Who Amung Us

Jumat, 24 Desember 2021

Kuliah, Ngapain?

Orang-orang mengira aku ini semangat menuntut ilmu. Entahlah, semoga itu benar. Ya walaupun sebenarnya aku kuliah S1 lagi ini adalah akumulasi dari berbagai latar belakang.


Yang pertama, aku memang sudah sejak lama berkeinginan untuk lanjut S2 jurusan psikologi atau BK. Waktu skripsi dinyatakan lulus dengan nilai A, aku sudah menumbuhkan cita-cita itu sebagai puncak berikutnya yang akan ku taklukkan. Tapi apa daya, orang tua belum mengizinkan.


Sepertinya karena khawatir soal biaya. Adikku ada banyak, dan sudah waktunya gantian membiayai adikku yang lain. Padahal aku sudah bilang, aku tidak akan S2 kalau bukan dari beasiswa. Tapi sepertinya ortu masih belum yakin. Beliau berdua mengizinkan aku kuliah lagi kalau sudah bekerja besok. Kerja dulu, biar punya status katanya. Baru nanti bebas kalau mau Nyambi S2. 


Ya sudah, aku kerja. Masuk keluar masuk keluar di awal-awal lulus. Ya, dua bulan setelah wisuda memang aku sudah berstatus karyawan. Meskipun aku belum betah karena tidak bisa berprestasi di sana. Aku tidak bisa menjalankan tugas dengan baik. Sudah kucoba melakukan berbagai trik yang ku tahu, tapi tidak satupun proposal ku berujung kesepakatan ada yang mau ngiklan di tempat kami. 


Sambil siangnya bekerja, malamnya aku browsing-browsing hunting beasiswa. Nyiapin berkas, ngirim aplikasi, ngikutin setiap tahap seleksi. Tapi qadarullah belum lulus. Dua bulan bekerja di kantor pertama, aku resign. Pengunduran diri ku dengan cepat disetujui.


Lalu aku ikutan job fair, kirim lamaran kerja, ikut seleksi, Luntang Lantung bertahun-tahun, masuk satu, sebentar kemudian keluar lagi, sampai akhirnya di tahun ke 2,5 setelah kelulusan ku, aku diterima kerja di tempat yang sekarang. Tempat terbaik, dimana ku temukan banyak hal yang aku butuhkan.


Sambil segala proses ini, aku juga masih belum berhenti hunting beasiswa. Meskipun belum satupun yang sampai lulus di tahap seleksi terakhir.


Beberapa tahun kerja, yayasan kami menyiapkan pendirian Sekolah Tinggi dengan 2 jurusan: Bimbingan Konseling Pendidikan Islam, dan Pendidikan Islam Anak Usia Dini. Aku mulai menimbang-nimbang untuk mendaftar.


Alasan kedua, adalah karena saat STIT mulai dibuka pendaftaran nya, itu bertepatan dengan saat-saat tergalau ku. Galau soal jodoh. Segala ikhtiar terhebat telah kuupayakan. Sampai aku berpikir, daripada Ikhtiar tak berujung, membuat aku galau dan lama-kelamaan jadi tidak produktif, mbok mending energiku disalurkan buat mengupgrade diri. Meningkatkan kapasitas, menambah ilmu. Apa saja yang aku ingin tahu.


Saat itu memang sih aku juga sudah sering sekali ikutan kulwap, seminar, workshop, dsb. Di samping lihat-lihat konten YouTube yang isinya tentang kajian atau life hack atau ilmu-ilmu psikologi juga. Atau suplemen pranikah. 


Tapi terus aku mikir, ini ada kesempatan kuliah S1 BKPI. Meskipun S1 lagi, tapi kan lumayan, ada gelar. Mungkin bisa berpengaruh sama karirku. Atau entahlah, biarlah, aku tidak terlalu menganggap ini penting. Tapi kesempatan kuliah murah, ada majelis ilmu yang akan ku ikuti secara rutin, berkurikulum, tahap demi tahap.. konsepnya akan ku pahami secara menyeluruh. Di jurusan yang selama ini kuidam-idamkan untuk S2. Waw.


Alasan ketiga adalah melarikan diri. Suatu hari, dini hari 17 Agustus, aku diminta pulang oleh ibuku karena akan ada yang datang. Laki-laki. Yang tidak jelas maunya apa. Tapi memang mengarah mau mengkhitbah. Cuman sayangnya, aku tidak suka sifatnya, akhlaknya, kebiasaannya, caranya menerapkan ajaran agama, pemikiran nya, gaya hidupnya. Dia sempat bilang, perempuan ngapain lah sekolah tinggi tinggi.


Wah, aku langsung ketrigger. Justru ku lakukan sebaliknya. Aku memutuskan daftar kuliah di sini tanpa banyak berpikir lagi. Aku punya pemikiran yang berseberangan dengan laki-laki itu. Perempuan harus cerdas, harus pintar, karena kami yang akan mendidik langsung anak-anak kami.


Aku tidak mau jadi Nyai yang diladeni semua orang, diajeni semua orang, sampai pada mbungkuk-mbungkuk, berebutan cium tangan, dan sebagainya, hanya karena status pernikahan. Sementara di sisi lain, anakku akan diposisikan orang orang bagaikan pangeran.. yang penuh dengan privilege.. dan akhirnya membuat dia sombong, tidak mandiri, dan seenaknya sendiri. Seperti laki-laki itu. No, jelas aku tidak mau.


Di tengah desakan orang tua dan adik-adik, juga keluarga besar.. supaya aku segera menikah. Tampaknya bagus jika aku sekarang menyibukkan diri dengan belajar.


Walaupun juga sedihnya aku seperti menjauh dari Ikhtiar itu. Aku tidak sesemangat dulu untuk menjemput jodoh. Bahkan kadangkala aku merasakan ada pikiran buruk muncul dari otakku: nikah itu ngga penting, malah merepotkan, menyusahkan, banyak tanggung jawab dan tambah banyak lagi hati yang harus dijaga perasaannya. Aku mulai menikmati kesendirian ku ini. Aku sudah sangat bahagia sekarang. Jadi diriku sendiri, seperti apapun yang aku inginkan. Aku menginginkan sesuatu, bisa langsung ku beli tanpa harus banyak berpikir, bertimbang rasa, menunggu rezeki sampai lama, atau meminta. Aku cukup dengan diriku sekarang. Aku mau melakukan apapun, bebas. Tidak perlu banyak prosedur, tidak perlu persetujuan siapapun, tinggal kerjakan saja, dan aku mendapat pengalaman yang ku cari. Mau makan apa saja, mau pakai baju apa saja, mau tidur dan bangun jam berapa saja.. bebaaaas.


Aku tahu ini tidak sepenuhnya baik. Tapi mungkin ini juga sikap dan pemikiran yang berupa pelarian dari rasa sepi. Aku tidak mau galau mikirin jodoh lagi. Jadilah aku puas-puasin diriku mumpuni masih sendiri. 


Orang melihat ku sejauh apa yang aku izinkan mereka lihat. Terima kasih banyak Ya Allah, sudah menutup aib-aib ku yang tidak terhingga. Terima kasih atas segalanya dalam hidupku yang kini Kau buat jadi seindah dan semenyenangkan ini. Terima kasih banyak untuk pengalaman pahit yang Kau ajarkan, supaya tidak akan ku ulangi lagi ke depannya. Terima kasih atas hati yang Kau jaga tetap baik-baik saja ini. Yaa muqollibal quluub, tsabbit qolbi Alaa diinik, tsabbit qolbi Alaa da'watik.

Jumat, 22 Oktober 2021

Cium Tangan Moment

 Ya Allah.. setiap kali aku melihat Fathin.. ada sesuatu di matanya. Sesuatu yang membuat aku merasa, ada yang masih harus kuselesaikan. Ada yang masih nanggung dulu itu, saat interaksi langsung kami mau tidak mau harus purna. 


Tapi malam ini, saat kami berpapasan tak sengaja di pintu GOR seusai penutupan puncak peringatan hari santri 2021, saat mata kami beradu, dia menyapaku, lalu meminta tangan ku untuk dicium.. Ya Allah, aku merasa benar-benar jadi guru.


Aku belajar dari anak ini. Kesantunan nya alami, layak ditiru. Dan sekali lagi aku sadar, ada yang harus ku selesaikan. Sebelum terlambat. Karena sisa waktu kami sudah sangat singkat. Meski mungkin selamanya hubungan kami tidak akan berubah. Dia tetap memandang ku sebagai gurunya.. dan sepertinya memang tidak pernah ada kata mantan guru dalam kamusnya.


Ya Allah, aku malu. Aku yang bau, sampai semalam ini belum mandi (karena air masih mati), baju saja pakai baju bekas kemarin yang masih sedikit bersih, tapi bukan yang terbaik yang ada.. diambil tanganku, diciumnya. Aku yang sebobrok ini, dihargai setinggi adab muridku itu. Aku malu.


Layakkan aku di hadapan mereka Ya Allah. Mampukan aku menjadi guru yang sebenar-benar guru. Yang tindak tanduk nya patut digugu dan ditiru. Dan mohon ampuni segala khilaf ku Ya Rabb. Mohon maafkan segala kurang ku. Rahmati kami, ridhai kami. Izinkan kami menatap wajah Mu. Bersama, di syurga Mu yang tertinggi.

Selasa, 19 Oktober 2021

Kaos Seragam Santika

Malam ini aku kehabisan baju. Tidak kutemukan pakaian ganti untuk tidur walau hanya sehelai daster. Efek malas tidak mencuci sekian lama, baru tadi siang selesai nyuci, dan hari hujan sehingga tidak bisa langsung jemur. 


Baju yang ku pakai sedari nyuci tadi, lanjut males-malesan, buka puasa, ndampingi acara maulid nabi malam ini, nonton bareng film Surau & Silek, sampai motoin anak-anak rohis panitia bersama pembina nya yang diwakilkan oleh Ustadz Nasir, pulang pulang di asrama, rupanya sang gamis Lilac telah basah kuyup oleh keringat. 


Tak sengaja tertangkap mata, di pojok lemari bagian bawah, sudah ku bungkus rapat dengan plastik bekas kemasan jilbab: kaos coklat.


Jadilah malam ini aku tidur mengenakan seragam Santika. Ternyata masih muat, meski lumayan ketat. Ku kira benar-benar sudah tidak masuk, makanya ku packing sedemikian rapi seolah sudah dipensiunkan selamanya. Alhamdulillah. Aku suka manset hijau di lengannya, cocok sekali dengan warna kulit tangan ku.


Malam ini ku pungkasi dengan sejuta nostalgia. Aku pernah di sana. Bukan mustahil suatu hari nanti aku akan kembali ke sana lagi. Di lapangan, panas-panasan, pengamanan, penyisiran, berseragam kaos cokelat yang fenomenal ini.


Salah satu potongan fase hidup terbaik ku. Alhamdulillah masih muat, aku optimis tidak pensiun untuk selamanya. Beristirahat mungkin iya, beralih ke Medan yang lain juga. Tapi fase hidup terbaik itu akan berulang, insyaallah, lagi, dan lagi.

Minggu, 03 Oktober 2021

Strategi #1

 Ya Allah, terima kasih.. hidup ku sempurna.. sudah tidak ada lagi pertengkaran bodoh di grup keluarga. Ada kos adek yang bisa buat mengungsi dari kepadatan dunia kerja. Kau beri aku penghasilan rutin yang cukup untuk aku menyenangkan diri sendiri. Buku bacaan bagus tak terhitung dengan harga miring. Peluang peluang amal kebaikan setiap saat. Tempat tinggal yang bagus, aman, nyaman. Baik secara fisik maupun mental. Room mate yang menyenangkan. Pergaulan yang terjaga. Pekerjaan yang sesuai passion. Pakaian pakaian yang bagus, layak, cocok untuk ku, tidak lagi senelangsa dulu. Fasilitas mesin cuci untuk para musyrifah. Jilbab-jilbab hasil usahaku jualan jilbab. Liqo yang lancar, murabbi yang mumpuni, teman-teman yang asyik, program yang menarik, menantang, namun tidak terlalu sulit, tidak pernah membosankan. Waktu kerja yang nyaman. Jam bangun tidur yang strategis. Kesempatan tilawah panjang saat sepi pas jaga piket PPDB sendirian. Tas yang layak, bagus-bagus, tinggal disesuaikan dengan kebutuhan. Qur'an hafalan yang bagus. Jedai yang kencang, bagus, kokoh. Dompet yang bisa jadi tas sekalian. Minum yang melimpah ruah gratis tanpa harus susah-susah. Jajanan darurat jualan Wulan yang bisa buat mengganjal perut saat kelaparan. Sajadah doorprize yang bagus dan datang di saat yang tepat. Anak-anak yang bisa diasuh.. memenuhi tugas perkembangan di usia ku.. membuatku tetap merasa berharga. Kuota melimpah. Kuku yang sehat. Anggota tubuh yang lengkap. Nafas yang mudah. Kipas angin yang selalu menyelamatkan. Skincare yang selalu tersedia tinggal pakai. Sabun yang wangi dan gampang dibilas. Sprei yang seukuran kasur. 


