ngapain Ndhuk? "

" Hehehe, lagi pengen bu, hehehe... "

Dan aku lantas tersadar seketika, biar bagaimanapun juga, dia masih anak jiwanya. Keriangan sederhana seperti itu pantas dia nikmati. Hmm... 

Kamis, 29 Maret 2018

Human

Human
Christina Perri
Lirik
I can hold my breath I can bite my tongue I can stay awake for days If that’s what you want Be your number one I can fake a smile I can force a laugh I can dance and play the part If that’s what you ask Give you all I am I can do it I can do it I can do it But I’m only human And I bleed when I fall down I’m only human And I crash and I break down Your words in my head, knives in my heart You build me up and then I fall apart 'Cause I’m only human, yeah I can turn it on Be a good machine I can hold the weight of worlds If that’s what you need Be your everything I can do it I can do it I'll get through it But I’m only human And I bleed when I fall down I’m only human And I crash and I break down Your words in my head, knives in my heart You build me up and then I fall apart 'Cause I’m only human, yeah I’m only human I’m only human Just a little human I can take so much Until I’ve had enough ‘Cause I’m only human And I bleed when I fall down I’m only human And I crash and I break down Your words in my head, knives in my heart You build me up and then I fall apart ‘Cause I’m only human, yeah
Penulis lagu: Christina Judith Perri / Martin Johnson
Lirik Human © EMI Music Publishing, Sony/ATV Music

Minggu, 25 Maret 2018

Brokenhome?

MENIKAHI WANITA DARI KELUARGA BROKEN HOME?
Oleh : Andi Dara Atikha

Kumohon bacalah hingga selesai. Hingga bait terakhir. Karena ini sebuah rahasia, yang tak semua orang mau berbagi. Tak semua bisa berbagi. Tak semua sempat berbagi.

Beberapa kali, beberapa tahun yang lalu.
Masih hangat hingga sekarang. Entah saat makan, bersua dengan secangkir teh hijau hangat, atau menjelang tidur yang kadang membuat harus menarik selimut hingga ujung kepala. Memaksa tidur.

Acap kali pertanyaan itu kembali melintas. Adakah yang bisa mengatasi setiap trauma ini? memberi perhatian porsi khusus untuk jiwa yang tak terbiasa dengan kesempurnaan ini?

Jujur, untuk menjadi percaya diri ketika hendak dinikahi atau sedang ditaksir oleh seorang lelaki... adalah ketakutan tahap awal, langkah pertama. Rasa tak nyaman kembali. Terus memborok didalam perasaannya. Karena sungguh, segala apapun yang menyangkut hubungan cinta dengan lelaki, adalah hal terasing baginya. Ia ingin. Namun kalah oleh batinnya.
Ketika mendengar hal dimana ia akan dipinang, dinikahi lelaki yang baik agama dan indah akhlaknya, sejurus kemudian hatinya berontak. Takut dan khawatir, apakah keluarga yang akan ia arungi tidak bertahan seperti orang tuanya?

Aku pernah bertanya hal ini, dua tahun lalu pada seorang wanita, seorang psikolog sekaligus seorang ibu dari 4 anak lucunya,

"Bu, Aku adalah anak dari keluarga yang tidak sempurna. Aku adalah anak dari broken home family. Bisakah aku menjadi remaja yang biasa saja? tumbuh menjadi gadis seperti yang lainnya? Bisakah ketika nanti aku menikah, aku menjadi ibu seperti kebanyakan? Bisakah aku menjadi istri yang taat dan yang terpenting bisakah aku tak cacat psikis dan tak menjadi stempel keluargaku yang tercerai berai, apakah keluargaku kelak akan baik-baik saja?"
Aku mengatakan hal ini lebih sederhana dari yang kutulis, lebih menyayat, bahkan aku sendiri tak bisa menahan tangis.

Maka ibu psikolog itu, dengan segala jiwa kasih dan bijaknya, jiwa-jiwa yang berpengalaman untuk segala hal kejiwaan, ia berkata lembut,
"Apa yang kamu takutkan? Ibumu adalah ibumu, ayahmu adalah ayahmu, orangtuamu adalah orangtuamu dan kamu tak harus memiliki takdir yang sama dengan mereka. Kamu adalah kamu. Kamu berhak mengukir kisahmu sendiri. Bersama mimpimu sendiri."

Air mataku menetes...

Ibu itu melanjutkan lagi,
"Ibu justru ingin berada di posisi itu, begini saja, temukan semua jawabanmu, untuk saat ini jadilah pemerhati yang baik, cermati segala hal, kamu tau? kamu, dan anak-anak sepertimu adalah anak-anak yang di spesialkan... Baik, temui Ibu jika kamu sudah tau dan ceritakan segala jawaban yang kau dapatkan selama itu. Ibu tunggu."

Aku memeluk ibu paruh baya itu dengan tulus. Tekadku sudah membaja. Aku akan mencari jawabannya.

Hingga beberapa hari yang lalu aku memutuskan bertemu dengan beliau. Aku ingin menjawab pertanyaanku sendiri dan mencocokkan hasilnya dengan riset beliau.

Then you know what? Riset beliau lebih indah dari milikku, juga jawabanku.

"Atikha, kamu tau nak? justru wanita dari keluarga tidak sempurna adalah wanita yang bisa jadi terbaik dan terhebat. Ia terbiasa menjadi kuat dan takkan cengeng untuk hal-hal sepele baginya. Ia sudah terlatih tegar. Kamu pernah membaca tulisan dari Fahd Pahdepie?"

Aku menggeleng, lalu aku diberi tulisan dari Fahd tersebut dan membacanya perlahan,

"Ketika kau mengenal seorang perempuan dengan latar belakang keluarga yang tidak sempurna, barangkali kau baru saja bertemu dengan perempuan dengan kemampuan menghadapi persoalan di atas rata-rata. Ia tumbuh dengan perjuangan untuk selalu bisa tersenyum di hadapan semua orang, berusaha tampak biasa-biasa saja meskipun ada sesuatu yang menghantam-hantam dalam dirinya. Ia mungkin sering menangis, tetapi bukan untuk sesuatu yang remeh-temeh. Air matanya terlalu berharga untuk menangisi hal-hal sepele yang bisa ia atasi dengan cara dan usahanya sendiri. Ia menangisi sesuatu yang barangkali jika semua itu terjadi kepadamu, kau tak akan pernah bisa menahannya. Ia menangisi sebuah kehilangan.

Apa yang hilang dari dirinya? Barangkali, masa kecil dan kebahagiaan yang semestinya mewarnai semua itu. Barangkali, rasa bangga yang tiba-tiba diruntuhkan oleh ketidakadilan yang entah mengapa harus menimpa dirinya. Ia menyaksikan kehancuran rumah tangga orangtuanya pada usia yang terlalu muda. Barangkali, ia harus mendengarkan kekecewaan ibunya sendiri tentang ayah yang dicintainya. Barangkali, ia harus menerima kenyataan bahwa cinta bukan satu-satunya syarat untuk mempertahankan semuanya. Pada saat bersamaan, ia harus menutup telinga dari pembicaraan buruk orang-orang tentang keluarganya. Ia dipaksa nasib untuk menjadi dewasa sebelum waktunya.

Namun kedewasaan itulah yang membuatnya menjadi pribadi yang kuat. Ia selalu punya cara untuk terlihat biasa-biasa saja di tengah hal-hal buruk yang sedang dihadapinya. Ia tetap bisa tersenyum saat orang lain terlalu lemah untuk bersikap baik-baik saja. Bayangkan, ia membangun semua sistem pertahanan dan rasa percaya diri itu selama bertahun-tahun?

