Who Amung Us
Rabu, 17 Januari 2018
Lagi, Membagi Idealisme
Ada satu lagu baru yang bikin hatiku kebat-kebit. Lagunya IF, nasyid pertama yang dilaunching beberapa minggu yang lalu dari penerbitan yang sedang digalang dananya. Baru kusimak secara utuh hari ini, dan hatiku langsung merinding. Aku belum bisa mendendangkan lagu baru ini dengan merdu seutuhnya seperti lagu-lagu pada umumnya.
Berat. Lagu ini masih belum sanggup kulantunkan tanpa suara yang berubah bergetar dan bergelombang. Aku merasa... ahhh...
"Kuputuskan satu impian
Aku ingin jadi hafiz Quran
Ku akan bertahan walau sulit melelahkan
Allah, beri aku kekuatan
Kuimpikan sepasang mahkota
Tuk berikan di akhirat kelak
Sebagai pertanda bahwa kau sangat kucinta
Aku cinta engkau karena Allah
Ku cinta Ummi
Ku cinta Abi
Kuharap doamu selalu dalam hati
Ku cinta Ummi
Ku cinta Abi
Berharap bersama di syurga-Nya nanti"
Judul lagunya Hafiz Quran, nasyid SMPIT Ihsanul Fikri Mungkid. Link ori: https://www.youtube.com/watch?v=QiQesjCvh5M
video lirik: https://www.youtube.com/watch?v=UBXWwjKJPo4
Aku sendiri belum berani mengazzamkan ini. Mau beli speaker murottal aja masih pake mikir, ambil satu apa dua. Satu juz per hari saja kadang-kadang masih tak genap juga. Tapi ya Allah, betapa gemetarnya hatiku, kuharap kelak anak-anakku yang menyanyikan lagu ini untukku..untuk kami orang tuanya. Dan tentu, menjalankan ziyadah rutin untuk mewujudkan mimpinya.
Izinkan Ya Allah..
Kau saksinya. Aku tidak pernah ingin jadi wanita karir. Cita-cita terbesar sekaligus idealisme termurniku adalah ingin turut serta membangun peradaban dengan menjadi seorang ibu yang sebenar-benar madrosatul 'ula.
Membangun sebuah keluarga bahagia, yang berorientasi Robbani, meneladani sunnah-sunnah dalam rumah tangga Nabi, demi meraih ridha-Mu, Illahi.
Bermimpi hidup mandiri bersama suami dan anak-anak, tidak menjadi beban bagi siapapun, saling bahu-membahu membangun ketaatan bersama mereka hari demi hari di dunia hingga bisa berkumpul kembali di syurga.
Aku tidak mau jadi guru yang cuma mengajar banyak anak ideologis, sementara anak biologisnya sendiri dititipkan ke taman penitipan atau ke mertua, lalu saat bertemu, kegiatannya minjemin gadget ke balitanya untuk dipakai nonton youtube sementara ibunya disibukkan dengan rapat atau bikin laporan atau apalah. Setiap tahun, setiap semester, setiap mid semester, setiap bulan, setiap pekan, setiap hari. Astaghfirullah. Naudzubillah.
Aku senang punya anak ideologis banyak di sini. Tapi kelak, kalau aku sudah punya anak sendiri, aku takut dengan amanah utama itu kalau sampai tertelantarkan.
Ingin punya suami yang sholih, yang bisa memimpin, yang layak diberi bakti terbaik, yang atas izin-Nya bisa mencukupi segala kebutuhan keluarga kami serta menjadi jalan rizki bagi banyak orang lain. Dan semoga Allah kuatkan aku agar bisa mencukupkan seberapapun yang Allah beri lewat suami.
Menjadi ibu yang menyekolahkan anak-anaknya dengan dasar ilmu yang dipunya. Homeschooling. Setidaknya sampai mereka menginjak fase betul-betul siap untuk dititipkan belajar ke sosok-sosok yang lebih berilmu. Pemuda.. butuh belajar, butuh bersosialisasi, butuh aktualisasi. Maka mungkin saat itulah yang tepat untuk mereka mulai kulepas. Dilepas kepada guru, dilepas kepada masyarakat.. Dibiasakan untuk berinteraksi dengan peradaban. Sambil orang tuanya pun terus belajar.
Ya Allah.. aku sadar sepenuhnya, ini tidak sesederhana menuliskannya. Tapi Engkau saksikan Ya Allah, sudah kuikrarkan untuk mewujudkannya. Maka tolong kabulkan Ya Allah.. Engkau sebaik-baik pengabul doa.
DN 2 setengah, larut malam pasca IHT 14 Januari 2018
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar