Who Amung Us

Rabu, 16 Agustus 2017

Dari Foto

Menyimak senyummu, meski hanya dalam gambar, telah cukup melipur rinduku. Toh apa lagi yang bisa aku harapkan, kan? Walau setelahnya aku mesti istighfar berkali-kali.

Aku merasa tidak mengenalmu. Aku hanya bisa menebak-nebak, kamu itu seperti apa sebenarnya. Dulu kupikir gaya kita jauh berbeda. Kamu jauh di atasku, kamu punya kehidupan yang serba lebih daripadaku. Kukira begitu.

Tapi hari ini kurenungkan lagi. Kalau dipikir-pikir, kamu sederhana juga sih orangnya. Memang gaya, itu kamu apa adanya, tapi tidak berlebihan. Tahun kapan itu, baju barumu warna ungu, kamu pakai terus setiap ada event yang sepertinya penting menurutmu. Sekarang, sudah sejak beberapa bulan, tampaknya kemeja abu-abu itu pakaian terbaik dan terbaru yang menjadi trade mark-mu.

Aku? Entahlah. Orang lebih bisa menilai. Aku hanya pakai apa yang bisa kupakai. Di sini sekolah, berseragam, jadi rutin ya itu itu saja yang dipakai. Baju-baju yang spesial atau penuh kenangan, tapi tidak layak untuk kutampilkan di Pondok, kutinggal di rumah. Biar orang rumah yang luwes memanfaatkan.

Baju favorit, saat ini tidak ada. Favorit oh ya.. PSH Oranye. Saking sukanya, kueman-eman, jarang dipakai. Bagus dan nyaman, tapi masih sangat baru kesannya, walau sudah bertahun-tahun jadi bajunya ibuku, tapi karena jarang dipakai, rasanya masih seperti baru. Sayang kalau sering-sering kupakai, nanti jadi kinclong bekas setrikaan. Aku belum bisa seperfect ibu kalau menyetrika.

Senyummu... menyimpan kisah. Aku ingin menyimak kisah itu. Tapi bagaimana?

Ah sudahlah. Kata ibu, mungkin waktuku tidak banyak lagi. Kunikmati saja sisa masa lajangku sebaik-baiknya. Kamu, kalau memang jodohku, pasti akan datang, bukan? Kalau toh bukan kamu, maka pasti akan ada yang datang. Dan Allah sudah janjikan, laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik. Maka tugasku hanya satu: menjadi orang baik. Dengan upaya terbaik. Dan untukmu, jadilah baik. Tetaplah jadi baik. Semoga kamu dipertemukan-Nya dengan yang terbaik. Begitu pula denganku. Semoga.

See ya

Sabtu, 12 Agustus 2017

Untuk yang Sedang Lemah dalam Beramanah

Bismillaah...
Untuk yang sedang lemah dalam beramanah

(Salim A.Fillah)

Dulu,merasa ditinggal,tidak dipedulikan, pengurus pada tidak peka pada kebutuhan, ditambah lagi persoalan profesionalitas harus dipertahankan. Kau kira akademisku berjalan lancar? begitu kiranya ketika amanah dan dakwah menjadi kambing hitam. Dakwah hanya jadi bualan semua hanya karena lelah karena lilah, niatan dan janji اَللّهُ  yang terabaikan

Amal yaumi yang seharusnya terjiwai, namun hanya sekedar rutinitas tak menancap dihati. Boro boro tahajud seminggu sekali, yg ada syuro hampir tiap hari. Katanya sih untuk ummat ini, tapi aku lupa sama kewajiban diri. Harusnya liqo semakin giat, tapi dateng sering telat, atau malah futurnya kumat

👣Kepadamu yg telah ku bawa bersamaku meniti jalan ini,
Maaf telah melibatkanmu dalam perjalanan yang begitu melelahkan,
Perjalanan yang kerap membuat kita harus menangis darah,
Perjalanan yang lebih sering membilurkan luka,
Perjalanan yang kerap membuat kita merasa ingin berhenti dan kembali ke garis awal atau menepi...

Kepadamu yg telah kubawa bersamaku meniti jalan ini,
Maaf pernah berfikir meninggalkanmu seorang diri,
Menempuh segala perjalanan hidupmu sendirian
Bukan benar-benar meninggalkanmu,

Membiarkanmu berproses di jalan ini,
Hanya untuk membuatmu memahami likunya,
Hanya untuk membuatmu bertahan diatas kakimu,
Hanya untuk membuatmu tegar dalam melangkah.

Sebab kelak,
Ada masa dimana kita benar-benar akan sendiri
Menapaki jalan ini.
Ada masa dimana kita hanya punya Allah untuk dapat bertahan
Ada masa dimana kita harus berkata
"Hei... ini aku dan jalanku"
Masa dimana menjadi benar-benar terasing di keramaian dunia.
Masa dimana kita melukis cahaya yang berbeda dari mereka.