Hari-hari pertama setelah kau menikahi perempuan itu, semuanya akan terasa mudah bagimu. Kau pikir, ia tak perlu banyak waktu untuk belajar menjadi istri yang baik buatmu. Ia begitu menghormatimu. Ia pandai menempatkan diri. Ia begitu pengertian dan penuh kasih. Meski mungkin kau tidak tahu bahwa sebenarnya ia menjalankan semua itu dengan penuh rasa takut dan khawatir. Ia takut hal-hal buruk yang terjadi kepada orangtuanya terulang lagi kepada dirinya. Ia dihantui rasa khawatir untuk tidak melakukan kesalahan-kesalahan yang mungkin bisa mengembalikan lagi kesedihan yang bertahun-tahun berusaha dikubur di kedalaman perasaannya. Ia menjaga semuanya untuk kebahagiaanmu, untuk kebahagiaannya sendiri, untuk kebahagiaan kalian berdua.

Bulan demi bulan berlalu, kau selalu terpesona dengan keterbukaannya tentang segala sesuatu. Ia terlatih untuk jujur pada dirinya sendiri, sehingga tak memiliki apapun lagi untuk dirahasiakan darimu. Ia bisa dengan mudah menceritakan hal-hal buruk yang pernah menimpanya atau kekurangan dirinya, ia menceritakan apapun tentang keluarganya, ia ingin kau melihat dan mencintainya apa adanya.

Barangkali, ia juga sering bersedih meski mungkin kau jarang mengetahuinya. Ia terbiasa menggigit bagian dalam bibir bawahnya saat kau menceritakan tentang keluargamu : ayahmu yang lucu, ibumu yang lugu, adik-adikmu yang nakal, atau tradisi liburan keluarga yang bertahun-tahun kau miliki dengan penuh kebahagiaan. Ada perasaan asing yang mengalir dalam dirinya ketika kau menceritakan semua itu. Rasa asing yang mungkin akan membuatnya tidak nyaman, cemburu, marah, atau segala sesuatu di antara semua itu.

Maka, ia mulai mencintai ibumu seperti ibunya sendiri, ia akan menghormati ayahmu seperti ayahnya sendiri, ia menjadikan keluargamu sebagai pelabuhan bagi semua mimpinya tentang rumah cinta dan tangga ke surga. Tahun-tahun berikutnya, ketika kalian dikaruniai anak-anak, ia akan selalu berusaha menjadi ibu yang sempurna bagi mereka. Ia tak ingin, dan tak ingin, dan tak pernah ingin anak-anaknya, mengalami sesuatu yang sama yang pernah ia alami. Dalam daftar prioritas hidupnya, ia tulis hal-hal yang tak akan mengecewakanmu : cinta, kasih sayang, kejujuran, kesetiaan. Hal-hal yang dari semua itu ia letakkan fondasi untuk sesuatu yang kelak kalian akan sebut sebagai "rumah", tempatmu bertolak sekaligus kembali, tempat kalian akan melewati semuanya bersama-sama.

Demikianlah, ketika kau menikahi seorang istri dari keluarga yang tidak sempurna, barangkali kau telah menikahi seorang perempuan terbaik di dunia. Perempuan yang dengan segala ketidaksempurnaan yang dimilikinya, akan menyempurnakan segala sesuatu yang ada pada dirimu dan semua hal di sekelilingmu.

Ketika kau melihat seorang perempuan dari masa lalu yang tidak sempurna, kau tengah melihat seorang perempuan hebat dengan seluruh keajaiban yang ada dalam hidupnya."

Sontak tangis kedua setelah dua tahun yang lalu kutahan kembali kutunjukkan. Ibu itu menepuk pundakku dan berbisik,

"Apa atikha tak merasa sedang bercermin? Apa tak merasa bahwa kamulah perempuan hebat dan istimewa?"

Robbi...
Hari ini aku faham. Aku diciptakan tidak untuk disia-siakan.

Untukmu, wanita-wanita lain yang mengalami hal yang sama denganku, trust yourself! Aku bangga ada di barisan kalian.

Salam pertemanan,
@atikhaathiyyah

Kamis, 22 Maret 2018

Tahiya Kasyaafah

Dianpinru. Aku pernah ikut itu. Berarti aku pernah jadi Pinru dong yah? Udah lupa rasanyah.

Akhirnya mukhoyyam terlaksana. Setelah stres yang membuatku terlambat haid 3 minggu, tepat sebelum berangkat kemah, darah kotor itu keluar. Lega. Biarpun rasanya tak nyaman untuk berkegiatan dan ibadah jadi amat kurang... Tapi plong, karena artinya aku masih sehat.

Mukhoyyam, acara yang dulu kukira hanya untuk kaum Adam. Betapa di sana dulu para wanita begitu dijaga, hingga seakan tidak boleh lecet sedikitpun walau hanya goresan setipis rambut. Dijaga, tapi juga terasa seakan dikekang. Betapa dulu aku cuman mau izin buat ikutan naik gunung, begitu ketat dan rumit urusannya. Padahal sebelumnya aku sudah beberapa kali naik gunung, kalau gak mau sesumbar sok bilang sering.

Acaranya, yang aku jadi panitianya, ternyata tidak sengeri yang kubayangkan. Diksar pecinta alam yang pernah kuikuti, level tempaannya berkali-kali lipat lebih berat. Aku sebagai sie P3K, cuma pindah tidur, makan, mandi, sembari bantu-bantu jaga poskes, ngasihin hansapl*s, sal*npas, lesp*in,  ant*ngin, madu, minyak zaitun, atau kayu putih. Obat-obatan telan sama sekali aku tidak menguasai kecuali sekali waktu ada yang pusing demam, kuberi paracetamol. Sama satu kali  masang perban buat anak yang jempolnya keiris pisau. Langsung diketawain Si Ulvah, katanya kayak mlester kerdus. Jahat, jujur banget tuh anak.

Ikut pengenalan medan satu kali, aku langsung tepar. Aih, parah banget dah degradasi kebugaran fisikku. Baru mau 27 tahun ini padahal umurku. Gimana besok kalau 35?!

Tapi ada yang begitu berkesan dalam mukhoyyam akhwat SMAITIF 2018 ini. Sore terakhir, aku jadi MC acara besar untuk pertama kalinya seumur hidupku. Pesertanya ratusan,bo! Ada 29 sangga, isinya @8 s/d 10 anak. Untuk sesi materi Pemadaman Kebakaran. Akunya bisa membawakan acara dengan asyik. Pembicaranya,  gokil, biar umur udah 58, tapi komunikasinya ke anak SMA oke banget. Mana bawa alat peraga pulak, ohhh, anak-anak antusias sekali. Konon, menurut beberapa pihak, sesi materi yang paling sukses ya materi yang MCnya aku ini. Ehem. Betulin jilbab.

Terus malam terakhir, haflah. Aku didaulat teman-teman panitia untuk menampilkan sesuatu sebagai persembahan mewakili panitia. Akhirnya kubawakan lagu ciptaanku sendiri yang gak menang di lomba kemarin: Biar. Sebetulnya suaraku tidak prima, bergetar karena kedinginan ditambah demam panggung, namun peserta sangat antusias, dan mereka sangat mengapresiasi penampilanku. Langsung cairlah seketika acara yang tadinya sudah kuyu, karena pesertanya sudah pada mulai khusyu ketiduran sambil kedinginan. Lagu kedua, kutampilkan nasyid yang sudah familiar bagi kami yang ada di sana: Gelombang Keadilan. Wah, seru, nyanyi semua! Habis itu sebenarnya mau disudahi, tapi anak-anak minta lagi. Agak alot, mau pemenang sejati, mereka gak kenal, mau Merah Saga, aku gak yakin hafal liriknya, mau Sebiru Hari Ini, kok ya lagu itu to,,,, kenanganku pahit bersama lagu itu. Gak apal pulak.  Tapi akhirnya untuk mempersingkat waktu, kubawakan Sebiru Hari Ini bersama-sama. Suaraku gemetar parah. Risma datang menyelamatkan, dia merangkulku sambil nyanyi dan goyang kanan-kiri. Teman-teman panitia yang lain juga ikutan pada maju, rangkul-rangkulan sambil nyanyi dan goyang kanan-kiri. Lagunya belepotan udah gak penting lagi, micnya kujauhkan.Yang penting moodnya dapet, hihihihi.