Ya Allah, tadi aku ingin mengeluh. Tapi sampai sini saja aku sudah malu. Terlalu banyak nikmat Mu.


Biarlah aku berjuang menumbuhkan minat kembali untuk menggenapkan separuh agama. Entah bagaimana saja. Yang paling mudah adalah melihat orang orang seumuran ku yang sudah lebih dulu menikah dan berhasil menghayati perannya dalam keluarga. Tidak semua pernikahan itu berujung neraka. Banyak juga yang indah, menyenangkan, mendamaikan, memberdayakan, menerbitkan senyum di ujung bibir, mengalirkan entah apa di dalam badan yang rasanya menyenangkan saat melihat mereka: merinding, trenyuh, rasa ikut berbahagia. Dan mereka bisa kuakses.


Yang penting aku harus ingat. Jangan downgrade kriteria hanya karena desakan usia. Jangan sampai downgrade. Aku cukup berharga. Aku cukup indah bagi yang memahami. Aku tidak jelek. Allah sudah menciptakan ku dalam keadaan yang terbaik. Jangan pernah berani menghina Allah! Kamu sudah baik.



Rabu, 29 September 2021

Air Mata Senja

Ya Allah, aku sudah sempat melupakan niatan menikah. Aku sudah terlanjur nyaman dengan situasi ku sekarang. Tanpa beban, tanpa tanggung jawab yang berat. Tanpa banyak tuntutan. Aku sudah cukup jadi aku yang sekarang, melakukan apa yang aku suka, berkontribusi sesuai kemampuan, berbaur di antara orang orang baik di sini, tidak ada yang menghakimi (setidaknya di depanku).


Hidup santai, tidur dan bangun sesukaku, pekerjaan rumah tangga dilakukan sesuai mood, makan tinggal makan, tidur tinggal tidur, mandi tinggal mandi, pengen jajan kalau lagi ada uang ya tinggal berangkat, mau main ke tempat adik atau orang tua, tinggal cari waktu luang, cabut, kadang minta izin kalau waktunya bukan saat liburan, kalau pas hari luang, ya nggak usah izin. Pengen jualan kalau pas ada produk bagus dan ada modal, ya tinggal upload. Ada yang beli alhamdulillah. Ada untungnya bisa buat tambah-tambah pemasukan, bisa buat beliin sesuatu yang tampak bagus untuk adikku, untuk ibuk, untuk Bapak, atau sesuatu yang aku pingin sekali dan aku butuh. Bisa buat ngasih ke yang membutuhkan, atau balik ngelarisi jualan orang. Ngajar ya tinggal ngajar, jadi diriku sendiri di depan anak-anak itu membahagiakan. Apalagi saat anak-anak jadi diri mereka sendiri di hadapan ku. Tampil apa adanya itu nyaman. Kalau pas pengen make skincare ya tinggal pake, kalau pas males atau buru-buru, ya tinggal ngga usah pake. Masker kain kusut atau kotor semua, ya tinggal pakai masker disposable. Pengen bikin mie, ya tinggal bikin pas ngga ada anak-anak atau pas udah pada tidur, udah punya alat masak alakadarnya. Pas pengen ngga ngapa-ngapain, ya tinggal lakuin aja, fasilitas tersedia. Pas pengen baca-baca, ya tinggal ambil buku atau buka aplikasi yang dimaui. Pengen nyusoh ya tinggal nyusoh. Hidup yang sangat indah, nyaman, mudah. Meskipun kurang teratur, kurang ideal di mata orang, tapi bagiku yang menjalaninya, sangat menyenangkan.


Sampai pada suatu hari aku pulang untuk kontrol lalu bercengkrama dengan orang rumah. Gantian, satu persatu seperti biasanya. Lia dulu, terus Pipi. Lalu bapak pulang, dan kami bicara seperti biasanya di teras rumah Mbah. Tapi kali ini topiknya ngga biasa. Awalnya sih ngalir. Tapi kemudian bapak nanya, apakah aku belum mikir nikah.


Oh ya jelas sudah pernah mikir, selalu mikir, sampai stres sendiri dan akhirnya aku memilih berhenti mikir. Toh hidupku sudah nyaman.


Tapi kemudian bapak menunjukkan sudut pandang nya. Bapak sudah tua. Aku juga sudah tua. Bapak sudah nggak pengen apa-apa, cuman pengen seperti normalnya orang seumuran beliau: lihat anak-anaknya mentas, pada nikah, terus bapak nimang cucu.


Ya Allah aku nggak kuat. Harapan itu sangat sederhana. Tapi kok sepertinya berat sekali bagiku untuk mewujudkan itu.


Harus bagaimana lagi aku? Sudah pernah ku kerahkan semua usaha. Tapi aku lelah dengan semua usahaku yang rasanya sendirian ini. Dan aku sudah senang dengan semua kemewahan yang ku miliki sekarang.


Ah aku baru ingat. Allah Maha mengabulkan jika Dia berkehendak. Sudahlah, pasrah saja. Turuti apa maunya Bapak. Agendakan. Bismillah, liburan Desember (semoga libur) capcus ke Blitar. Sungkem sama Ibuk. Sekalian sampai clear ngga ya? Kayaknya belum bisa sampai clear. Pasti bakal lama banget, penuh emosi, rawan saling salah paham.


Sebenarnya aku masih enggan. Ibuk sedang bahagia dan berbunga-bunga dengan dunianya yang sekarang. Tentu kontras dengan kondisi sebelum-sebelumnya. Ibuk sekarang bebas sebebas-bebasnya jadi diri sendiri. Yang aku khawatirkan, kontrol diri kami saling tidak bisa jalan. Seperti dulu-dulu. Karena tampaknya Ibuk sudah lupa dengan kondisi ku yang berbeda ini.


Tapi aku anak yang sudah dewasa. Aku yang harus bisa membawa diri dan menempatkan posisi. Biarlah. Desember masih lama. Yang akan terjadi, terjadilah. Sambil aku menyiapkan diri, melatih kedewasaan tutur dan sikap. 


Ini agenda besar. Oktober-November-Desember. Yang penting berangkat. Sungkem. Masalah sampai clear apa enggak nya lihat sikon di sana. Maksimal 3 hari di lokasi. Bagi waktu buat Klaten dan Jogja, kalau bisa malah ke Tangerang juga. Kesempatan main kan nggak banyak. Mumpung pas ada, Sekalian aja kalo bisa.

ODGJ di Mata Macam-macam Manusia

Ada banyak Orang Dengan Gangguan Jiwa terlunta-lunta di jalanan. Entah bagaimana mulanya, sampai kemudian mereka terpisah dari keluarganya, atau dibuang? Aku ingin bicara soal pahitnya stigma.


ODGJ ini, banyak sikap yang ditunjukkan manusia ketika melihat mereka. 


Ada orang yang jijik melihat ODGJ, ada yang takut, ada yang menjauhkan anaknya jika ada ODGJ di dekat mereka, ada yang lari atau mempercepat jalannya jika ada ODGJ. Ada yang menertawakan, ada yang mengejek, ada yang melecehkan, ada yang memperkosa wanita ODGJ karena dia tidak sempurna akalnya dan mudah untuk 'dikerjai', ada yang melempari batu, ada yang ngomongin di belakang, ada yang membiarkan saja karena tidak punya hubungan apa-apa. Ada lagi yang memberikan makanan seadanya, memberi baju ganti, ada yang membersihkan mereka dengan tangannya sendiri: keliling, bawa gunting rambut/alat cukur, pemotong kuku, dan perlengkapan bersih diri, juga baju baru; sengaja mencari orang yang terbuang itu, mereka rawat. Ada yang menyediakan dirinya, rumahnya, hartanya, untuk merawat mereka, mengobatkan mereka sampai pulih dari sakit jiwanya dan bisa hidup normal (meskipun memang penyakit jiwa itu rata-rata kronis, lama, perlu waktu tahunan untuk memulihkannya. Dan ketika pun pulih, ODGJ mungkin selamanya tidak akan pernah sama lagi dengan dirinya sebelum anugerah skizofrenia itu dia terima.)


Ada banyak sikap orang jika di sekitarnya ada orang dengan sakit mental. Dan sikap itu menunjukkan seberapa kualitas dirinya.


Terima kasih, Allah. Segala yang dari-Mu adalah yang terbaik untuk ku. Aku jadi tahu, apa-apa yang sebelumnya Kau sembunyikan dari tangkapan mataku. Terima kasih, Kau selamatkan aku dari yang tidak baik bagiku. 




Jumat, 10 September 2021

Nasi Megono

Pagi ini sarapan kami di pondok adalah sekul/sega/nasi megono. Makanan istimewa, karena masaknya butuh effort yang tidak biasa. Lama, kata ibu dapur tadi.

Pernah dengar, konon menu makanan ini ada sejarah nya. 

Kamu tahu kan, petani? Kerja di sawah, panas-panasan, peras keringat habis-habisan, mengeluarkan banyak tenaga, demi ketersediaan bahan pangan di dapur-dapur kita. 

Biasanya, para lelaki petani ini, pada siang hari dikirimi makan siang oleh istrinya atau anggota keluarga nya. Bisa kamu bayangkan, siang terik, membawakan makanan, jalan di pematang sawah? Itu juga bukan hal yang semudah membalikkan telapak tangan.

Kalau misal nih, menunya dibuatkan sayur berkuah, seperti sop, sayur bening, bobor, atau sayur asem. Cukup berisiko tumpah, ya kan? Apalagi kalau musim tanam dan musim panen, yang biasanya digarap bersama oleh banyak orang. Inilah salah satu wujud budaya gotong royong Bangsa kita. Tapi, mengantarkan makanan untuk orang sebanyak itu, bukankah repot juga kalau menunya berkuah?

Maka, dibuatlah inovasi berbasis kearifan lokal: nasi/sega megono. Nasi putih yang gurih dan lezat sekali karena diudak di dandang langsung bersama sayur dan lauknya: sejenis urap dan teri. Ada pelengkap misalnya gorengan tempe, peyek, dll. Biasanya para wanita mengantarkan nya dengan cara digendong menggunakan bakul.

Kalau menu dapur IF pagi ini, pelengkap nasi megono nya ada kering tempe kriuk (favorit ku), peyek ikan (tidak tahu namanya), dan sepertinya ada telur juga, hanya saja waktu aku ambil subuh tadi, masih diiris-iris telur dadar nya, belum ready.

Dengan konsep menu yang unik ini, membawakan makanan ke sawah menjadi lebih praktis. Ya, meskipun masaknya lebih repot juga. Sangat padat, mengenyangkan, dan bergizi. Cocok sekali untuk para petani yang pekerjaannya membutuhkan banyak kalori. Cocok juga untuk para pelajar, yang pada masa pertumbuhan nya memeras otak untuk belajar. Belajar kan bikin lapar, ya nggak? Proses pertumbuhan juga butuh nutrisi yang cukup. Makanya FM rame, kantin laris. Dapur pun selalu ngebul.

Kuliner ini belum pernah kutemui di Klaten, Jepara, Solo, apalagi Timor-Timur. Pertama kali aku mengenalnya adalah saat acara LTN NU di Pekalongan. Waktu itu aku penasaran, tapi baru tanya-tanya dan belum berani mencicipi. Aku mulai merasakan nikmatnya nasi megono itu di Magelang; sepotong surga di bumi: Pesantren Ihsanul Fikri (Mungkid) tempatku mengamalkan ilmu sekaligus mengais rezeki. 

Awalnya jujur terpaksa aku memakan nya, karena tidak ada pilihan lain. Tapi sekali mencoba, ternyata aku langsung suka. Nasi megono. Ini sungguh lezat. Kalian harus coba! Yakin.

Senin, 23 Agustus 2021

Datangnya Kawan Lama

 Ya Allah. Seperti itulah masa lalu ku. 

Aku pernah ngajak janjian di rumpun pisang belakang sekolah. Batal karena malu, suratnya dibaca teman-teman sekelas.

Aku pernah ngasih kado ulang tahun, isinya Qur'an dan kamus Inggris Indonesia. Ditolak mentah-mentah. Bertahun kemudian, ditinggal nikah.

Aku pernah ngajak kopi darat jaman pertemanan SMS-an. Menjadi pelajaran hidup, bahwa tidak semua orang bisa memahami maksud kita. Dan selalu ada orang yang bertolak belakang dengan cara pandang kita.

Aku pernah membayang-bayangi hidup orang dengan pesan-pesan kaleng. Lalu kuhentikan. Bertahun kemudian, aku mengaku dan mengiriminya puisi penghabisan. Lalu didiamkan, dan aku pun mundur.

Aku dulu begitu. Ya Allah, jika semua itu salah, aku mohon ampunan. Jika semua itu jahil, aku mohon ilmu dan akal sehat untuk selamanya. Jika semua itu nista, aku mohon disucikan dari semuanya. Jika semua itu hina, aku mohon dimuliakan Rahmat-Mu Yang Maha Cinta.