Di akhir rangkaian acara haflah malam itu, ada pemberian award untuk sangga-sangga "ter..."
Yang paling seru adalah sangga tertegar. Sewaktu mementaskan seni untuk sangga-nya, sangga tertegar ini diwakili dua orang, yang mengaku sebenarnya tidak tahu mau menampilkan apa. Mereka sama sekali tidak ada persiapan. Tapi PD dan bertanggung jawab, mereka berdua lantas menerima request lagu dan menyanyikannya. Suara mereka lumayan, tidak mengecewakan. Dan mentalnya itu lho terutama, layak dihargai. Setelah semua dapat hadiah, mereka berdua dipeluk semua panitia, kayak teletubbies ^_^

Aku lupa minum obat setelah makan malam, maka langsung kuminum sebelum tidur. Tidak sempat kutuliskan kisah ini real time kemarin, karena aku langsung tidur--dalam senyum--, dan bangunnya kebluk, langsung aktivitas deh. Maaf kalau tulisan ini hanya narasi, tidak deskripsi ataupun eksposisi. Kurang masuk perasaan ku dalam tulisan ini, karena memang aku dalam pengaruh obat yang menumpulkan sensitivitas, biar aku nggak lebay. Ketimbang kambuh kan, lagi musim capek-capek ini.

Aku kangen menyapamu dalam kisahku.
Walau menyapa itu bukan berarti kita berjodoh...
Suka aja menyapamu.
Hidupku terasa lengkap dengan itu.
Meski esok lusa aku juga tak tahu.

Tahiya Kasyafah!
Salam Pramuka!

Sabtu, 17 Maret 2018

Bimbingan?

Terima kasih ya Allah.. Kau kirimkan seorang Khoiru Allam Syadida yang berani mengutarakan passion-nya, mimpinya, dan keinginan nya untuk belajar khusus. Seorang anak nembung minta dibimbing olehku! Dia ingin jadi penulis. Sebuah kehormatan bagiku. Ingin kupuk-puk, kupeluk, kugendong dan kulemparkan ke udara. Sayangnya dia sudah baligh.

Dia melobiku untuk bisa diperbolehkan membawa laptop. Akan kuadvokasi insyaallah. Kurelakan Senin soreku tidak pulang dulu demi menjariyahkan ilmu. Ditunda habis Maghrib bisa.

Tidak harus aku. Peranku ada, itu sudah cukup. Aku bangga jika bisa menumbuhkan, maka cocoklah aku sekarang jadi guru. Besok? Biarlah takdir Allah yang menjawab.

Dengan senang hati, Nak. Semoga yang terbaik buatmu.

Jumat, 16 Maret 2018

Hmm...

Hai
Hidup
Apa kabar?

Anak-anak yang dididik ala kita, referensi yang ada dalam perbendaharaan kosa kata kamus hidup mereka--ya ala kita.

Mengharukan menyimak setiap argumen Afif yang sarat dengan rujukan keislaman. Luas, lurus, kuat. Powerfull! Kudoakan semoga seperti itu selalu yang mereka teguhi sepanjang hidupnya, seberat apapun badai yang barangkali kelak akan mereka temui.

Dan semoga Allah kuatkan, Allah menangkan, seperti apapun musuh yang harus mereka hadapi.

Malam ini pertama kalinya aku menyambung Mbak Septi mendampingi Afif dan Zaky berlatih lomba debat.

Haru. Menitik air mataku. Ehh aku belum minum obat malam ini. (Pantes!) Padahal latihannya bakal sampai larut nanti. Ya sudah lah. Bismillah, aman, aamiin...

Rabu, 07 Maret 2018

Lebih Baik Begini

Kau sahabatku. Pernah jadi sahabat terbaik yang bisa kupercaya. Yang bisa membantu,  memahami dan kupahami. Saling dukung dalam kebaikan. Saling mengingatkan. Berbagi cerita. Bebas jadi diri sendiri, apa adanya. Memberi dan mendapatkan ketulusan. Mungkin itu lebih baik. Maka kenapa tidak sekarang dibegitukan lagi? Terbukti aku tetap nyaman bersamamu, sebagai sahabat, sama seperti selama ini. Itu sudah membuatku senang. Tidak perlu susah susah harus gimana gimana. Begini lebih baik. Jalani peran sebagai sahabat, teman terbaik, sebelum kehilangan selamanya. Seperti kisah ibuku yang kehilangan sahabatnya karena berubah posisi jadi suami? Oh aku tidak mau. Itu tidak enak. Lebih baik begini.

Senin, 05 Maret 2018

Patah Hati?

Patah Hati?

Ya, hatiku memang patah. Tapi rasanya tak semenyakitkan yang kukira.

Mungkin cintaku padamu belum sedalam itu. Sehingga tak ada luka ketika kusadari ternyata kau memilih yang lain, bukannya aku.

Bukan lamanya waktu yang menjadi patokan seberapa dalam sebuah cinta. Lalu apa? Entah, aku juga belum tahu. Hampir 10 tahun, lantas kandas, dan akan segera berlalu.

Sungguh kau berhak mendapat yang terbaik. Mungkin itu bukan aku. Dan aku yakin, aku pun layak mendapat yang terbaik. Dan bisa saja itu bukan kamu.

Apapun yang terjadi, itulah yang terbaik. Hadapi saja, jalani, akhiri dengan sempurna, dengan segala upaya yang sebaik-baiknya.

Mungkin dengan ini Allah bermaksud membukakan jalan yang lebih baik untukku. Agar aku tetap terjaga, agar kisahku tetap mulia.

Biarlah yang lalu menjadi pelajaran berharga untukku. Bahwa cinta itu indah, membawa rasa ikhlas, tanpa syarat. Bahwa membahagiakan orang yang kita cintai, semenyakitkan apapun bagi kita pribadi, akan membawa bahagia memenuhi hati kita sendiri. Puas. Lega.

Yang tak pernah memiliki, bukankah wajar jika tak kehilangan?

Kau milik Allah. Biarlah Allah yang atur apapun yang kan terjadi padamu. Aku rela. Aku yakin, kau akan bahagia dengan pilihan terbaikmu itu. Allah yang pilihkan, bukan? Maka untuk apa aku ragu?

Seperti yang pernah kutulis dulu, dunia kita kan terus berjalan. Rodaku tetap melaju. Semoga ujungnya ialah syurga. Yang tertinggi.

Hajatku masih banyak. Bertemu jodoh hanya salah satunya. Ada banyakk hal dalam duniaku. Tidak mungkin kubagi semuanya di satu tempat. Bahaya.

Aku sudah menemukan kesembuhanku. Aku sudah bisa belajar percaya pada mereka yang peduli padaku. Aku sudah bersahabat dengan penyakitku. Itu bukan lagi masalah besar yang membebani hidupku.

Hidup ini sudah penuh masalah. Kalau ada yang tidak lagi dianggap masalah, itu bagus.

Aku sudah move on lah, satu demi satu terlalui.

Aku patah hati? Entahlah, aku tidak yakin lagi soal itu. Tapi yang jelas, aku sadar, aku kehilangan tambatan hati. Itu bagus, karena bukankah seharusnya hati ini tertambat hanya pada-Nya?

Untuk siapapun yang membaca tulisan ini, tolong bantu doakan aku, semoga aku dapat terus menjalani hidupku dengan cara yang terbaik, bisa memberi kebermanfaatan terbaik, dan selalu dipertemukan dengan segala sesuatu yang serba terbaik dalam hidupku. Begitu juga untukmu. 😃 Aamiin..

Selasa, 27 Februari 2018

Siapa Ini?

Degg! Begitu saja. Memang ada sesuatu yang terasa. Tapi itu tidak menyakitkan. Kau berhak memilih yang kau tuju. Aku baik-baik saja. Aku juga selalu menyiapkan hati untuk bersama siapapun. Yah, walau memang jujur saja aku juga berharap bisa bersamamu. Namun, jika kau sudah memilih, maka silakan jalani pilihan itu. Semoga yang terbaik yang dihadiahkan untukmu. Dan semoga yang terbaik juga untukku.

Minggu, 25 Februari 2018

Kerja Besar


  • Jadi ini Ya Allah? Sebuah kerja besar, amat sangat besar, harus kutunaikan sebelum aku layak menuntut sesuatu seberharga  Mi'raj. Oke. Dengan nama-Mu, kuikhlaskan langkah pertama.. Demi kebaikan semesta, demi berkumpulnya kami semua di Syurga, semoga. Berat Ya Allah, ini berat. Tapi kutekadkan, aku sanggup. Kan kupikul sekuat yang aku bisa. Mohon tuntun langkah kaki hamba, tutur lisan hamba, semangat jiwa hamba, ketikan tangan hamba di jagad maya penyambung bicara kami semua, agar selalu di jalan-Mu. Yang lurus, Engkau ridhai, hingga menjadi jihad kami. Bukan hanya untuk Mi'raj ku. Tapi demi ridha-Mu.

Kamis, 15 Februari 2018

Balada Milea Hari Ini


Tadi pagi, saat aku berjalan di halaman kompleks Darut Taqwa menuju kelas X Mipa 2, tetiba ada suara dari X IPS 1. Seorang anak berseru "Milea!" saat aku terlihat melintas di luar pintu mereka. Kenceng banget, dijamin seluruh DT dengar. Diduga tersangkanya adalah Raihan.

Duh murid zaman now, gitu ya kerjaannya, ngegodain gurunya. Padahal eh padahal, beda banget ginih. Milea kan mau tuh diboncengin si Dilan. Nah aku? Bawa motor sendiri duonkz 😍😍😍😍😍 keren nggak tuh?! 😉

Dasar.. Gak ada takut takutnya ih ama guru. Heran.
Dulu pas jaman SMA, aku pernah dibully kembarannya Ardina Rasti karena gigiku yang tidak rapi. Jelang kelulusan, lagi booming Ayat-ayat Cinta (1), aku dikatain "Aisyah kita."

Lah kok sekarang udah jadi Guru, malah murid berani-beraninya membullyku sebagai Milea.

Aduh. Emang Nasib kalik ya
Mana habis dari X Mipa 2, aku langsung kena jadwal X IPS 1 😞

Sebelumnya, aku berencana mau mengusut kasus teriakan "Milea!" tadi. Tapi pas udah di hadapan X IPS 1, mabur semua rencana. Mereka sukses memperalat gurunya yang satu ini supaya mereka bisa ke lab komputer lagi. Dan setelah berulang kali mengucap "Astaghfirullah, laa hawla walaa quwwata illaa billaah", (Rhofi senyam-senyum pas ngeliat aku komat-kamit begitu), sambil tersenyum pasrah, aku takluk dan menggiring mereka semua ke lab komputer. Dan hebatnya, ini illegal 😆

Tadi pas jam pertama X Mipa 2, kami di lab Kom. Kuncinya kupegang. Jam berakhir, aku menghubungi PJ lab Kom untuk mengembalikan kunci, tak dibalas-balas, sedangkan aku selak keburu ke X IPS 1, maka kubilang saja kuncinya sementara kubawa dulu. Ehh kami salah gunakan deh kunci yang sedang kukantongi itu untuk kebaikan. Tanpa izin lagi ke pak Saif, langsung kami pakai deh lab nya seenak udel. Tapi tetap terkontrol dan selalu dalam pengawasan sih. Gurunya kan bermoral. Xixixi.

Tapi suer, aku semakin salting nih tiap mau ke DT, apalagi ke X IPS 1. Apalagi kalau si Hanan mulai senyam-senyum aneh. Aku jadi merasa hina di antara mereka.

Tapi eh tapi, kok aku jadi begini ya? Lipstikan euy di kamar 🤣😭

Minggu, 11 Februari 2018

Ya Allah.. Aku tidak pernah berpikir dari sudut pandang ini. Aku habis menonton ulang Sabtu Bersama Bapak. Tempo hari X MIPA 1 minta nonton itu, dan aku tidak bisa membersamai penuh karena keburu mentoring. Film itu bagus aku tahu. Tapi aku masih belum yakin apa film itu bebas dari sensor, karena sepertinya dulu pertama kali nonton, aku sempat malu. Aku tetap perlu memastikan, maka siang sampai sore ini kuputuskan untuk nonton sendiri di kamar. Membunuh waktu juga sih. Dan memanfaatkannya sekaligus, soalnya otakku lagi nggak bisa diajak kompromi. Ngelantur kemana-mana, susah fokus kalau lagi sendirian, nggak produktif padahal ada serenteng pakaian masih di hanger perlu disetrika, tumpukan koreksian 2 kelas masih nganggur juga. Hfft... Film yang mengaduk-aduk emosi. Banyak nilai. Tapi sampai di sebuah scene, di penghujung film, aku tergugu. Ketika video terakhir dari Bapak ditonton Saka, Satya, dan Mamah. Bapak bilang, "... Kamu akan menikah. Tugas Bapak selesai." Ya Allah.. Barangkali karena inilah aku belum menikah. Tugas mereka belum selesai. Aku masih suka merasa belum puas jadi anak mereka. Tapi aku tidak pernah berpikir bahwa bisa jadi masih banyak yang harus mereka selesaikan. Pernikahanku bukan hanya urusan diriku sendiri, tapi juga urusan mereka. Aku sedang membantu mereka. Mudahkan Ya Allah.. Izinkan kami menjadi hamba-hamba-Mu yang selesai dengan urusan kami sendiri, sehingga mampu berkontribusi menyelesaikan urusan-urusan yang lain. Agar kami menjadi hamba-hamba-Mu yang bermanfaat.. Kumpulkan kami di syurga-Mu Ya Allah.. Untungnya lagi hujan. Aku bisa nangis keras-keras di kamar.

Jumat, 09 Februari 2018

Menanti

Ternyata begini rasanya menanti. Menanti sebuah jawaban yang sangat diharapkan. Menanti jawaban, sekaligus memberi jawaban. Kalau mereka berniat mengerjai, mereka sukses. Tapi aku yakin tidak. Mereka pun tak bermaksud membuatku gundah

Aku hanya ingin lagu ciptaanku didengar dunia, lantas memberikan kesan di hati banyak orang, yang kemudian mendorong mereka untuk lebih baik. Dengan semua tujuan itu, hal kecil ini menjadi sebuah proyek peradaban. Aku tidak akan mengerjakannya asal-asalan.

Ada untungnya aku mengajar di kelas para ikhwan. Aku jadi dekat dengan mereka, mudah masuk ke dunia mereka, dan semoga, mudah pula melibatkan mereka ke duniaku. Apakah ini berlebihan? Ah, asal masih tetap dalam koridor kebaikan, dan tidak ada larangan yang dilanggar, maka aku rasa tidak akan ada masalah.

Aku tahu info lombanya pekan lalu. Lalu hari sabtu, kuminta muridku yang bisa beatbox, Prasnanda, untuk menemuiku hari senin di waktu luangnya. Dan benar, hari senin kami bertemu, kusampaikan langsung niatku, dan dia berpikir sesaat bersama dua teman yang dia ajak. Sambil mendengarkan lagu yang kurekam seadanya pakai HP dengan suara cemprengku. Dua menit empat puluh sembilan detik. Setelah selesai lagunya, dia menghadapku, dan--alih-alih menolak--, dia malah merekomendasikan teman-temannya yang tergabung dalam tim nasyid. Dengfan alasan, kemampuan Nanda dia rasa masih jauh di bawah teman-teman tim nasyid itu. Kalau mau menghubungi, orang pertama yang harus ditemui adalah Jayadi. Sayang saat itu hari sudah sore, pulang sekolah, menjelang asar. Senin pula. Aku harus segera pulang. Untuk berobat Selasanya.

Rabu aku kembali ke IF, dengan kondisi super ngantuk, luar biasa (sepertinya efek obat baru yang sedang diujicobakan ke aku. Kata dokter sih obat itu bagus banget. Tapi kok nyatanya di aku bikin ngantuk parah, nggak mendukung aktivitas kerja ya?)