Aku bukan menyesali perbuatan yang mengatasnamakan cinta. Tapi aku takut sepenuhnya pada penilaian Mu saja. 

Ya Allah, mohon beri kesuksesan dunia akhirat untuk mereka semua. Dan mohon jaga iman hamba, jangan biarkan iman ini lepas ya Allah. Beri hamba nikmat taubat nasuha sebelum maut menyapa.

Ya Allah.. tadi Nunung teman 3f espero datang. Dengan tujuan utama menitipkan amanah untuk kubantu salurkan. Menyelipkan kabar Rindi sudah sukses sekarang. 

*Pas Rindi nikah, aku sempat tahu. Kata temen-temen cewek, aku diundang. Bahkan..Diajak berangkat barengan. Sayangnya.. Waktu itu aku sibuk.. Ngga bisa datang.. (karena sibuknya adalah: Sibuk mendamaikan perasaan.)

Ya Allah.. satu kalimat terakhir itu.. mengantar ku pada banyak ingatan. Terima kasih Ya Allah, atas teguran Mu yang teramat lembut ini. Ampunilah segala dosa yang telah hamba buat Ya Allah. Ampunilah hati yang tak terhijabi ini. Ampunilah ya Allah.. Ampuni hamba Ya Allah..

Matikan hamba dalam keadaan yang baik Ya Allah

Minggu, 22 Agustus 2021

Semacam Insecure

Ya Allah, siang ini hamba Merasa sedikit tidak nyaman di hati. Hamba menyaksikan teman-teman hamba, di usia yang hampir sama dengan hamba, mereka, pada akhir pekan nya, satu persatu memposting apa-apa yang mereka masak dan kreasikan untuk keluarga nya.

Ada yang bikin pentol balado, pempek ikan pindang, donat menul, puding pisang, cilok dan dimsum sayur, ayam rica lada hitam, Chocolate melt, pokoknya segala sesuatu yang beda dari hari-hari biasanya.

Apakah itu refreshing ala mereka, Ya Allah? Kenapa aku merasa berbeda, Ya Allah? 

Akhir pekan ku berjalan menyenangkan di atas kasur. Ikut Zoom kelas Women in Marriage, Seminar dan Praktik Relaksasi Dzikir dan Positif Self Talk, Webinar Psikoterapi Islam sesi 2, Zoominar Keuangan Keluarga. Di sela-sela pekerjaan yang masih harus dijalankan di akhir pekan: ngurusin anak-anak, sebagai musyrifah di asrama. 

Semua berjalan menyenangkan, sampai aku melihat status-status mereka yang tampak sangat Bahagia, berhasil menghadirkan menu istimewa di hari libur, untuk keluarga mereka.

Ya Allah, memasak itu sulit bagiku. Dan biasanya, setiap kali aku masak, ada saja yang dicela dari masakan ku, atau dari caraku memasak, caraku mengupas, caraku memegang pisau atau munthu atau serok.

Bahkan seperti sekarang. Aku ketrigger untuk masak kan. Mumpung nanti sore ada rencana pulang. Mumpung juga ada bumbu tomyam yang belum sempat kemasak. Tapi nyari bahan saja berat. Nanti pasti kalau sudah pulang, males mau keluar belanja bahan masakan. Sempat madik-madik ke teman kerja yang jualan ayam. Ternyata ngga kepeneran, beliau jualnya ayam kampung premium. Uangku terbatas. Lagipula untuk sekedar coba-coba kayak gini, mendingan kan pakai ayam negeri yang biasa aja. Tapi jadinya belum dapat bahan apapun. Baru tahap pra belanja saja aku sudah semacam Insecure.

Kalau ke warung... Sedikit trauma apa ya. Sempat dulu dicurigai orang kalau aku hamil. Padahal belum pernah ada kabar keluarga ku mantu. Ya emang aku makin gemuk sekarang, bentuk perut jauh dari ideal. Waktu itu sih aku berhasil membawa diri, tak tanggepi santai gitu. Tapi ternyata, sampai bertahun-tahun kemudian, badan semakin mekar, mau ke warung, kok masih ada rasa khawatir kalau lagi-lagi bakal disangka hamil.

Ya Allah. Ketika di asrama pun. Karena setiap hari dimasakin. Motivasi ku memasak semakin nyungsep. Rasanya semacam Insecure setiap kali tetangga asrama di bawah asrama ku memasak. Aku selalu tahu, karena aroma bumbu yang lagi ditumis Rosa, pasti naik ke asrama ku. Rasanya tuh langsung, "Duh kapan ya aku mau masak lagi..? Kapan ya aku bisa sesemangat dia? Kapan ya aku bisa meluangkan waktu untuk melatih motorik memasak?"

Di banyak waktu luang, seringkali kualokasikan untuk lihat contoh contoh video memasak. Sepertinya gampang. Sepertinya aku bisa. Tapi nggak tahu kapan aku eksekusi nya. Dan ngga ngerti, apakah bisa memuaskan rasanya nanti.

Mungkin sawang-sinawang, Ya Allah, ya..? Mereka yang sudah rempong itu.. mungkin mereka rindu aktivitas yang seperti ku. Sedangkan aku, yang sudah nyaman begini sebenarnya, malah insecure lihat keterampilan, kebanggaan, kesuksesan sederhana mereka.

Ya Allah.. izinkan nanti atau besok, aku bisa merasakan tomyam itu seperti apa, dari hasilku coba-coba masak sendiri. Meskipun bumbunya pakai yang sudah diracikkan sama ibunya Kintan.

Di luar itu semua Ya Allah, hamba bersyukur pada Mu.. Hamba masih Kau beri kebebasan untuk melakukan apapun yang baik yang hamba inginkan. Terima kasih Kau masih berikan hamba pilihan untuk sepenuhnya menguasai diri hamba.. mengoptimalkan segala potensi untuk memperbaiki dunia.. untuk memberikan yang sebaik-baiknya bagi mereka yang hamba cintai.

Ya Allah, hambaMu ini sedang rindu curhat padaMu. Tiada tempat curhat sebaik Engkau, ya Rabb, Ya Rahman, Ya Ghaniy.. Mohon rezekikan apa-apa yang hamba butuhkan, dan rizkikan pula apa-apa yang hamba semogakan.. Aamiin.


Sabtu, 31 Juli 2021

Sekali-kalinya Datang ke Nikahan Sodara

Memang ya. Tidak baik berkomentar seenaknya dan setahunya tentang keluarga, ataupun mantan keluarga orang lain. Dampaknya bisa fatal. Kita menyimpulkan, hanya sebatas secuil kulit luar nya saja. Padahal kulit itu masih lebar sekali, masih belum daging dan tulangnya.

Baru aku tahu, rasanya mendengar komentar orang yang sok tahu itu sakitnya seperti ini. Baru aku mengalami, lidah tak bertulang itu segininya menyakiti. Aku terlalu polos sebelum ini. Dan duniaku biasanya terlalu indah, tidak mencerminkan dunia nyata yang wajar saat ini.

Ah, wajar? Aku tidak mau mewajarkan sebuah kesalahan. Salah ya tetep salah. Semoga Allah lindungi aku, Allah jaga aku, agar aku jangan sampai menyakiti orang lain dengan lidahku.

Rabu, 28 Juli 2021

Aku Rindu Edelweiss dalam Diri ku

A Brand New Habit

Aku sedang mencoba memulai kebiasaan positif baru: membuat list Agenda Prioritas pekanan dan harian. Sudah ku mulai sejak Senin kemarin. 

Aku ingin mencoba menilai pencapaian ku sendiri. Selama ini kukira aku sudah hebat. Padahal banyak sekali batu-batu kecil yang terabaikan pada kenyataannya. Aku terlalu cuek pada lingkungan, dan terlalu fokus pada apa yang sedang ada di pikiran ku, batu-batu yang ku anggap besar itu. Akibatnya, aku tidak seimbang, belum bisa tuntas dalam kehidupan. Terlihat tidak mandiri, berantakan, egois, dan kurang peduli.

Fatal. Semua itu justru diri ideal ku. Kalau itu semua negatif, otomatis kalau dibiarkan terus terusan, citra diri ku akan jadi negatif. Padahal sebagian orang mengenal ku sebagai sosok pembelajar lah, semangat lah, prestatif lah, percaya diri lah. Mereka tidak tahu dalam dalamnya aku.

Sudah setahun ini Bu Asfi mendorong ku untuk melakukan ini. Kebiasaan positif membuat daftar agenda harian. Tapi kendalanya karena pakai buku agenda batik gelatik gitu, mana guedhe. Sering suka ketlisut, lupa, ketinggalan, dan sebagainya.

Tapi aku lihat-lihat, sejak awal kuliah, Lili adikku suka melakukan ini juga. Tapi lebih canggih. Dia pakai note HP. Kalau ada agenda mendadak, tinggal diselipkan di tengah-tengah. Kalau sudah terlaksana, tinggal dicoret/dikasih tanda. Langsung terasa gitu evaluasi diri nya.

Eh kemarin kok tiba-tiba aku tergerak membuat juga. Dan lalu setelah membuat list, kok rasanya puas dan tertantang. Kemudian aku menetapkan nya sebagai habit baru ku. Insyaallah. 

Semoga lancar, Istiqomah, dan berdampak positif.

Sabtu, 24 Juli 2021

Lelah Kami Lunas: Tugas Kedua Psikologi Perkembangan

 Makasih ya Allah.. jerih payah kami terbayar lunas. 


Terima kasih atas nikmat teman kelompok tugas yang asyik dan bisa diajak kerja sama betulan. Terima kasih untuk malam-malam produktif yang menyita banyak jam tidur. Terima kasih. Aku merasa hidup. Aku merasa berarti. Asyik sekali mengerjakan tugas ini.


Dan segala puji hanya bagi Mu, di akhir presentasi, dapat apresiasi dong dari Bu Hanifah dosen favorit ku. Katanya pasangan tim 4A dan 4B ini yang paling lengkap kontennya, padat ilmu, dan kritis telaah nya, dibandingkan dengan kelompok kelompok yang sudah presentasi kemarin kemarin. Dan kelompok 5 pekan depan diminta meneladani kami.


Uuuh ya Allah, rasanya legaaaa.. Totalitas nya kami mengerjakan tugas ini, rupanya Engkau beri hasil terbaik. Aku langsung mengabaikan 3 temanku yang sambil presentasi sempat cekikikan menertawai dirinya sendiri. Dan 2 teman lain yang nggak kebagian waktu untuk mempresentasikan hasil observasi yang 5 responden lagi.


Ariva paling responsif, bertanggung jawab atas makalah.


Isma juga aktif sekali, bersama Nadya (Nadya awalnya tidak terlalu sering muncul di grup, tapi menjalani tugas secara japri, mungkin awal-awal masih pemalu) bertanggungjawab mencarikan materi/referensi untuk konten makalah.


Lia responsif, bertanggung jawab atas slide presentasi. 

Ini bagian paling bikin deg2an, bisa selesai tepat waktu atau tidak. Soalnya makalah nya juga jadinya mepet. Lembur semalaman mereka.


Aku aktif bagian yang memancing respon teman-teman sejak jauh-jauh hari, ngopyak-opyak setiap progres, dan bertanggung jawab atas observasi 4 orang dewasa awal. Sebenarnya awalnya ada 5 calon responden, tapi yang 1 telat banget merespon, sudah mulai dipresentasikan, eh dia baru mulai menjawab 1 demi 1 pertanyaan wawancara ku.


Shibaa responsif, bertanggungjawab atas observasi 2 responden dewasa madya. Masyaallah sekali, lagi ngga ada laptop, dia tulis tangan dong laporan nya. Ketika menyadari bentuk laporan nya kurang sesuai dengan format yang diminta, dia revisi dong. Tulis tangan lagi, dengan amat rapi. Total 6 halaman buku tulis. Setelah itu Isma yang bantu mengalihmediakan laporan Shibaa.


Anisa agak telat respon, sudah menjelang deadline baru buka grup tugas. Tapi setelah itu langsung aktif sekali. Dia sukses bertanggungjawab atas observasi 1 responden perempuan yang anaknya banyak. Dalam waktu yang sangat terbatas. Dan dia yang bikin rapat fiksasi pembagian tugas presentasi kami jadi efektif dan cepat clear.


Terima kasih Ya Allah. Tugas kali ini sungguh memberi ku pengalaman untuk belajar bekerja sama dengan efektif. Kelompok kami leaderless, tapi bisa kerjasama efektif dengan hasil outstanding. Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah. Semoga di kehidupan nyata di tengah masyarakat, aku bisa menerapkan ini juga. Dan di kehidupan rumah tangga kelak, semoga lebih baik lagi daripada ini.

Btw tugasnya adalah: menyusun makalah tentang karakteristik dan tugas perkembangan masa dewasa awal dan dewasa madya, observasi minimal 3 orang responden sesuai rentang usia yang diminta, lalu membandingkan hasil observasi itu dengan teori di makalah; dipresentasikan. Seru!