Aku meminta bertemu dengan Jayadi dan teman-teman tim nasyidnya, sepulang sekolah. Dan mereka datang. Kami bertemu di teras depan ruang TU. Persis seperti tempatku bertemu Nanda. Kuutarakan maksud dan tujuanku menemui mereka to the point. Dan sambil mendengarkan laguku, mereka berembug diam-diam. Akhirnya, mereka minta waktu, sampai hari Sabtu, untuk bisa menjawab tawaranku.

Oke, kusanggupi untuk menunggu.

Kamis pagi, saat jam pelajaranku di X IPS 1, tiba-tiba Alif datang mendekat. Ada apa ya, batinku, paling-paling ada pertanyaan. Soalnya HP yang dia titipkan sejak hari Senin, barusan sudah kukembalikan. Ternyata, dia menawarkan diri untuk mengiringi lagu yang mau kuikutkan lomba dengan gitar. Akustik! Entah siapa yang memberitahunya soal ini.


Tapi bodohnya, secara spontan dan tanpa pikir panjang, aku menjawab dengan inti yang mematahkan hati, "Bu Ridla punya mimpi; lagu bu Ridla didengar dunia dengan gaya acapella. Karena Bu Ridla paling kagum sama acapella." Aish! Kemudian kubilang, "Kita tunggu besok sabtu ya, keputusan tim nasyid bagaimana. Kalau mereka mau, berarti jadinya lagu bu Ridla dibikin acapella. Tapi kalau tidak, berarti bu Ridla sama Alif, lagunya jadi akustik.
"
Aish!

Harusnya langsung kuiyakan tawaran Alif ini. Yang paling kubutuhkan saat ini adalah antusiasme. Plus ketulusan. Anak yang dengan senang hati menawarkan diri, bisa diharapkan akan memberikan yang terbaik yang dia bisa.

Tapi yah, aku nggak bisa juga sih plin-plan. Masa kemarin habis melamar tim nasyid, dijanjikan jawaban hari Sabtu, hari Kamis aku sudah menduakan cabang lamaran? Gak fair lah. Jadi oke, kita tunggu  besok Sabtu.

Postingan ini kutulis hari Jumat. Hari dimana aku galau berat. Setaleh kemarin aku hibernasi seharian, sampai melewatkan satu jam mengajar di 8 ikhwan 3, tidak mandi sore ataupun sikat gigi, (hibernasi aseli!) hari ini aku diliputi perasaan aneh. Gundah gulana rasanya. Ingin segera menemui Alif, menyatakan bahwa aku menerima tawarannya, dan menghubungi Jayadi, membatalkan tawaran sebellumnya. Seharian aku gulana. Tidak murung, jadi bukan fase depresif ya. Melainkan galau, tidak fokus. Kalau biasanya konsentrasiku mengajar antara 98-100%, maka seharian ini tadi, konsentrasiku ada di rentang 70-80%, sebatas bisa jalan tanpa nabrak.

Jadi gini rasanya menanti. Tidak enak! Berarti kelak aku tidak boleh membuat orang menanti seperti ini. Bikin nggak produktif sama sekali!

Yah, berharap aja, semoga Jayadi cs sepakat untuk  tidak mau mengambil proyek ini. Sehingga kemudian aku bisa menerima niat baik Alif.

Alif Fathu Rizky Novian Usman. (Serius, namanya panjang bener, dan kayak nggak saling berhubungan. Ini bisa jadi nama enam orang sekaligus, eh semua dikasihin ke dia.) Anak ini belakangan jadi makin antusias di pelajaranku. Sepertinya semenjak aku cerita soal masa laluku sewaktu aku seumuran mereka. Betapa dulu aku "ngewel" di depan kelas sewaktu diminta menjelaskan sebuah topik dalam pelajatran Bahasa Indonesia. Betapa aku dengan sadar memilih masuk IPS. Betapa aku tidak bisa berkomunikasi sehingga aku memilih kuliah di jurusan komunikasi. Sepertinya kisah ini menyentuh sekali buat dia. Atau pernyataanku yang sangat bertenaga dan mungkin terlalu berani bagi seorang guru Bahasa Indonesia: "Manusia, tidak harus memiliki kemampuan berbicara yang sama. Yang kita harus bisa itu berkomunikasi. Dan berkomunikasi itu ada banyak caranya. Kemampuan berbicara itu anugerah. Ada orang yang diberi anugerah kemampuan berbicara dengan asyik. Ada orang yang diberi kemampuan berbicara dengan terbata-bata. Ada orang yang dianugerahi kemampuan berbicara dengan penuh semangat. Ada orang yang dianugerahi kemampuan berbicara dengan sedikit kata-kata. Ada orang yang dianugerahi kemampuan berbicara dengan lucu. Dan seterusnya." Aku mengatakan itu, hanya dengan tujuan agar anak-anak tidak lagi membully Ilham Galih yang memang kemampuan berbicaranya tidak sebaik teman-temannya. Tapi mungkin dari situlah ada pandangan yang berubah terhadapku.

Yah, semoga perubahan yang muncul ini positif. Bisa memacu semangat belajar mereka dengan lebih baik. Walaupun gaya mengajarku ya masih begitu-begitu saja.

Semoga yang terbaik lah. Apapun itu, semoga terkejar. Sabtu-Ahad katanya Alif mau ke Solo sama Pak Galang, ada lomba basket. Berarti dia baru bisa kutemui lagi hari Senin, insyaallah. Semoga bisa. Semoga lancar semuanya.


Kamis, 08 Februari 2018

Batasan

Batasan bisa memiliki banyak arti. Batasan bisa berarti koridor yang membuat kita tidak melampauinya dan menjadi orang yang tidak pantas. Batasan bisa berarti puncak dari usaha yang memungkinkan untuk kita lakukan tanpa kemudian mendzalimi diri sendiri. Batasan bisa berarti rambu-rambu, solusi mana yang bisa diambil dan mana yang harus dihindari. Batasan juga  berarti kemampuan tertinggi tubuh kita yang tidak boleh dipaksakan untuk dilampaui. Dulu aku selalu memandang bahwa batasan itu tidak perlu ada. Karena biasanya kita sendiri yang memasang pagar mengelilingi diri kita, sehingga kita tidak berkembang melebihi batas pagar itu. Tapi seiring berjalannya waktu, dengan banyak hal yang aku alami, kini aku mulai banyak berpikir untuk lebih menghargai batasan. Kita tidak bisa menjadi manusia super dalam segala hal di hidup kita. Bukanlah sebuah dosa jika kita menjadi orang biasa, yang bukan siapa-siapa. Toh bagi orang-orang tertentu, kita sudah hebat di mata mereka. Aku sedang ingin mengejar sebuah proyek peradaban. Kesempatan hadir setelah bertahun-tahun aku hanya diam dan menunggu. Kesempatan sudah ada. Tapi ada batasan untuk ku. Maka.. Harus bagaimana ini? Kukejar terus kah, atau harus kuhormati batasan ini? Tolong, siapapun yang membaca tulisan ini sampai selesai, beri aku pertimbangan.. Harus bagaimanakah?