Kamis, 22 Juli 2021

Idul Adha Paling Bahagia

Sejauh ingatanku, Idul Adha kali ini, 1442 H, adalah hari raya paling bahagia untuk ku. Baru sekarang aku merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya pada sebuah hari raya. Sebagai seorang individu mandiri. Yah, mungkin dalam beberapa hal, aku memang terlambat dewasa.

Idul Adha biasanya bagiku identik dengan capek, pagi-pagi harus pakai baju bagus, jalan jauh ke masjid Jami, ngelewatin rumah rumah orang tak dikenal; ketemu banyak orang tak dikenal; kerja bakti bersama ibu-ibu yang pasti disambi ghibah, ghibahin orang yang tak kukenal pula; makan bersama warga dengan menu daging yang dimasak jadi menu yang tidak kusukai: gulai; bau daging di mana mana, dapur nglinyit, cucian piring semuuua gupak lemak daging; gajih yang disimpan sampai lama; ngobori kompor tungku kayu api, lama sekali; kulkas bau nauzubillah; tempat sampah lebih kotor dari biasanya; repot sekali Bapak-Ibuk masak daging macam-macam yang aku nggak ngerti gimana cara bantunya, dan jijik juga ngebayangin ngolahnya; makan enak memang, menu daging, tapi harus nasinya banyak dengan lauk sedikit sedikit supaya hemat, supaya serumah semua kebagian dan tahan untuk beberapa hari.

Semuanya kesannya negatif. Dan aku menjalani semuanya masih sebatas bentuk rasa tanggung jawab ku sebagai anggota masyarakat. Bukan sebuah kesyukuran, kebahagiaan, dan perayaan yang aku sendiri menikmatinya.

Baru kali ini, aku merayakan Idul Adha dari hati. Bahagia itu baru muncul di hatiku sendiri.

Ya Allah, aku baru sekarang bersyukur pernah punya keluarga lengkap, dengan jumlah anggota keluarga banyak: 8 orang. Baru sekarang aku menyadari nikmatnya makan berbagi, sedikit sedikit yang penting rata. Baru sekarang aku menyadari betapa repotnya Bapak-Ibuk masakin berbagai menu daging yang menyesuaikan selera setiap anaknya. Betapa nikmatnya makan sate goreng dengan potongan kuecil-kuecil sesendok sayur mungil, untuk nasi sepiring besar, tapi makan bersama, bapak ibuk aku dan 5 adik.

Aku dulu, yang jijikan itu, tidak pernah membayangkan kalau suatu saat di masa depan, Bapak dan Ibuk ku akan berpisah. Aku juga tidak pernah kepikiran kalau di usianya yang masih sangat muda, adikku sudah akan berpulang duluan menghadap Nya. Aku tidak pernah mengira sebelumnya, di suatu hari raya, yakni tahun ini, keluarga kami akan terpencar sekian jauhnya. Bapak di Klaten sama Lia dan Pipi, Ibuk di Blitar sama suami barunya, aku di pondok IF Mungkid Magelang, Yayik di alam kubur (allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu'anhu), Mama memilih lembur di Tangerang, dan Lili dengan segudang kesibukannya di Jogja.

Tapi Ya Allah, baru sekarang juga aku merasakan senangnya keluar dari isolasi mandiri, dan diperbolehkan kembali bertemu dengan manusia sehat, tepat pada hari raya. Boleh shalat Ied, meskipun aku malah datang terlambat karena miskomunikasi. Sampai di lokasi, pada jam yang disebutkan Pak Mudhir pondok di grup, eh lha kok sudah khutbah. Jadinya cuman berdiri di luar ndengerin khutbah, jaga jarak dari ibu-ibu yang lagi haid sambil momong anak (karena Aku masih baruuuuu banget keluar dari area isolasi. Masih harus diwaspadai).

Baru sekarang aku merasakan senangnya hari H Idul Adha nyate bareng temen temen pengasuh dan musyrifah; mulai dari nyuci daging, motong2, sampai ngipasin sate di panggangan arang. Baru sekarang aku puas makan sate sampai kenyang. Biasanya dijatah, lima-enam tusuk sate kambing setahun sekali, dibagi untuk dua kali jadwal makan. Jadi makan sepiring besar nasi dengan dua atau tiga tusuk sate. Sekarang aku bisa makan sate banyak, selain bikinan kami sendiri, juga ngincipin sate bikinan anak-anak yang dilombakan; tanpa nasi bahkan, itu saja bisa sampai kekenyangan.

Baru sekarang, aku merasakan senangnya kerjasama ngurusin qurban di hari tasyrik Pertama. Aku nggak modal apa-apa, cuman bantu megangin daging, temen yang ngirisin misahin koyor nya. Bantu-bantu masukin ke plastik, nimbang, lalu mbungkus pakai plastik luar yang berlabel yayasan. Senangnya bisa ketemu teman-teman karyawan yang jarang ketemu karena beda unit, tapi aku kenal dan aku tahu persis hubungan di antara kami. Kerjasama yang lebih banyak tangan yang kerja dibandingkan mulutnya. Canda-canda sederhana sesekali yang meringankan capek di badan.

Baru sekarang juga, hari tasyrik kedua, aku memilih terjun ke area "jerohan" sapi. Bagian tersulit di antara berbagai opsi yang bisa ku ambil. Geli sendiri karena ngga bisa ngasah pisau, ngga berhasil motong koyor. Akhirnya dikasih job yang gampang, masukin jerohan ke plastik. Kujalani sepenuh hati, memastikan komposisi koyor, gajih, ati, jantung, paru, dan kerongkongan lengkap di setiap plastik nya. Sambil sepenuh tenaga ngebarisin plastik jerohan biar gampang ngitungnya. Berusaha mengimbangi gesitnya guru Ikhwan yang nanganin pemotongan koyor dan gajih, yang posisinya tepat di depan ku. Lalu tiba-tiba aku ngos-ngosan. Apa kayak gitu tadi ya yang namanya sesak nafas? Aku pun berhenti sejenak menormalkan badan. Tapi kemudian, area kerjaku tadi sekarang tidak muat lagi. Lalu aku ganti job lagi: mbukain plastik wkwkwk. Lucu sekali. Satu-satunya keahlian ku hari ini, di area jihad pemotongan dan pengemasan jerohan, adalah mbukain plastik! Sama ngebarisin dan ngitungin jerohan terkemas. Tapi aku tahu, kontribusi ku tadi lumayan mengefektifkan pekerjaan. Dan kesadaran ini membuat ku bahagia. Aku merasa berharga. Walaupun setelahnya, sekarang aku sakit, meriang nggreges-nggreges. Kecapekan, keringetan, masuk angin, dan sepertinya, kolesterol naik.

Baru kali ini, rasanya bahagia betulan dapat daging, hasil kerja keras mbagi sebelumnya. Banyak, dan masih bingung mau diapakan. Tapi senang. Jerih payahnya terbayar lunas. Dan di hati tuh rasanya puas.

Terima kasih Ya Allah atas idul Adha 1442 H kali ini. Hari raya betulan. Makan-makan enak beneran! Alhamdulillah bini'matihi tatimus Shalihaat..

Kamis, 15 Juli 2021

Isoman Hari ke 6 di Yayasan

Allahumma inni as-alukal Huda, wat-Tuqa wal 'afafa wal ghina


Ya Allah Rabbi, nama itu melintas lagi. Masih. Lagi-lagi.

Sampai kapankah ini harus terus ku alami? Ini menyiksa diri ku sendiri.

Ya Allah, aku mohon perlindungan dari nafsu ku sendiri. Aku mohon ampun dari pikiran-pikiran yang merusak hati. Aku mohon jalan keluar terbaik dari perangkap perasaan yang menipu ini.

Sudah cukup aku buang waktu, energi, air mata, dan segalanya, untuk dia yang bukan siapa-siapa. Berikanlah yang terbaik untuk nya, dan gantikanlah yang lebih baik lagi untuk ku, Ya Allah.

Ini semua melelahkan. Penantian dan kekosongan ini sudah sangat panjang. Engkau saksinya, aku habiskan waktu yang ku luangkan, khusus untuk mempersiapkan. Tapi kenapa masih bayangannya saja yang datang?

Aku memang lemah Ya Allah. Aku memang bodoh. Aku memang naif.

Ujian ini berat sekali Ya Allah. Mohon luluskan aku. Luluskan, dan naikkan derajat ku, Ya Allah. Gantikan segala yang memerihkan ini dengan pahala yang banyak. Dengan kebaikan yang besar di masa depan ku nanti.

Allahumma inni as-alukal Huda wat-Tuqa wal 'afafa wal ghina

Engkau saksinya Ya Rabb, betapa aku berusaha menjaga. Engkaulah saksi ku Ya Allah. Dan Engkaulah penjaga ku. Jaga aku Ya Allah. Lindungi hatiku dari segala yang merusaknya, dari segala hal yang mengganggunya.

Allahumma inni as-alukal Huda wat-Tuqa wal'afafa wal ghina. Aamiin.

Minggu, 20 Juni 2021

Standar Tinggi?

Aku mencari yang tidak perlu berubah. Cukup apa adanya dia saat kami dipertemukan Nya. Sekaligus mencari dia yang begitu juga memandang ku. Cukup baginya, apa adanya aku, saat itu.

Dengan demikian, kami akan cukup puas satu sama lain. Tidak perlu menuntut pasangan nya berubah.

Sepanjang aku belum menemukannya, aku cukup bahagia dengan diriku yang sekarang. Aku cukup menyibukkan diri dengan Segala sesuatu yang kusukai. Dan aku memang masih sibuk menjadi diri terbaik versi ku sendiri.

Siapapun kamu nanti. Semoga saat itu akan datang; saat terbaik, dimana kita sudah sama-sama jadi versi terbaik diri kita. Pada saatnya, pasti Allah akan pertemukan kita. 

Aku masih optimis. Kalau tidak dipertemukan di dunia, akan dipertemukan di surga. Tinggal aku usahakan saja supaya aku cukup layak dirahmati Allah masuk surga, dan ngga usah lama-lama dicuci di neraka. Supaya bisa cepat ketemu sama Dia.

Ya, boleh saja kalau orang bilang aku pilih-pilih. Tapi pengalaman telah membuktikan, lebih baik terlambat tapi dengan orang yang tepat, daripada disegerakan tapi dengan orang yang tidak tepat. Neraka dunia taruhannya.

Aku punya kondisi ku sekarang, punya serangkaian masa lalu, dan aku percaya aku punya masa depan. Aku tidak mau berubah hanya demi seseorang. Cukup bagiku berusaha jadi versi terbaik diriku, dan insyaallah pasti akan ada yang menghargai itu: apa adanya diriku.

Tidak hanya sekali, aku ditolak. Dan tidak cuma sekali pula aku menolak. Fair kan? Padahal yang penting adalah gimana caranya supaya setuju, bukannya saling menolak/ditolak. Masalahnya, susah menjelaskan semua standar ini. Mau dijadikan buku, subyektif sekali juga nanti jadinya. Dan aku malah takut jadi salah, karena memaksakan standar yang kuanggap benar itu, dipakai juga oleh orang lain.

Senin, 14 Juni 2021

Malam Ciwi-Ciwi di Jogja

Maaf Bapak.. kalau selama ini kita pernah pergi bareng, Bapak udah kecapekan, dan anak-anak tak tahu diri ini masih full charge.. Aku sungguh tidak sadar sebelum malam ini. Betapa usia berbanding terbalik dengan stamina. Apalagi untuk orang yang nggak pernah olahraga.

Sejarah malam ini. Menyusuri jalanan Malioboro sekitar 500 meter saja, di saat aku sudah kehabisan energi. Bersama mereka, manusia kalong yang memang hidupnya di malam hari, dan tidur selama ada matahari. Good. Nangis diam-diam. Kaki gempor, panas. Untung udah minum obat jauh sebelum berangkat. Dan Alhamdulillah asam lambung karena kepedasan makan mie setan Gacoan level 6 tadi siang, sudah teratasi setelah ngunyah promaag 2 butir.

Kami meninggalkan kos baru Lili jam 21.34 dan sampai di kos lagi jam 23.30an. Senin 14 Juni.

Kamis, 10 Juni 2021

Retoris

Maafkan aku yang tidak sempurna.

Maafkan aku yang terlalu idealis.

Maaf.

Mungkin harus begini ya, supaya hidup kita genap.


Beruntung sekali kalian yang punya orang tua lengkap sepasang saja hingga akhir usia kalian.


Mengapa di dunia ini harus ada rahasia?

Mengapa?


Mengapa dalam hidup banyak sekali hal yang berbeda?


Mengapa orang tidak mau belajar dari pengalaman?


Mengapa aku selalu salah?

Mengapa maksudku tidak pernah dipahami?


Mengapa aku tidak bisa menanyakan ini Semua pada siapapun?


Mengapa orang begitu egois?


Mengapa aku tidak pernah benar?


Mengapa hidup harus menjadi rumit?


Mengapa orang tidak bisa memaafkan?


Mengapa hari ini teramat sangat panjang?


Mengapa tak ada yang boleh ku percaya?


Mengapa pilihan ku selalu salah?


Mengapa dunia seperti masih baik-baik saja?


Pecah!

Pecah hatiku!

Biarlah!

Tak usah pedulikan lagi!

Buat apa, jika kau tak dihargai?


Besok, pergi!

Senin, 24 Mei 2021

Beneran Cuman Sakit Lapar

 Tadi malam aku baru bisa tidur jam 12 lebih. Lalu bangun menjelang adzan subuh. Langsung prepare buat berangkat, mandi, packing-packing, nyeplok telor, sarapan nggaya pake nasi 🍚 sedikit. Kacamata udah disiapin sejak semalam, jadi aman. Tapii... Habis itu nyari helm, kan. Ternyata helm nya positif beneran ilang.. huhuhu.

Maka kuputuskan untuk beli helm baru.. mumpung dapat rezeki nomplok uang saku dari bapak, banyak. Mungkin Bapak mengkompensasi uangku yang hilang tempo hari. 

Menyusuri jalan dari Pokak, mampir ke Danang ngisi bensin 10.000 doang sama beli air minum botol besar, menuju Pedan, muter-muter, masih kepagian, belum ada toko helm buka, pet shop juga. Kuputari sekali lagi jalan tembus dari Tambakboyo menuju Kedungan. Eh Alhamdulillah ada toko helm yang baru mau dibuka. Rak-rak nya belum sampai dipajang keluar. Aku masuk. 

Ada dua pilihan helm yang ditawarkan, karena aku langsung menanyakan yang murah. 75.000 dan 150.000. Ku coba, ku timbang-timbang, akhirnya aku pilih yang 150. Lebih bagus. Ku coba ngecek ulang pet shop, tetap masih belum buka. Yaudah, beli Maxi dry foodnya kapan-kapan aja. 

Aku balik kanan. Memenuhi tangki bensin. Menuju makam Yayik. Mendoakan sebentar. Cerita-cerita sebentar. Lalu pamit dan langsung menuju Magelang.

Beberapa kali lampu merah lama, aku minum sepuasnya. Di setelah Prambanan, ada tenda ⛺ semacam posko mudik polisi, atau mungkin penyekatan mudik. Di 100 meter setelah gapura selamat datang Jawa Tengah (Magelang), ada plang bertuliskan penanda penyekatan mudik.

Sampai IF, capek sekali rasanya. Kebelet pipis banget, langsung mampir KM SMA gedung akhwat. Menuju dapur IF, lokasi halal bihalal. Rupanya aku terlambat sekali. Sudah jadwalnya SMA, yang SMP sudah bubar menuju kantor masing-masing.

Ada Snack syukuran nikahnya mba Ima. Langsung salam salaman, maaf maafan. Lalu kerja. Dengan kepala cenut-cenut. Bikin soal angket, dalam 2 jam aku berhasil membuat 5 soal yang amat sederhana.

Makan siang di dapur bareng semuanya. Nggaya nasi 🍚 nya seuprit, sayur sop agak banyak tapi bukan porsiku. Soalnya keburu-buru. Dari awal aku niat pengen makan di dapur langsung. Tapi kok teman-teman rombongan ku yang ke dapur itu semua mbungkus, dimakan di asrama semua. Aku gojag-gajeg mau makan dimana. Akhirnya aku mbungkus deh. Karena aku masih lama, temen-temen tak persilakan duluan.

Ehh di saat aku tinggal mbungkus sayurnya, ternyata datanglah rombongan yang mau makan di dapur. Jadilah yang tak bungkus itu dialasi piring, buat tak makan di sana langsung. Sayur ku baru sedikit, tapi karena sudah keburu diantri rombongan panjang, yaudah, secukupnya itu aja. Aku makanlah dengan nikmat.

Tapi setelah balik ke kantor, jadi sepi, dan rasanya kok otak ku lebih kreatif memunculkan ide kalo mikir sambil ngetik di HP dalam posisi rebahan.. ketimbang duduk manis di depan laptop di kantor.

Jadilah aku ke kamar. Masih kotor. Kubersihkan. Kasur bantal kujemur di lapangan basket. Selesai 1 jam kemudian. Dengan gamis cantik basah kuyup karena keringat. Lalu aku ganti baju daster, istirahat, kipasan. Terasa sekali aku sakit kepala parah. Rebahan di lantai, masih sakit banget. Tak sambil liat video-video edukatif singkat yang menghibur. Wulan datang. Lalu kami mengobrol sambil ngemil kacang koro. Masih dengan kepala sakit.

Daster ku basah keringat. Ganti lagi pake daster satunya. Lanjut rebahan di lantai sama Wulan, sambil ngobrol diselingi nonton video. Kepala masih sakit banget. 

Langit mulai mendung, dan sebentar lagi asar. Saatnya mengambil kasur. Daster ku karena bawahnya ngatung, kudobeli gamis ijo yang niatnya mau dipakai besok. Terus Karena ngga punya tebah, guling dan bantal ku pukulkan bergantian ke kasur. Lalu kubawa naik ke hujroh Du2,5. 

Gamis ku lepas. Daster ku basah lagi. Kipasan lagi. Kepala tambah pusing sekali.

Adzan. Aku wudhu. Di perjalanan menuju KM, aku berubah niat. Mandi sekalian ah. Di KM, pusing sekali, aku takut apa kayak gini ya yang dirasakan Yayik di malam terakhir nya? Tapi kupaksakan mandi. Kusiramkan air pelan-pelan, bertahap dari kaki sampai ke muka. Wudhu. 

Sampai kamar, gantian Wulan yang ke KM. Aku ganti pakai daster yang sebelumnya, udah agak kering, tinggal lembab sedikit. Lalu kami sholat. 

Aku curhat soal sakit kepala parah ini ke Wulan. Aku curiga, apakah ini kurang gula. Secara aku hari ini capek, kurang makan, kurang tidur semalam. Terus mengecek persediaan bahan makanan. Ada mi goreng hype abis rasa pedas Korea. Air habis. Sejak bangun tidur sampai ashar, aku sudah minum 3 liter air putih, dengan 4x pipis. 

Kami berdua mengambil air ke dapur. Daster kulapis jaket, jilbab ijo yang mau dipakai besok. Habis ambil air, aku langsung bikin mie sambil menyingkirkan barang-barang supaya kasur habis ini bisa langsung digelar.

Mie matang. Aku makan. Usai makan, bikin wedang jahe instan. Langsung dihabiskan. Sakit kepala berkurang.

Ya Allah, ternyata beneran ini cuman sakit karena lapar. Huhuhu. Maaf badan, ku dzolimi seharian ini. Biasanya makan porsi besar, hari ini makan porsi kecil padahal aktivitas lebih berat daripada biasanya. 

Lain kali harus ku ingat-ingat nih, kalo mau habis liburan, sebelum waktunya balik, badan harus dikondisikan. Porsi makan dikurangi, biar nggak njeglek pas udah balik pondok. Jam biologis untuk tidur dinormalisasi. Biar hari hari awal kembali bekerja itu bisa bangun pagi dan stamina tinggi.

Ini aku belum mikirin soal angket lagi. Malah blogging. Ish ish ish...

Rabu, 19 Mei 2021

Gagal Fokus Penghujung Liburan

Aku lucu. 

Niatnya mau menggolkan makalah materi BK masa Pandemi ke prosiding nya lokakarya AKBIN Jatim. Awalnya tahu deadline mepet, sehari dua hari doang. Tapi masih nekat disela baca novel Selamat Tinggal-Tere Liye, ratusan halaman sampai tamat. 

Lalu memastikan ulang deadline yang dipertanyakan kevalidannya, langsung ke contact person. Ternyata, yang valid deadline nya masih 5 harian. Voila. Tambah ndadi. 

Malah nggladrah, dan mau bikin akun WA bisnis lah, mau bikin konten Instagram esai lah, mau ikutan WrC lagi yang grow intermediate lah, lalu mendadak tertarik baca-baca Islamic Finance gegara ditanyai ilil referensi pembicara yang ahli dalam bidang itu, dan aku secara spontan merekomendasikan teman lama di RZ apa ya kalo tidak salah. Pokoke pernah kenal.

Malah jadi kepo sama orang nya, hahaha, baca2 snap nya, dan ngalir browsing seputar UNDP+Indonesia+Unlocking yang dia rekomendasikan di snap nya itu. Harusnya sekarang kan aku lagi browsing jurnal seputar BK, Pandemi, dan semacamnya. Eh malahan sekarang blogging genti. Astaghfirullah. Fokus, fokus!

Apa kabar hafalan..??!!

Minggu, 02 Mei 2021

Pesan Kesan Mukhoyyam Qur'an Virtual Ramadan STIT 1442 H

 Seru banget. Sayangnya saya terlambat gabung karena agenda tidak sedang kosong di lembaga. Dan hari pertama kemarin sedang kurang sehat.


Saya malu banget pas lihat story' teman, dia ikut MQV dalam keadaan listrik mati, direwangi pakai lilin. Saya yang segala fasilitas tersedia, malah nggak ikut pas hari pertama.


Langsung deh ngejar ketertinggalan. Tapi ya tetep terlanjur ketinggalan jauh. Yang lain seharian kemarin berinteraksi dengan Qur'an, saya cuman tilawah alakadarnya, lupa kalau ada MQV karena berbagai agenda luring di depan mata.


Saya sudah pernah menghafalkan Ar-Rahman sebelumnya, sekitar 8-10 tahun yang lalu, sampai ayat pertengahan. Tapi karena ngga pernah dimurojaah, ngga pernah dipakai dalam salat karena takut salah, akhirnya berantakan. Lupa semua, yang sempat kepancing ingat, urutan ayat-ayat nya terbolak-balik ngga jelas. 


Semalaman berusaha nge-SAR hafalan dengan metode menirukan murottal (cara saya dulu sampai bisa pernah punya hafalan). Sampai tengah malam, akhirnya stop, tidur dulu. Saya cuma bisa tidur sebentar karena takut ngga cukup waktunya buat tahajud setengah juz. Alhamdulillah berhasil QL. Walaupun dengan penuh perjuangan, surat2nya lupa2, ayat-ayat lari ke surat lainnya.. berkali-kali ganti surat. Sampai akhirnya baru bisa ambil makan sahur di dapur pondok pas masjid-masjid sekitar udah kasih kode imsak. Sahur ngebut. Lanjut subuh dan ma'tsurat. 


Sambil ngempet kebelet, langsung join Zoom nya. Di tengah-tengah tilawah pembuka, saya tinggal dulu ke kamar kecil. Materi nya seru, dan bikin merhatiin (sedikit pusing sih) karena slide nya semua pakai Arab gundul.


Olahraga sebentar, menyerap vitamin D, terus saya curi-curi waktu buat nulis dalam rangka ikut lomba. Sampai akhirnya Zoom kedua hari Ahad. Selama materi lancar. Tapi waktu tanya jawab, saya sambil rapid antigen di Poskestren.


Tiba waktunya halaqah Qur'an, saya setorkan hafalan semalam. Dan benar, cuman dapet 1 muka aja udah kebolak-balik parah. Maka saya stop aja dulu. Perbaiki hafalan dulu. 


Bersih2 diri, sholat dhuhur, istirahat sebentar, terus lanjut halaqah terakhir. Saya pakai metode baru. Alhamdulillah impian sederhana beli Qur'an hafalan mudah sudah terlaksana, dan akhirnya tadi siang saya mulai menggunakannya. Alhamdulillah, ternyata beneran memudahkan. Di detik-detik injury time, setoran ke musyrifah. Alhamdulillah lumayan lancar. 


Hari ini aku belum tilawah lagi. Tapi Alhamdulillah, Hafalan QS.Ar-Rahman ku terselamatkan. 2 muka pertama. Bismillah, aku bertekad menjaga dan melanjutkan ini. Impian menjadi Hafidzah Qur'an itu memang hebat sekali, berat sekali, tapi bukan mustahil. Apalagi sekarang sudah punya sarana yang lebih memadai. Ini perjalanan panjang. Dan langkah pertama sudah kumulai hari ini, sejak menyobek plastik segel Qur'an baru ku ini. Bismillah, laa hawla wa laa quwwata illaa billaah.

Rabu, 14 April 2021

Ngonten Lagi

 Ini Qiro'ah yang paling kusukai. Kalau tidak salah, ini makro'yang pertama ku pelajari. Mudah dipelajari, mudah dilantunkan, mudah dihafalkan; enak banget buat didengarkan, diresapi, dan dinikmati. Apalagi kalau dibacakan juga artinya. 


Dulu waktu masih awal-awal jadi santri TPA Al-Wustho, ada informasi mau diselenggarakan lomba Qiro'ah. Lalu, Mas Joko selaku guru sekaligus inisiator TPA, menunjuk anak-anak yang saat itu kelas 5 SD dan sudah bisa baca Qur'an, untuk ditraining kilat Qiro'ah oleh Bu Yatini (akhirnya aku tahu nama lengkap beliau, Guys 😃). 