Sabtu, 03 Februari 2018

Untuk Dilaksanakan

Jadwal Ideal dari sosok idealku. 02.30-02.45 : bangun pagi. 02.50-03.30 : MCK. 03.35-04.00 : QL. 04.00-04.10 : cek HP/istirahat/sahur/merenung/curhat/menyapa orang terdekat. 04.10-05.00 : rangkaian Fajr, subuh, dzikir Al-Ma'tsurat, asma'ul husna di masjid. 05.05-05.30 : HAFALAN. 05.35-05.50 : mempersiapkan KBM. 05.50-06.20 : berpakaian, sarapan, manasin motor, JALAN KAKI ke kelas, selalu bawa laptop entah dipakai atau tidak. 06.20-selesai : kerja, mengajar. 30 menit untuk sholat dhuha minimal 8 rokaat. 12.00-12.20 - sholat dzuhur. Jalan ke asrama. 12.30-13.00 : TIDUR SIANG. 13.00-13.15 : Makan siang, dan menuju kelas. Boleh pakai motor, sedia jas hujan dan atau payung. 13.15-14.45 : lanjut kerja, mengajar. 14.45-15.10 : istirahat, HPnan. 15.15-16.00 : wudhu, sholat asar, dzikir Al ma'tsurat. 16.05-16.30 : BBD. 16.30-17.15 : serba-serbi kerjaan, ngoreksi/nyiapin soal/materi ajar/belajar/rancang konsep /RPP/mentoring. Tidak boleh HPnan. Boleh tilawah. 17.15-17.45 : makan sore plus bersosialisasi. 17.45-18.15 : nyelesaiin kekurangan tilawah 1 juz. 18.15-18.50: rangkaian maghrib, dzikir, doa, asma'ul husna, rawatib. 18.50-21.00 : ngasihkan HP asrama. 19.25-20.00 : rangkaian isya, dzikir, doa, asma'ul husna, rawatib di masjid. 20.05-20.10 : silaturahim ke asrama anak-anak.  20.15-20.30 : senam bodybuilding. 20.35-21.00 : bebas, ngabisin tilawah kalau masih/HPnan/diary/blogging/santai/menyelesaikan persiapan KBM esok. 21.00-21.15: ngambil HP asrama, ngerapiin uang, rutinitas sebelum tidur. 21.15-02.30 : tidur malam. NB: jadwal sudah dibuat lentur dengan jeda antar agenda. Jadi harus berusaha Dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Sudah saatnya menjemput masa depan yang lebih indah.

Muridku Hasbi Nashrullah


Hasbi panggilannya. Awal aku ngeh sama anak ini adalah karena dia sakit lama, setiap diabsen dia selalu dalam keadaan izin tidak masuk karena  sakit. Setelah dia sehat dan aktif KBM lagi, aku mulai menangkap bahwa anak satu ini bukan tipikal favorit. Dia pendiam, kalem, dan tidak menonjol sama sekali di antara yang lain. Nilai-nilainya pun sangat biasa, kalau tidak mau dibilang mengecewakan. Tapi aku tetap meyakini setiap anak punya kelebihan, dan itu tidak harus di pelajaran Bahasa Indonesia.  

Baru siang tadi aku berkesempatan menatap langsung wajahnya dari jarak dekat. Saat aku berkeliling mengawasi anak-anak yang sedang mengerjakan tugas kelompok, kudapati dia dalam pose yang tidak ideal untuk kerja kelompok. Kutegur langsung dengan sapaan "mas"  berhubung aku tidak ingat namanya. 

Saat menatapnya, aku merasa ada sesuatu dalam diri anak ini. Kalem, tenang, senyum-senyum malu, salah tingkah merasa bersalah, tapi tetap kalem. Dan ada sesuatu di wajahnya : keteduhan. 

Anak itu beringsut menempatkan diri lebih baik, dan sudah, kulupakan kejadiannya. Namanya aja lupa ini. Eh, sorenya, di grup SMP, waktu kubuka, paling atas ada foto anak itu. Eh, siapa ya, batinku merasa kenal.

Saat kubaca caption foto itu, deggg... "assalamu'alaikum wrwb, alhamdulillah, baru saja ananda Hasbi Nashrullah kelas 8 Tahfidz, telah slsi menyetorkan hafalan 30 juz nya, semoga selalu istiqomah menjaga hafalan nya, dan menjadi AHLUL QURAN."

"Aamiin," refleks kuucapkan. Ternyata yang namanya Hasbi tu yang itu. Dan ternyata si Hasbi ini sudah hafidz??? Masyaallah.. Alhamdulillah.. Semoga istiqomah... 

Terima kasih Ya Allah, Kau kirimkan hamba cermin yang jernih untuk menjadi penyemangat hamba memperbaiki diri.. Anak ini masih sangat muda. Dan dia luar biasa. 

Aku berakhir tergugu sepanjang maghrib di Mujahidat 1. Dan lantas meretas azzam dalam derai luh yang menderas. Bismillah.. Tiada yang mustahil kalau kita mau berusaha dan Allah menghendaki itu terjadi.

Jadi, kapan mau hafalan lagi...?

Jumat, 02 Februari 2018

Guru Cantik = Murid Gagal Fokus?

Apakah statement di judul ini benar adanya? Kalau Guru perempuan tampil cantik dalam artian sedikit berbeda dari yang biasanya, apakah murid-murid laki-laki akan cenderung jadi gagal fokus? Perhatian terhadap pelajaran beralih jadi memperhatikan gurunya? Tempo hari mbak Dezy teman sekamarku curhat kalau murid-murid dia pada caper mendadak.. Diduga gara-gara mbak Dezy memakai gamis coklat muda barunya yang bahan balotelli, potongan model princess. Padahal biasanya tampilannya tomboy ala Pembina Pramuka. Mbak Dezy jadi nggak pede Blas kalau mau pakai baju itu lagi. Masak di jalan muridnya pada nyapa yang agak aneh dan di luar kebiasaan.. Genit gitu lah.  Terus ini tadi. Semalam kan anak2 asrama ngasih aku hadiah gamis setelan dengan jilbabnya. Mereka pesan untuk segera dipakai pagi ini. Ya udah aku pakai. Cantik sih. Aku jadi tampil beda. Lha biasanya nggak pernah salin, pakai bajunya itu itu melulu. Hari ini di ruang Guru pada komentar bu Ridla cantik banget. Lha di kelas, awalnya kukira ada perbaikan positif dari gaya mengajarku, sehingga kelas lebih aktif, interaktif, asyik, dan seru. Tapi barusan aku kok kepikiran selama sholat maghrib tadi. Apakah ini.. Jangan-jangan  juga gara-gara penampilanku? Aduhhh

Jumat, 26 Januari 2018

Sendiri

Sendiri adalah saat-saat yang paling kunikmati. Aku nyaman sekali ketika sendiri. Setelah sepanjang waktu berkutat dengan beraneka rupa manusia, mencurahkan segala dalam diriku, menguras energi, maka saat sendiri, me time, menjadi jeda istirahat yang paling kunanti.

Aku selalu ingin melayani orang lain. Mungkin karenanya aku terkuras. Tapi dari situlah muncul bahagia yang bisa kuresapi saat kembali sendiri. Merasa berarti.

Sering aku ikut tes kepribadian, hasilnya aku ini ambivert. Perpaduan antara introvert dan ekstrovert. Setengah-setengah. Tidak total. Tapi ini menjadi unik. Dan aku senang menjadi ambivert. Aku bisa memahami baik tipe orang introvert maupun yang ekstrovert. Aku bisa nyambung dengan keduanya. Walaupun sama-sama menghabiskan energi untuk menghadapinya.

Aku senang sendiri. Aku merasa tenang, bebas, lepas, tanpa beban. Tidak ada yang harus diberi perhatian selain diriku sendiri. Kusuka itu.

Namun kadang aku suka juga membayangkan jika ada yang selalu bersamaku. Akankah aku akan lebih bahagia? Lebih lelah sih pasti. Tapi mungkin bahagianya juga lebih. Jika cinta dan Ridha-Nya menaungi kami. Dan yang selalu kubayangkan untuk bisa bersamaku itu: kamu.

Mungkin ini salah satu hikmahnya aku masih sendiri. Aku masih diberi waktu banyak untuk menikmati nyamannya sendiri. Barangkali nanti saat tak sendiri lagi, aku tak kuat jika tidak dipuaskan dulu me time saat masih sendiri.

Aku tidak ngapa-ngapain ketika sendiri. Sebagian besar waktuku kuhabiskan untuk merenungkan hari-hari beserta peristiwa-peristiwa yang kulalui akhir-akhir ini. Momen istimewa. Lalu dikaitkan dengan pengalaman di masa sebelumnya yang pernah terjadi. Kira-kira ada hikmah apa. Kira-kira kenapa orang itu begitu atau begini. Juga memastikan kembali bahwa aku yakin dengan keputusan-keputusan yang telah kuambil. Lantas beranjak, memikirkan orang-orang terdekat. Yang terakhir berinteraksi, yang pernah intens berinteraksi lalu lama tak jumpa lagi, orang-orang yang pernah berjasa, orang-orang yang pernah --sepertinya--terluka olehku, masalah-masalah diantara kami, masalah mereka dengan orang lain... apa yang sekiranya bisa kubantu untuk mereka.. Kemudian merenungkan visi, menguntai mimpi. Mau apa lagi, apa saja yang sudah tercapai, bagaimana, apa saja kesulitan yang berhasil kuatasi.. Lantas menggaungkan syukur, betapa Dia Baik sudah menjadikanku sekuat ini.