Setiap habis pulang sekolah, kami cepat-cepat ke rumah, ganti baju, makan, lalu langsung berangkat lagi ke rumah beliau yang tidak jauh dari sekolah. Kami duduk melingkar di kursi tamu di ruang depan rumah Bu Tin yang luas. Lalu Bu Tin pun mengajari kami. Diberi contoh, kami mengikuti. Dibersamai baca bareng. Lalu diberi contoh lagi, diikuti lagi. Baca satu-satu bergantian setiap anak. Diberi contoh lagi. Terus begitu berulang-ulang sampai sebagian besar dari kami lancar dan hafal.


Qadarullah, saat akhirnya kami siap, ketika mau didaftarkan, ternyata pendaftaran lomba nya sudah tutup 🙁

TPA kami yang belum lama berdiri itu batal ikut lomba Qiro'ah. Tapi training Qiro'ah nya masih dilanjutkan malahan. Belajar makro'-makro' yang lain. 😄


Aku sebagai salah satu bakal calon yang batal diikutsertakan lomba itu, hingga kini belum juga mendapatkan kesempatan untuk memanfaatkan kebisaan Qiro'ah ku ini. 


Oh pernah ding, satu kali, dulu waktu kuliah di UNS, ikut Musabaqoh Tilawatil Qur'an tingkat kampus dalam rangka menyeleksi siapa wakil kampus yang berhak diikutsertakan lomba MTQ tingkat provinsi. Waktu itu aku juara 3. Alhamdulillah, nyaris. Ya emang kemampuan nya juga pas-pasan sih. Kalah jauh aku dibandingkan dengan juara 1 dan 2 nya. Dan hanya juara 1 dan 2 itulah yang dikirim ke provinsi. 


Terkait kenangan ini, aku jadi ingat Pak Samidi, karyawan Fisip satu-satunya yang ngeh saat namaku disebut di upacara. Aku yang sebelumnya tidak tahu apa-apa, dapat ucapan selamat pertama dari Pak Samidi.


Alhamdulillah ala kulli hal.


Daripada berhenti di aku saja kemampuan ini, lebih baik dibuat konten begini saja biar gampang dipelajari orang lain. Maaf ya sumber belajar nya pas-pasan banget kalau tujuannya buat lomba. Tapi kalau buat acara di kampung aja, insyaallah ini manfaat.


Maafkan atas nada yang tidak sampai, nafas yang tidak kuat, cengkok yang sedikit kepleset, atmosfer bergaung, dan visual yang agak blur. Semoga yang menyimak dan mempelajari akan diberi Allah pahala yang banyak. Aamiin.


Klik 👇

https://youtu.be/FVmEZ1wz8A8

Senin, 05 April 2021

Pertumbuhan Sosial: Kajian Napak tilas pemikiran ustadz Hilmi Aminuddin oleh Ustadz Cahyadi Takariawan

 Ada 5 Penjaga Pertumbuhan Sosial

1. Khatib/mubaligh/motivator yang hidup di tengah masyarakat. Yang menjadi pengisi majelis-majelis ilmu di kampung kampung kita. Yang menggerakkan masyarakat untuk melakukan kebaikan.


2. Ulama "Faqih Sya'bi," yang paham literatur literatur syariah dan paham apa yang terjadi di tengah masyarakat. Ulama yang hidup di tengah masyarakat. Tempat ummat bertanya dan meminta fatwa.


3. Aktivis Sosial yang selalu siap terjun bergerak membantu masyarakat. Menghubungkan kebutuhan kebutuhan masyarakat dengan siapa yang bertanggung jawab dan punya sumber daya untuk mengatasi persoalan. Mereka yang menghidupkan masjid. Mereka yang bersegera menolong tetangganya yang kena musibah.


4. Pelaku usaha, yang dengan usahanya, roda perekonomian berputar dan umat bisa hidup berdikari. Sumber pendanaan aktivitas dakwah.


5. Pelaku media yang paham dan menjalankan dakwah, yang memenuhi ruang ruang literasi dengan muatan muatan kebaikan.


Thanks to mbak nipe atas fasilitas yang telah disediakan sehingga soreku berwarna ilmu.


Lalu di akhir senja ini, ku ingat kata-kata legendaris itu.


Aku bangga melihat kau dihina dalam mujahadah mu,

Daripada kau dipuji dalam kelalaian.


Rabu, 31 Maret 2021

Perjuangan Hidup Remaja Caregiver (Resensi Novel Ayah Aku Rindu)


Judul Buku       : Ayah Aku Rindu

Penulis             : S. Gegge Mappangewa

Penerbit          : Indiva Media Kreasi

Halaman         : 192

Harga              : Rp 45.000,00

 

Berlatar di Kampung Allakkuang, Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, novel ini menceritakan tentang kisah seorang remaja yang "kehilangan" sosok ayahnya karena Sang Ayah menderita gangguan jiwa. Sebelum segala musibah beruntun menimpa keluarganya, kehidupan Rudi bisa dibilang sempurna. Mereka adalah keluarga kecil yang hangat, penuh cinta, juga berkecukupan. Namun kemudian, ujian demi ujian diturunkan Allah untuk mereka. Dan suatu kenyataan yang dahsyat rupanya mulai merenggut kewarasan ayah Rudi.

Rudi sebagai keluarga terdekat Sang Ayah amatlah tulus merawat beliau. Dia rela mengorbankan hobinya, waktu bermainnya, bahkan sekolahnya, untuk melayani segala keperluan ayahnya, termasuk urusan makan, tidur, dan buang hajat. Padahal, beliau sekarang tidak lagi bersikap sebagaimana layaknya seorang ayah pada anaknya. Bahkan, semakin lama sikapnya semakin buruk pada remaja tanggung itu.

Kondisi kejiwaan ayah Rudi semakin parah. Beliau tidak hanya membahayakan keselamatan anaknya, tapi juga membahayakan tetangganya. Maka kemudian mengharukan sekali menyimak perjuangan Rudi menata hatinya dan menerjemahkan rasa cintanya pada ayahnya ke dalam tindakan yang tepat. Memasukkan ayahnya untuk dirawat di Rumah Sakit Jiwa bukanlah keputusan yang mudah diambil oleh seorang anak yang sangat berbakti seperti Rudi. Membiarkan ayahnya dipasung oleh para tetangga juga hal yang menyakitkan bagi batin pemuda tanggung ini.

Namun akhirnya, Pak Sadli, guru Rudi yang paling dia hormati, berhasil meyakinkan Rudi, bahwa penyakit kejiwaan bisa diobati, dan perawatan di Rumah Sakit Jiwa adalah yang paling dibutuhkan oleh Sang Ayah. Pak Sadli pula yang akhirnya berhasil menemukan penjelasan atas sejarah kelam keluarga mereka.

Novel ini sungguh unik. Sudut pandangnya tidak biasa. Langka tulisan yang menyoroti problem hidup seorang Caregiver dari ODGJ, apalagi tokohnya masih remaja. Alur cerita pun disajikan apik. Manusiawi dan menyentuh sekali.

Novel ini sangat direkomendasikan untuk memperkaya budaya literasi generasi muda. Sangat kami nantikan karya-karya bergizi semacam ini, baik dari S. Gegge Mappangewa yang sudah berpengalaman menulis banyak cerita, maupun dari penulis-penulis muda lainnya.


 

Minggu, 28 Maret 2021

Aku Punya Masalah Tidur



Sebetulnya bukan masalah. Hanya kebutuhan yang lebih besar akan tidur. Dibandingkan orang orang di sekitar ku, aku paling banyak tidur. Setidaknya aku butuh tidur 8 jam sehari untuk bisa optimal beraktivitas esok harinya.

Yang masih aku cemaskan, kaya apa ya besok kalau sudah berumah tangga? Bagaimana caraku mengatur waktu supaya aku tetap waras?

Aku butuh tidur untuk menyeimbangkan energi. Dulu, aku nggak masalah dengan tidur 3 jam sehari. Bisa tetap full aktivitas, fit, aman. Tapi ternyata kekurangan tidur yang berlarut larut itu memicu penyakit. Dan sejak sakit itu menderaku, aku tidak lagi bisa sembrono tidur seenaknya.

Aku sekarang tidak bisa memaksakan diri. Ngotot sedikit, sakit menyambut. Nekat lembur, tanpa kontrol yang ketat, manik atau depresi menanti. Tergantung apa yang aku alami. Kesuksesan, pengakuan, penghargaan, jika aku tidak mengontrol diri, bisa memicu manik. Kegagalan, permasalahan, konflik, jika tidak segera dikelola pun sebaliknya, memicu depresi. Oh aku kini rapuh sekali.

Aku tidak pungkiri, kini ku terima ini sepenuh hati sebagai bagian dari diriku, bahwasanya aku ODB. Dan itu berarti, aku butuh untuk selalu mengontrol diri. Paham kapan saatnya harus mengerem emosi. Paham kapan harus minum obat. Paham kapan aku mulai capek. Paham kapan harus istirahat. Paham kapan harus kontrol. Paham kapan harus curhat. Paham kapan harus menggali lebih banyak informasi dari yang lebih ahli. Namun kadang aku lupa. Atau tidak peka.

Dan konsekuensinya, aku selalu butuh Caregiver. Beruntung sekarang aku tinggal di asrama. Selalu ada teman di sisi ku. Yang bisa menegurku, mengingatkan ku, menguatkan ku, mendengarkan ku, mengontrol ku jika sudah kebablasan. Ya walau terkadang kami juga seru-seruan menghabiskan malam. 

Apalagi sekarang. Aku punya teman sekamar yang amatlah menyenangkan. Kami satu frekuensi. Aku jadi merasa punya kandidat adik ipar, hehehey. Tunggu mereka besar, akan coba saling kuperkenalkan insyaallah. Siapa tahu kan?

Apa begini saja terus ya? Ini posisi nyaman. Tidak perlu konflik berarti. Yah, kalau takdir ku melajang hingga akhir usia, setidaknya sekarang aku tahu, dimana aku harus menghabiskan sisa usia itu. 

Tapi ya Allah, jika aku Kau takdirkan berkeluarga suatu saat nanti, entah itu kapan, berikanlah aku pasangan yang baik, mertua yang baik, keluarga besar yang baik, lingkungan yang baik, tetangga yang baik, anak-anak yang baik, dan mampukan aku menjalani peranku dengan baik. Meski saat ini aku belum bisa melogika, bagaimana caranya menjaga diri tetap waras jika berkeluarga. 

Tentu aku akan tidur paling akhir, karena aku istri dan ibu. Aku harus memastikan semua aman dan baik-baik saja. Aku tidak bisa lagi seperti sekarang, anak-anak asuhku masih sibuk belajar, bermain, bercerita,dsb, akunya tidur duluan. Kalau suami pulang malam, berarti aku harus selalu ada kan untuknya. Lalu di pagi buta, bukankah aku yang semestinya bangun pertama. Menyiapkan segalanya, membangunkan setiap orang di rumah. Habis Subuh, tidak ada lagi ceritanya tidur pagi, aku akan sibuk memandikan, memasakkan, menata-nata segalanya, mempersiapkan semua orang. Lalu aku akan sibuk dengan pekerjaan rumah tangga. Aku tidak terpikirkan untuk bekerja di luar rumah. Aku hanya ingin aktualisasi diri dan mengamalkan ilmu. Berbagi barangkali. Tapi tidak berstatus pegawai/pekerja. 

Sebab fitrah ku adalah dinafkahi. Aku sanguinis-koleris. Keras kepala. Ego tinggi ini entah apa bisa luntur nantinya. Aku khawatir tidak bisa menghormati suami sebagaimana mestinya jika malah aku yang menafkahi keluarga.

Pekerjaan rumah tangga tidak ada habisnya. Dan pula, pendidikan rumah harus terlaksana. Rumah adalah madrasah. Tempat pertama seorang anak akan belajar dan ditempa. Aku tidak mungkin leha-leha di saat seharusnya aku mendidik mereka sebaik-baiknya. Memasak lagi, beres-beres lagi, menyambut suami, melayani segala keperluan suami, mempersiapkan segala keperluan untuk esok hari. Lalu habislah satu hari. Besoknya begitu lagi. Besoknya lagi. Lagi. Dan lagi. 

Lantas apa kabar tidur 8 jam ku? Bisa tetap waras kah aku?

Kurang tidur bisa memicu penyakit ku. Berlipat kali bahayanya dibandingkan orang sehat. Ah biarlah Allah lagi yang menjawab. Dia lebih tahu yang terbaik buatku.

Semangat Kuliah Itu Telah Kembali

Semangat kuliah ku lagi terdongkrak habis habisan. Batal menyerah terlalu dini. 

Apa pasal? Lihat KHS yang nilainya menjulang di luar nalar.


Dosen-dosen di sini terlalu baik, kelewat murah hati. Jadi merasa durhaka kalau undur diri sekarang. 

Ini masihlah layak untuk diperjuangkan!


Dan lalu, kau pasti sependapat dengan ku, apa lagi yang lebih nikmat dibanding meresapnya cahaya ilmu ke dalam relung-relung gelap hatimu? 

Sungguh. Sekali hatimu siap, begitu kau berdoa minta tambahan ilmu dan minta diberi kepahaman, kalau itu jujur adanya, Dia akan dengan royal menggelontorkan segala yang kau butuhkan. Sesuai dengan permintaan mu itu. Tanpa hijab, tanpa sekat. Langsung, seketika. Beruntun.

Sepanjang hari penuh dengan naungan ilmu, bukankah itu yang kau tunggu tunggu sejak sekian waktu?


Sabtu, 27 Maret 2021

Semester Baru, "Penyesuaian"

Semalam. Aku sudah di ujung asa untuk meneruskan kuliah S1 BKI ini, dengan segala kendala, dengan segala kecewa, dengan segala yang tidak ideal, ketika ku buka akunku di siakad. Lalu di layar, terpampang nilai-nilai yang di luar nalar. Dosen-dosen ku terlampau baik..  Aku mbrebes mili. 

Pagi tadi, di saat kuliah semester penyesuaian dimulai lagi, semangat ku pun kembali 45. Tapi aku tidak mencatat. Aku hanya menyimak baik-baik. Lalu pertemuan pertama dari 16 pekan ke depan, berjalan. 

Aku kembali optimis, ini masih layak ku perjuangkan. Tapi aku sadar diri, aku tidak cukup amanah untuk lanjut terus menjadi ketua angkatan. Apalagi sekarang lebih kompleks, kelas kami digabung dengan adik tingkat. Meskipun mata kuliahnya cuma 3 untuk semester ini, melihat perkembangan situasi, sepertinya adalah langkah tepat jika aku mengundurkan diri.

Alhamdulillah begitu kuusulkan, teman-teman banyak yang respon setuju. Tinggal menunggu calon pengganti ku setuju. Dan akan dimulai kabinet baru..wkwkwk. 

Selasa, 23 Maret 2021

Perpanjang SIM di Luar Daerah Asal 2021

 (Memoar Perantau Magelang Asal Klaten)

Awal Maret, pengingat kalenderku berdering dering. Sebulan lagi, 1 April, batas maksimal aku memperpanjang masa berlaku SIM ku. Sengaja kupasang pengingat jauh-jauh hari supaya longgar mengatur waktu nya. Juga buat nyiapin anggaran nya.

Awalnya sempat mikir, aku bikin SIM nya barengan aja ah sama kontrol rutin ke dokter. Tapi ditimbang timbang, kayaknya waktunya nggak bakalan nyukup 1 hari jadi deh kalau urusan nya 2 macam gitu. Terus mulai deh cari solusi. Pasang status WhatsApp, japri tanya-tanya info SIM ke temen-temen, curhat di grup keluarga, browsing google. Lalu cari waktu yang tepat, sebelum terlambat.

Dari berbagai sumber itu, beragam jawaban yang didapat. Ada teman yang bilang kudu nyiapin biaya 220.000, 185.000, 175.000.. yah, sekitar itulah. Mak jegagik. Perasaan dulu pertama kali bikin SIM baru cuman 240.000. sekarang perpanjangan aja nyampe segitu.

Di grup keluarga, Ibuk sempat mendebat berdasarkan informasi dari internet, biaya perpanjangan SIM hanya 75.000. bapak dan adik sempat juga menebak, kisaran biaya sampai dua ratus ribuan itu mungkin pakai calo.

Okelah, aku akan pastikan sendiri. Hari ini akhirnya aku berangkat. Mumpung ada kesempatan, sudah izin sama atasan semalam, dan kali ini tidak perlu pakai surat izin. Tapi gawatnya, di pagi buta, datang tugas mendadak untuk menggantikan jadwal jaga UCO. 2 permintaan. Yasudah, sepertinya memang lagi banyak yang berhalangan, aku bantu bantu dulu nggak masalah.

Selepas mengawas, baru kucari lagi info tepatnya apa saja yang harus kubawa, dan di mana tempatnya yang harus kutuju. Beruntung ada mbak Vita, mbak Yanti, mbak Janah yang dengan enteng tangan menginformasikan berbagai hal yang kubutuhkan. Hanya perlu bawa KTP dan SIM asli, lalu difotokopi.

10.21 Akupun ke BMT, mengambil uang gaji yang sengaja kusisihkan khusus untuk memperpanjang SIM ini. Aku berangkat dari Pabelan 1, gerbang SMA. Menuju ke area Kota Mungkid, menyusuri deretan bangunan-bangunan kantor pemerintahan.

Mampir dulu isi bensin di Pom Mendut. Jaga-jaga kalau harus kemana-mana, soalnya bensin udah lumayan mepet. Pas lihat ada kios fotokopi di sekitar seberang BNI Mungkid, aku mampir fotokopi KTP dan SIM masing masing rangkap 2. Aku belum tahu sih tepatnya butuh berapa. Habis seribu. Sekarang rata-rata di mana mana fotokopi per lembar 250 rupiah.

Melewati bangjo masjid An Nuur, aku jalan semakin pelan. Mengamati kiri dan kanan jalan sampai ketemu tulisan LPK Jaya Barokah di kanan jalan. Samping LPK itu ada bangunan kecil yang pelataran nya banyak motor,dijaga tukang parkir. Ini persis deskripsi dari Mbak Yanti tadi. Aku pun menyeberang, parkir, dan langsung kelihatan berbagai petunjuk untuk memperpanjang SIM.

Aku masuk ruangan paling kiri, yang ada tulisan pendaftaran dan tes kesehatan. Antri 1 orang saja sambil menyiapkan fotokopi KTP dan SIM ku, aku sudah dipanggil. Ditanyai langsung mau memperpanjang SIM C. Setelah ku konfirmasi, langsung aku disuruh mengukur tinggi badan di alat pengukur, dan ternyata aku 152. (Duh, berubah lagi skalanya. Bikin SIM pertama pas masih ABG dulu, aku 154. Pas tes kerja di PT KAI, aku 149, langsung disuruh pulang, nggak lulus. Sekarang 152. Hhhh)
Lalu aku diminta menimbang berat badan di timbangan sebelahnya, 76. Oh noooo.
Lalu diminta masuk ke ruangan di balik pintu. Di sana aku dipersilakan duduk di kursi merah, lalu dites mata. Pertamanya diminta menutup 1 mata, dan tulisan yang ditunjukkan lumayan kecil. Aku kesulitan membaca hurufnya. Lalu ukuran huruf dinaikkan dan dilihat pakai 2 mata langsung. Lancar. Lalu pindah kursi dan ditanya-tanyai riwayat kesehatan. Setelahnya, aku diminta bayar 50.000 dan diberi surat keterangan kesehatan.

Pindah ke ruangan di deretan tengah. Ada air mineral kemasan di kardus, dan buku tamu. Aku langsung masuk, menyerahkan fotokopi KTP dan SIM beserta surat keterangan kesehatan sebelumnya. Antri. Lalu aku dipanggil, diberi soal tes psikologi dan lembar jawab nya. Ku kerjakan saja. Soal-soalnya tidak sulit. Gambaran umum saja. Aku berusaha jujur, ada beberapa item pertanyaan yang kujawab dengan jawaban negatif, sebagaimana adanya. Untung nggak banyak. Banyakan positifnya tetep. Setelah soal dan LJ ku serahkan, aku diminta menunggu sebentar, lalu dipanggil. Diminta bayar 50.000 dan diberi surat hasil tes psikologi. Setelahnya, aku diarahkan untuk menuju ke gedung SIM loket 1.

Ternyata gedung SIM itu ada di dalam Polres Magelang, dan tempatnya terpisah 100 meter dari lokasi tes itu. Parkir 2x deh, soalnya bapak parkiran tes udah mau tutup sebentar lagi. Daripada saling merepotkan, ya Udin, kubayar ongkos parkir nya, dan kulajukan motorku menuju parkiran SIM dalam Polres. Lingak-linguk sebentar, ada banyak petunjuk dipasang dimana mana. Mudah saja menemukan gedung SIM yang dimaksud. Di pelatarannya, ada bapak polisi sedang memperagakan ujian praktik mengemudikan motor, di lintasan 8. Ada mas-mas bermasker hitam berdiri memperhatikan bapak itu di dalam area lintasan.

Gedung SIM itu tinggi lantainya, ada tangga pendek, dan ada akses jalan miring untuk yang berkursi roda. Aku langsung masuk ke gedung SIM, mengedarkan pandangan sesaat, menuju loket 1. Tidak ada orang. Aku berdiri sebentar di situ, lingak-linguk lagi, sampai ada bapak-bapak berkemeja biasa masuk ke loket 1 itu dan membantuku. Berkas kuserahkan, bapaknya menatanya di map, lalu aku diarahkan untuk mengisi formulir di kursi tunggu, dan membayar di kantin.

Kucari spot yang paling adem terkena jalur tolehan kipas besar. Duduk di situ, merogoh tas, mencari pulpen, minum sepuasnya, lantas mengisi formulir. Selesai, barang-barang ku bereskan, ku siapkan uang 75.000, menuju kantin.

Di kantin, ada ibu polisi duduk di kursi makan, mejanya penuh alat tulis. Sepertinya di situlah pembayarannya. Mengantri 1 orang yang sedang menyelesaikan transaksi, aku pun dipanggil. Berkas ku serahkan, ibunya menandai beberapa hal, lalu menyebutkan biayanya 75.000 untuk perpanjangan SIM C, ditambah 3000 untuk biaya top up e-money yang dipakai untuk membayar biaya perpanjangan SIM itu. Baiqlah, yang 75 di tangan ku serahkan, lalu rogoh-rogoh tas lagi, mencari 3000. Selesai, berkas diberikan kepada ku lagi. Aku diarahkan ke loket 2.

Di loket 2, berkas kuserahkan, dikonfirmasi kembali akan memperpanjang SIM, lalu aku diminta menunggu di tempat mengisi formulir tadi. Aku duduk di tempat yang sama, yang banyak angin nya. Tidak lama, ada bapak polisi memanggil ku dan ibu di belakang ku untuk ke ruang foto. Mengantri sebentar, ada yang sedang dibicarakan, yaitu anak yang belum genap 17 tahun,mau bikin SIM. 17 tahun nya masih besok Agustus. Maka ibu dan anak itu dipahamkan baru boleh datang kembali pada Agustus untuk mengambil SIM nya.

Aku dipanggil! Dikonfirmasi data terbaru ku, nama, TTL, alamat, termasuk pekerjaan (data pekerjaan ku berubah dong dalam 5 tahun ini). Lalu pengambilan sidik jari, tanganku dibasahi hand sanitizer, lalu setiap jari ditempelkan ringan ke sebuah alat kotak berlayar hijau. Setelah itu, tanda tangan di alat kotak berlayar terang. Kemudian foto.

Aku pakai jilbab pink kali ini. Mukaku berminyak, sudah siang, dan aku tidak mengantisipasi jika harus foto SIM hari ini juga. Kupikir tadi kan sudah siang, jadi aku tanya tanya dulu aja prosedur nya gimana, sambil nyicil nyiapin dokumen yang dibutuhkan. Surat-surat tes itu. Eeeeh, jadinya begini. Malah kebeneran sih, sehari bisa langsung jadi. Walaupun dengan jilbab pink, wajah klumut. (Padahal semalam udah berencana mau pakai jilbab merah dan sebelum foto wajib kudu skincare an dulu. Minimal peeling, masker,dan pelembab/krim. Sukur sukur pas mau foto sempet bedakan tipis, biar bening.) Ahahah, namanya aja aku.

Habis foto, mbak polisi mengarahkan ku untuk menunggu di belakang. Aku pun duduk di kursi tunggu tadi. Tapi eh, celingak-celinguk, kok temen ngantri ku tadi nggak ada. Bener nggak ya aku nunggu di sini? Akhirnya aku ke ruangan utama tadi, thingak-thinguk mencari petunjuk dimana loket selanjutnya. Sampai kemudian ada bapak polisi keluar dari salah satu loket, ku cegat, ku tanyai. Ternyata yang dimaksud belakang itu di luar, guys. Ahahahaha. Nggak berani tanya sama petugas di loket foto tadi, karena walaupun ramah, tapi kelihatan sekali kalau mereka sibuk.

Aku pun keluar, menuju loket pengambilan SIM. Malu-malu kutanyakan SIM ku. Bu polisi dengan wajah penuh senyum bilang, "Tadi saya panggil panggil lho mbak"
Hehe, ku jawab jujur.. "nggak tau belakang itu sini Bu, saya malah ke tengah tadi"
Lalu aku berterimakasih dan berpamitan. Sambil kulihat SIM ku, kulihat fotonya maksudnya, aku berjalan menuju parkiran. Waktu tertera di HP pukul 11.55. Ambil motor di parkiran, mahar dua ribu lagi. Beres urusan SIM, aku pulang ke asrama. Lalu menuliskan ini semua.

Total 200.000 keluar hari ini untuk memperpanjang SIM. Ini situasi ku di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, akhir Maret tahun 2021, ya, Guys.