Aku senang dalam keramaian. Memperhatikan, atau diperhatikan. Tapi itu memakan energi yang luar biasa. Setelahnya, aku akan sangat lelah. Pelarianku adalah mencari kesempatan untuk bisa sendiri. Karena sendiri adalah caraku menghimpun kembali energi. Dengan sholat, berdoa lama-lama, curhat lama-lama dalam hening, tanpa bicara. Atau berkontemplasi. Sendiri.

Makanya aku senang-senang saja saat harus nglaju jauh. Tidak ada kata berat hati. Tidak capek. Malah bahagia. Karena aku sangat menikmati saat-saat sendiri di atas motor, mengarungi jarak yang memakan cukup banyak waktu. Sendiri. Itulah kesempatanku menghimpun kekuatan, antara melepas kelelahan setelah bersama orang-orang 'tadi' dan bersiap menghadapi orang-orang 'nanti'.

Refreshingku mudah, motoran beberapa waktu. Aneh sepertinya bagi banyak orang. Tapi yah, inilah aku. Kuharap kamulah yang membaca ini, dan semoga kamu jadi bisa memahami.

Rabu, 24 Januari 2018

Jangan Cemaskan yang Belum Terjadi

Aku sekarang kembali aktif FB. Saat kulihat berandaku, wah. Berseliweran status-status para ibu. Jadi tergeregah.

Seharusnya aku tak perlu khawatir. Aku tidak pernah sendiri. Allah selalu mengirim pertolongan dari arah yang tidak disangka-sangka. Banyak dari mereka, teman-teman FBku, yang sudah punya anak, dan mereka bisa menjalani perannya. Maka pasti aku juga akan bisa menjalani peranku, dimanapun itu.

Allah tidak pernah dzolim, Dia tak kan memberi amanah yang tak mampu kita pikul. Sekarang aku sedang positif dan optimis. Semoga bukan manik sih.

Hmm... Penyakit ini... Inikah yang jadi penghalang? Ah sudahlah. Toh tidak ada orang yang sempurna. Terserah kamu mau menerima atau tidak. Aku memang begini. Semua selalu menguatkan, karena segala sesuatu diciptakan berpasang-pasangan.

Rabu, 17 Januari 2018

Lagi, Membagi Idealisme


Ada satu lagu baru yang bikin hatiku kebat-kebit. Lagunya IF, nasyid pertama yang dilaunching beberapa minggu yang lalu dari penerbitan yang sedang digalang dananya. Baru kusimak secara utuh hari ini, dan hatiku langsung merinding. Aku belum bisa mendendangkan lagu baru ini dengan merdu seutuhnya seperti lagu-lagu pada umumnya.

Berat. Lagu ini masih belum sanggup kulantunkan tanpa suara yang berubah bergetar dan bergelombang. Aku merasa... ahhh...

"Kuputuskan satu impian
Aku ingin jadi hafiz Quran
Ku akan bertahan walau sulit melelahkan
Allah, beri aku kekuatan

Kuimpikan sepasang mahkota
Tuk berikan di akhirat kelak
Sebagai pertanda bahwa kau sangat kucinta
Aku cinta engkau karena Allah

Ku cinta Ummi
Ku cinta Abi
Kuharap doamu selalu dalam hati

Ku cinta Ummi
Ku cinta Abi
Berharap bersama di syurga-Nya nanti"

Judul lagunya Hafiz Quran, nasyid SMPIT Ihsanul Fikri Mungkid. Link ori: https://www.youtube.com/watch?v=QiQesjCvh5M
video lirik: https://www.youtube.com/watch?v=UBXWwjKJPo4

Aku sendiri belum berani mengazzamkan ini. Mau beli speaker murottal aja masih pake mikir, ambil satu apa dua. Satu juz per hari saja kadang-kadang masih tak genap juga. Tapi ya Allah, betapa gemetarnya hatiku, kuharap kelak anak-anakku yang menyanyikan lagu ini untukku..untuk kami orang tuanya. Dan tentu, menjalankan ziyadah rutin untuk mewujudkan mimpinya.

Izinkan Ya Allah..

Kau saksinya. Aku tidak pernah ingin jadi wanita karir. Cita-cita terbesar sekaligus idealisme termurniku adalah ingin turut serta membangun peradaban dengan menjadi seorang ibu yang sebenar-benar madrosatul 'ula.

Membangun sebuah keluarga bahagia, yang berorientasi Robbani, meneladani sunnah-sunnah dalam rumah tangga Nabi, demi meraih ridha-Mu, Illahi.

Bermimpi hidup mandiri bersama suami dan anak-anak, tidak menjadi beban bagi siapapun, saling bahu-membahu membangun ketaatan bersama mereka hari demi hari di dunia hingga bisa berkumpul kembali di syurga.

Aku tidak mau jadi guru yang cuma mengajar banyak anak ideologis, sementara anak biologisnya sendiri dititipkan ke taman penitipan atau ke mertua, lalu saat bertemu, kegiatannya minjemin gadget ke balitanya untuk dipakai nonton youtube sementara ibunya disibukkan dengan rapat atau bikin laporan atau apalah.  Setiap tahun, setiap semester, setiap mid semester, setiap bulan, setiap pekan, setiap hari. Astaghfirullah. Naudzubillah.

Aku senang punya anak ideologis banyak di sini. Tapi kelak, kalau aku sudah punya anak sendiri, aku takut dengan amanah utama itu kalau sampai tertelantarkan.

Ingin punya suami yang sholih, yang bisa memimpin, yang layak diberi bakti terbaik, yang atas izin-Nya bisa mencukupi segala kebutuhan keluarga kami serta menjadi jalan rizki bagi banyak orang lain. Dan semoga Allah kuatkan aku agar bisa mencukupkan seberapapun yang Allah beri lewat suami.

Menjadi ibu yang menyekolahkan anak-anaknya dengan dasar ilmu yang dipunya. Homeschooling. Setidaknya sampai mereka menginjak fase betul-betul siap untuk dititipkan belajar ke sosok-sosok yang lebih berilmu. Pemuda.. butuh belajar, butuh bersosialisasi, butuh aktualisasi. Maka mungkin saat itulah yang tepat untuk mereka mulai kulepas. Dilepas kepada guru, dilepas kepada masyarakat.. Dibiasakan untuk berinteraksi dengan peradaban. Sambil orang tuanya pun terus belajar.

Ya Allah.. aku sadar sepenuhnya, ini tidak sesederhana menuliskannya. Tapi Engkau saksikan Ya Allah, sudah kuikrarkan untuk mewujudkannya. Maka tolong kabulkan Ya Allah.. Engkau sebaik-baik pengabul doa.

DN 2 setengah, larut malam pasca IHT 14 Januari 2018

Rabu, 10 Januari 2018

SAAT ANAK TIDUR, HARUSKAH IBU TETAP LANJUT BERSIH-BERSIH?