20.000 untuk isi bensin 🤐
1000 untuk fotokopi (ternyata yang dibutuhkan fotokopi KTP 3 dan SIM 1)
50.000 untuk tes kesehatan
50.000 untuk tes psikologi
2000 untuk parkir di lokasi tes
75.000 untuk biaya pembuatan SIM yang masuk ke penerimaan negara bukan pajak
3000 untuk top up e-money yang buat bayar 75.000 ke negara itu
2000 untuk parkir di Polres
Sisanya masih ada recehan buat beli susu ultra rasa Taro 😂

(((Mau nyelipin foto ultra milk rasa Taro di sini, tapi bingung caranya, soalnya pakai HP ini. Dulu ada pilihan nya sisipkan foto. Sekarang pindah ke mana yak?)))

Mbareng tak pikir pikir, aku ncen Ra bakat dadi wartawan yaw.

Adoh adoh ngurus Perpanjangan SIM, direwangi pamit atasan, disengkakke pas Ono sak umprit wektu luang.. critane arep gawe konten blog.. eh lha, dokumentasi yang ada di HPku malah karton ultra milk penyet kegencet-gencet 😀

Alhamdulillah, bisa memperpanjang SIM dengan cepat dan dekat, tanpa harus pulang kampung dulu. KTP ku masih Klaten, bikin SIM di Magelang ternyata bisa bisa aja kok. Gampang juga dan biaya standar, nggak perlu calo sama sekali.

Fixed cost buat memperpanjang SIM di bulan Maret 2021 ini kurang lebih 50.000 untuk tes kesehatan, 50.000 untuk tes psikologi, 75.000 untuk biaya perpanjangan SIM. Jadi, Fixed cost nya sekitar 175.000. Biaya serba serbi nya tergantung pada kearifan lokal daerah masing-masing dan kondisi pribadi masing-masing, hihi. (Soalnya ada yang pakai laminating SIM, ada yang pakai asuransi lakalantas, dan entah apa lagi. Aku tadi sih ada biaya 3000 itu buat biaya transfer lah gampangnya)

Tadi, saat bingung ambil SIM nya dimana itu, aku malah menangkap tulisan, layanan perpanjangan SIM di kantor Polres Kabupaten Magelang, standar waktu nya 68 menit. Wow. Ada standar nya, Guys! Alhamdulillah sekarang kepolisian semakin ramah dan profesional. Di balik segala kekurangan, ada kebaikan nya juga.

Oya, dalam perjalanan menuju parkiran tadi, dari lantai 2 salah satu gedung, terdengar bapak-bapak polisi rame-rame kompak sholawatan. Nyeesss di hati.

Satu hal saja yang kusesalkan. Kenapa hari ini aku bikinnya. Karena jadinya masa aktif SIM ku kepotong maju sepekan. Untuk 5 tahun-5 tahun ke depan. Aturan emang tadi aku nanya dulu sih. Balik lagi nyeleseiin urusan pekan depan pas ulang tahun aja. Jadi gampang nginget-inget nya. Tapi yaudah, Alhamdulillah ala kulli hal. Ini yang terbaik, takdir Allah. Siapa tahu besok-besok dalam pekan ini mendadak sibuk kan? Sekarang udah beres SIM nya, nggak perlu dipikirkan lagi.

Well, aku nulis ini seperempat hari sendiri! Kalian baca berapa menit? Hehe

Jumat, 19 Maret 2021

Sebelum Lelap

 

Sisa Aqua itu
Semoga jadi jariyah kita
Sebab aku kini seorang guru
Sedang salah satu guru ku, Anda

Senin, 15 Maret 2021

Pria Bercadar


Kau mulia

Karena usahamu menjaga

Memang banyak goda

Kau memilih yang benar, dan aku bangga


Kadang aku heran

Orang tertentu begitu mudah dijatuhi hati

Hanya karena sekelebatan pandangan mata

Orang lainnya terlunta-lunta tanpa ada yang mau peduli

Meski menghias diri sedemikian rupa


Tapi aku mengerti

Segala ini adalah ujian

Siapa yang paling takwa

Siapa yang paling baik amalnya


Mumpung masih Corona

Tetaplah pakai masker mu, wahai pria

Sebab wanita juga punya mata

Dan virus tidak perlu repot-repot memilih inangnya.


Selasa, 09 Maret 2021

Sore yang Tenang

 Kamu tahu wajah sepasang orang tua yang anak gadisnya dilamar seorang pemuda?


Wajah itu beriap riap, matanya bercahaya indah. 


Apakah aku sudah durhaka, meredupkan lagi sinar di mata mereka?

Membuat hati mereka kecewa, setelah sebelumnya membubung tinggi dengan asa?


Apakah aku terlalu berani memutuskan nasibku sendiri? Apakah aku sudah melukai hati seseorang yang baik? Apakah aku terlalu sombong, sok dan terlalu meremehkan orang yang tidak sepaham, seperti katanya?


Apakah seharusnya aku menerima tawaran minyak yang ingin bermain dengan air?


Apakah ada doa atau luka orang yang menghambat bahagia ku sendiri?


Haruskah aku minta maaf dan menarik kembali keputusan lama itu?


Atau biarkan saja berlalu? Lalu sabar saja sampai ada yang datang lagi, yang jauh lebih baik dari yang sebelumnya, yang tidak ada alasan bagiku untuk menolaknya? Dan mari kita saksikan cahaya itu berbinar kembali di kedua pasang mata mereka. Untuk selamanya. Akankah...?

Jumat, 05 Maret 2021

Aku dan Kerelawanan

Remaja yang kemarin setoran hafalan terakhir, adalah putra seorang relawan. Dia lahir ke dunia ketika ayahnya sedang diterjunkan di Aceh, Tsunami besar itu.

Tentara cahaya Muhammad ku, arti namanya. Jaisyu Nur Muhammadi. Ada yang hangat di pelupuk mata.

Tentu ada alasan kenapa aku membeli buku Jejak-jejak Kemanusiaan Sang Relawan ini. Alasan yang sama yang membuatku berbinar mengamati aktivitas mas-mas dan mbak-mbak SAR Klaten di RSPD, sewaktu aku mengurus lomba panjat dinding bersama keluarga ku di Emapal. Yang membuat ku begitu respek dengan Tim pencari Chandra, santri TPA Mipitan kami yang hilang di sungai. Yang membuat ku rela berhutang 75.000 kepada LKI kala itu, (kala biaya hidupku harus cukup dengan 200.000 sebulan) demi mengikuti pelatihan Relindo/FSLDK. Yang membuat ku begitu sayang pada kaos hitam-oranye itu walaupun gerah saat dipakai, kekecilan, dan slayer nya hilang, jatuh di jalan suatu pagi antara kos Khotimah dan kosan baru Hana di Mendung. Yang membuatku amat bersemangat di Santika Solo, meskipun kemudian riwayat militansi itu berujung dengan pamit pindahan. Yang mendorongku membubuhkan Korsad dalam sepenggal tulisan ku yang masuk antologi warna biru ungu itu.

Alasan, yang menghangatkan mata dan hati.

Buku ini ditulis oleh seorang relawan senior yang pernah kukenal lewat akh Firmansyah Abakar. Beliau adalah dosen nya di Bali sana. Dan sekarang mengajar di USU. Ahli drone dan kehutanan. Aku menyimak sepak terjang beliau. Aku tahu, bapak itu, setiap ada bencana di mana saja, pasti berangkat ke sana dan turun tangan. Begitu tahu Pak Siddik nulis buku, aku ambil kesempatan menyerap energi beliau lewat membeli bukunya. Dan tentu dibaca insyaallah.

Buku ini tersedia di perpustakaan Bu Ridla. Kusediakan untuk bisa dibaca lebih banyak orang. Sekarang minimalnya remaja remaja itu, yang rajin nongkrong di tangga depan asrama ku.

Syukur ya Allah, syukur... Cita-cita ku punya perpustakaan pribadi yang dibuka untuk umum ini sudah terwujud. Aku ingin mencerahkan, mencerdaskan, menginspirasi. Belum mampu lewat tulisan atau acara yang kuisi, maka bisa saja lewat tulisan orang yang terseleksi. Semoga jadi jariyah. Semoga Allah Ridha.


Kamis, 11 Februari 2021

Hikmah Terlambat Menikah

 Aku melihat murobbiyahku. 

Aku melihat atasan langsung ku di tempat kerja. 

Aku melihat sahabat ku semasa SMA. 

Aku melihat sepupu - sepupuku. 


Sebelumnya aku tak punya gambaran, bagaimana itu bentuknya mencinta. Apa yang harus dilakukan, bagaimana rasa dan sikap itu harus ditunjukkan. Karena yang pernah kudengar, menikah itu belajar mencintai tanpa tapi. Dan cinta itu kata kerja. Bukan sebatas rasa. 


Kalau kamu menikah nanti, mau tidak mau kamu harus belajar mencintai dia yang menikahimu. Seperti apapun kondisinya. Dan dia itu pasti punya banyak aib, punya banyak kekurangan, punya hal-hal yang membuat hatimu tak nyaman, kurang senang. 


Aku tidak bilang tentang hari akad, atau hari setelahnya. Tapi juga tentang bulan-bulan berikutnya, dan puluhan tahun selanjutnya. 


Bagaimana menjalani setiap hari bersama orang yang segala kekurangan nya nyata di depan mata? Meskipun dia kamu cintai sepenuh hati. 


Dari pengalaman orang sekitar lah aku belajar. Ada hikmahnya memang, aku belum menikah sampai usia ini. Aku berkesempatan menyerap pelajaran dulu sebelum terjun bebas ke alam yang baru. Agar aku tidak terlalu asing kelak dengan situasi baru itu. Oh pasti ada yang baru, serba baru. Tentu. Tapi setidaknya, sudah ada referensi. Dan semoga, aku tetap bisa jadi diri sendiri. 

Jumat, 05 Februari 2021

Efek Sosial

 Dengar cerita cerita mengagumkan seputar kehidupan rumah tangga teman-teman.. Lihat story teman-teman seputar tingkah polah anak-anak mereka, apalagi pas momen sedang bercengkrama dengan sang bapak.. Menerbitkan sesuatu di sudut hati : 

Harapan. 

Harapan yang amat indah. 

Bahwa suatu saat kelak, aku juga akan berkesempatan mengalami hal-hal baik itu. 


Semakin tua, segala ketakutan itu semakin menipis, digantikan harapan dan visualisasinya yang kian menebal. 


Semoga, semoga waktunya segera tiba. Dan pada saatnya, semoga aku betul betul siap, serta kuat. Sambil senantiasa bahagia. Setiap saat. 

Sabtu, 30 Januari 2021

Tisu

 Diakui sebagai perempuan. Aneh mungkin. Tapi itulah pertama kalinya aku mendengar potongan kalimat yang seindah itu. Membuat aku merasa diakui. Dan bahwa aku betul betul perempuan, di hadapan mereka, teman-teman baikmu. 


Aku malah baru tahu, perempuan itu identik dengan tisu. Waktu itu hanya sebuah kebetulan, aku membawa sebungkus kecil tisu, ketika teman-teman perempuan kita yang lain tidak ada yang membawanya. Padahal biasanya aku juga jarang punya. Waktu itu paginya rantai motor ku lepas, pas di depan warung. Aku beli tisu ukuran saku buat mbersihin tangan yang kena gemuk. 


Spontanitas yang bodoh Ku ucapkan waktu tisu kecil itu beredar di antara teman-teman mu : jangan dihabiskan ya.. 


Padahal sebenarnya aku hanya ingin punya benda kecil yang bisa menjadi pengikat kenangan untuk kita. 


Tapi ternyata kisah kita bergulir tanpa akhir yang memuaskan. Lagipula, Tisu itu sudah habis, diambil temanku yang baru izin setelah memakainya. Aku tidak bisa apa-apa. Toh itu cuma tisu, sudah buluk pula. Kalau kau melihatnya, paling juga nggak akan ingat apa-apa. 


Sekarang aku selalu punya tisu di kamar asrama ku. Meski kadang tidak kubawa saat bepergian. Bukan lagi karena ucapan penghargaan mu kala itu, (bahwa "wedok tenan" nek nggowo tisu kie), tapi karena ternyata aku memang sering membutuhkan benda itu. Dan lagi, sekarang aku punya uang sendiri yang leluasa untuk kubelikan tisu sekadarnya. Dulu mana kepikiran beli tisu? Barang mahal tak berguna, bagiku dulu. Ya, Mungkin sekarang aku banyak berbeda, menyesuaikan diri dengan hidup yang sekarang. 


Aku tidak ingin bermewah-mewah. Cukup apa yang diperlukan, diadakan. namun jangan sampai kekurangan hingga merepotkan orang lain. Dan prioritas belanja ku, tentu beda dengan teman-teman ku. 


Aku sudah mulai belajar punya harga diri. Bahwa aku bukan manusia papa yang harus selalu dikasihani orang lain. Kita hidup bersama, bersosialisasi, tapi bukan untuk saling mengasihani. 


Ya, aku rindu. Gara gara teringat sepotong tisu. Gara gara apa saja bisa. Tapi tidak lagi seperti dulu. Biasa saja.