Beberapa hari yang lalu, tetangga satu blok rumah sempet dikagetkan oleh seorang ibu, tetangga saya, yang bingung cari-cari dimana anaknya.
Bocah usia sekitar 3 tahunan itu terakhir kali terlihat sedang main-main sore bareng teman sebayanya di depan rumah, kebetulan kemudian ibunya sedang kedatangan tamu sehingga harus masuk rumah sebentar. Dan ketika ibu itu keluar untuk mengawasi anaknya lagi,
O'ooo. Ternyata sudah sepi. Tidak ada anaknya di depan sana.
Akhirnya beliau coba cari ke tetangga, tapi tidak ada.
Coba dicari ke warung biasa mereka jajan, juga tidak ada.
Si Ibu sudah mulai pucat. Dan orang-orang satu blok mulai panik.
Kemudian datanglah salah satu anak berusia 7-8 tahun, yang tadi bermain bersama anak.
"Tante, tadi Si Icha main sendiri, lari-lari ke arah Posyandu!"
Mendengar itu, beliau langsung lari secepatnya menuju tempat main di dekat Posyandu. Sambil ngos-ngosan, matanya menyusuri sepanjang tempat permainan untuk mencari keberadaan anaknya.
Masya Allah, alhamdulillah. Bocah itu memang benar ada di sana! Ia sedang asyik bermain jungkat-jungkit. SENDIRI.
Ibunya langsung berlari, memeluk anaknya erat, membawanya kembali pulang, dan juga menyampaikan pada kerumunan tetangga yang juga ikutan panik bahwa anaknya sudah ditemukan.
Lalu, tiba-tiba ada seorang ibu yang berucap,
"Duh, mangkanya Bu, KALO ANAKNYA TIDUR JANGAN IKUTAN TIDUR, beresin rumah dulu, jadi pas main bisa jagain."
***
Saya tidak pernah tau dari mana dan mulai kapan adanya doktrin bahwa ibu tidak boleh tidur ketika anak sedang tidur untuk menyelesaikan masalah domestik. Yang jelas sepertinya setiap ibu pasti ada masanya mendengarkan kalimat seperti itu di telinganya.
Seolah-olah seorang ibu tidak memiliki ijin untuk sekedar tidur merehatkan badannya.
Padahal sebagai sesama ibu, kita pastilah sama-sama merasakan perbedaannya seperti saat sebelum memiliki anak,
Jam tidur malam yang tidak bisa seenaknya seperti dulu,
Bahkan tidur pun pasti macem ayam yang takut kebablasan berkokok di waktu subuh,
Mata merem, tapi telinga masih bisa denger suara di seluruh penjuru.
Waktu mandi yang sudah tidak bisa berlama-lama kayak jaman masih singlelilah dulu.
Waktu dandan dan nyalon udah bukan lagi jadi nomer satu.
Tanggung jawab pun kini bukan lagi tentang diri sendiri, tetapi selalu memikirkan anak terlebih dahulu.
Dan ketika semua perubahan tumplek blek jadi satu, masihkah seorang ibu kemudian 'diwajibkan' tetap melek saat anak mulai terlelap?
Duhaaiii sesama ibu,
Siapa sih sekarang yang bisa menahan mata gak ikut tidur pas lagi ngelonin bocah di kasur ditambah bantal empuk apalagi kalo ada angin semilir siang hari?
😂😂😂😂
*pasti tau laahh ini nikmatnya gimanaa
**
Maafkanlah sesama ibu ketika mereka mengambil jatah istirahatnya.
Karena menjadi ibu, akan selalu menguras emosi dan tenaga sekalipun anaknya sudah beranjak dewasa.
Ijinkan sejenak ia membaikkan moodnya lagi, mengecilkan stress nya yang sedari tadi menghantui, agar ia bisa mengumpulkan lagi bahan bakar energi nya.
Jika ia bahagia, bukankah ia akan mendidik anaknya dengan bahagia pula?
***
Maafkanlah diri sendiri ketika ternyata tanpa sengaja tertidur dengan kondisi pekerjaan domestik yang masih menumpuk.
Karena peranmu memang bukan melulu untuk hal teknis, melainkan untuk peran strategis dalam mendidik amanah Allah, Bu.
Pastikan saja kita memainkan sebaik-baiknya peran itu.
Jangan ragu untuk membuat kandang waktu,
Karena segala pekerjaan rumah itu tidak akan pernah selesai jika kita terus-menerus mengerjakannya tanpa kenal waktu.
Istirahatlah ketika raga sudah mulai lelah,
Istirahatlah ketika emosi sudah mulai susah terkendali,
Istirahatlah ketika tingkat kepanasan otak sudah mulai memuncak,
Istirahatlah ketika hati sudah mulai letih.
Jangan ragu untuk meminta bantuan suami atau mendelegasi orang lain saat semua mulai padat penat.
Karena baju bisa dilaundry,
Makanan bisa dibeli,
Rumah bisa dibersihkan nanti,
Tapi, ibu yang mendidik dengan baik dan dengan hati, bukankah tidak akan pernah bisa diganti?
🍀🍀🍀
Januari, 2018
Rizky Kurniawati
IG @ummikiky

Selasa, 09 Januari 2018

Bimbang

Kuliah, menikah, jadi PNS...

Yang mana dulu?

Mana yang mesti kuprioritaskan dulu?

Mana yang lebih mendekatkan pada syurga?

oh Allah...

Aku hanya ingin beribadah...

Kuliah berarti aku harus mengumpulkan uang lagi, mengumpulkan informasi beasiswa lagi, belajar Bahasa Inggris mati-matian lagi, cari sertifikat bahasa lagi, melamar-lamar lagi, dan menunggu dalam tawakkal...
Namun itu bermakna aku menjiwai hidupku, menjadi diriku, dan mensyukuri nikmatMu.

Jadi PNS berarti aku membunuh waktu sambil mempersiapkan diri, memantau perkembangan informasi, belajar, menyisihkan sebagian uang untuk bolak-balik tes lagi, menunggu, dan berpasrah...
Namun itu bermakna bakti, cinta, dan perjuangan menatap realita.

Menikah? Berarti aku harus segera kembali jadi diri sendiri, memberanikan diri matur ke mereka lagi, merevisi biodata dan menuntaskan proposal dari 0 lagi... mengungkap rahasia terdalamku.. meminta mereka menyampaikannya padamu.. menahan malu, cemas, dan harap.. menunggu.. berdoa..
Namun itu berarti aku memperjuangkanmu, memperjuangkan kita.

Dan aku tidak tahu kesudahan dari itu semua.

Pasti akan ada jawaban Ya, Tidak, atau Nanti.

Tapi aku tidak tahu yang mana yang harus kumulai.

oh Allah...

Rasanya sudah saatnya harus ada perubahan lagi dalam hidupku. Tapi dari sisi apa, aku betul-betul tidak tahu.

Oh ya, benarkah harus aku yang mengajukan diriku? Tidakkah lebih elok jika aku tenang menunggu?

Sayangnya aku benar-benar tidak paham apa yang menghambat langkahmu. Dan entah bagaimana aku mencari tahu. Hanya bisa berharap kau masih dalam lingkaran yang sama denganku, sehingga jembatan yang kuharapkan bisa menyampaikannya padamu.

Inilah aku.

Sudah hampir sepuluh tahun. Ingin kusudahi dengan akhir yang pasti. Lebih baik kurendahkan diri daripada terkatung dalam kesamaran, dalam harap dan cemas yang tiada tepi.

Tapi kapan?
Sekali lagi, yang mana dulu?
Karena.. hasil istikhorohku_*

Senin, 08 Januari 2018

Bila Aku Diam

Murobbi yang ikhlas atau Murobbi yang mumpuni.. Sepertinya aku bukan keduanya.

Berarti ini rahmat Allah semata.

Mutarobbi yang setengah tahun lalu sempat meminta izin khusus untuk tidak menyapa saat bertemu karena rikuh merasa belum kenal, barusan memelukku dari belakang, bilang Bu Ridla jangan sakit...

Dengan akrab, dengan lugas dan spontan.

Padahal aku menjalankan ini separuh hati. Separuh lainnya masih berkelana menjejak cita: melegakan orang tua.

Sekarang aku banyak berbeda. Aku sama sekali tidak fokus dan tidak total.

Jauh berbeda dari aku yang dulu.. Yang selalu bersemangat dan terdepan dalam segala sesuatu.

Bahkan ini kami kemalaman gara-gara sopir angkotnya salah ambil jalan, karena aku tidak memperhatikan, sebab aku memilih diam.

Padahal dulu, aku selalu memilih mengambil tanggung jawab terberat yang sanggup aku pikul. Sekarang? Yang teringan pun tidak sepenuh hati dijalani.

Astaghfirullah...


Di angkot dalam perjalanan pulang dari IBF ke IFBS. Liqo wada.
060118 - 22.31