Kepadamu yg telah kubawa bersamaku meniti jalan ini,
Inilah jalan yg kita tempuh sekarang,
Jalan yg lebih banyak duri yg akan kita temui,
Jalan yg lebih terjal dan mendaki,
Jalan yg akan menguras airmata, semangat dan harapan semu,

Namun, inilah juga jalan yg akan membawa kita ke puncak,
Menikmati segala keindahan dari atas tanpa penghalang,
Yang akan mengubah airmata menjadi tawa kebahagiaan, melahirkan harapan baru yang pasti.

Setelah perjuangan dan pengorbanan telah kita lalui.

Kepadamu yg telah kubawa bersamaku meniti jalan ini,
Genggam tanganku erat jangan ragu
Ketika kau merasa letih dan tak sanggup berdiri,
Disaat kau ingin berhenti,
Menolehlah,
Disitu masih ada aku,
Yg masih bersamamu ketika memulai perjalanan panjang ini.
Dan akan tetap tersenyum kepadamu, menganggukkan kepala.
Bahwa kau bisa terus berjalan tanpa takut, tanpa ragu.
Sebab Allah juga bersamamu.

Kepadamu yg telah kubawa bersamaku meniti jalan ini.
Inilah jalan kita.

Kita memang akan menjadi berbeda,
Tak lagi sama dengan mereka,
Akan di asingkan,
Namun karena itulah kita menjadi permata,
Dijalan ini.
Di Jalan Dakwah. Jalan Cahaya.

Jangan takut dikatakan sok alim, karena mengajak orang lain berhijrah.
Tetapi takutlah akan teguran Allah, jika kita sudah berhijrah tetapi tidak mengajak orang lain untuk berhijrah juga.

jalan cinta para pejuang

Ikhwahfillah, Rangkullah sahabatmu sekali lagi, Bisa jadi ia menjadi lemah, sebab engkau tak lagi peduli

Untuk yang tegar di jalan dakwah
Menyelami samudera Alquran
Jalan cinta para pejuang

🍃🌷🍃🌷🍃🌷🍃🌷🍃🌷🍃🌷🍃⁠⁠⁠⁠

Dari WA Group SMAIT Ihsanul Fikri
Dikirim oleh Bunda Marhamah Amini

Betapa

Betapa aku ini isinya aib semata
Orang kadang lihat aku baik-baiknya
Padahal kalau mereka tahu sedikit aja dari aibku,
Niscaya tidak akan ada yang mau dekat-dekat denganku

Umbar senyum kadang kala
Ringan tangan saat itulah moodnya
Sopan bertutur suatu ketika
Dan itulah yang lebih banyak orang lihat
Padahal dalam sepi, aku ...

Terima kasih Tuhan, Kau tutup aibku
Kau simpan biar hanya kita yang tahu
Namun kelak jua kan kulaporkan di hari penghitungan
Setiap tingkah buruk yang di mata orang Kau sembunyikan
Akan tiba saatnya semua terbongkar
Betapa menjijikkan

Tuhan, kalau boleh aku meminta
Matikanlah aku dalam keadaan terbaik
Yang memberi kunci syurga tanpa hisab
Sehingga tak perlu kutanggung malu atas segala aibku

Namun Tuhan,
Aku sadar diri
Betapa kotor diri ini
Betapa tidak tahu diri permintaanku tadi

Sungguh, betapa Engkau Maha Bijaksana, Maha Rahim, Maha Bathin..
Secuil saja aibku terbuka di dunia,
Mungkin bagiku dunia runtuh seketika

Tutuplah Tuhanku, Tutupi aibku
Biar hanya kita berdua aja yang tahu
Cukup itu. Dan lalu,
Izinkan aku bertemu Wajah-Mu.

Jumat, 11 Agustus 2017

Gaji Pertama

Waktu melesat cepat. Tak terasa sudah sebulan lebih aku di sini. Dalam lingkungan baru, lingkaran kehidupan, kesibukan, dan pergaulan yang baru. Dan aku larut dalam dunia baru ini, tanpa harus menjadi diri yang baru.

Aku bisa jadi diri sendiri apa adanya. Tidak ada rasa terpaksa harus menampilkan sosok diri"ku" yang berbeda. Aku menikmati pekerjaanku. Lelah memang, lelah sekali. Melebihi lelahku saat sibuk di kampus dulu. Tetapi hari berganti tanpa kusadari. Bukankah itu pertanda nyaman dan betah? Maka terus kujalani saja, dengan tetap memohon ridha orang tua.

Momentumnya ditandai dengan keluarnya slip gaji pertama. Slip gaji yang kuterima dengan segenap rasa bahagia. Cukuplah halal dan berkah menjadi kriteria yang paling kuharap untuk rezeki berupa materi. Maka ketika slip gaji kuterima, lalu saat akan mencairkan uangnya di BMT ternyata BMT-nya tutup, aku tetap tersenyum sabar. Dan aku tetap pulang dengan rasa percaya diri yang tidak terkurangi.

Kupersembahkan (slip) gaji pertamaku ke hadapan ibu. Harap-harap cemas kunantikan ekspresinya. Segala puji bagi Allah, ibu tersenyum bangga. Aku tahu persis, bukan nominal uangnya yang mendorong ibu berekspresi demikian, melainkan penerimaanku dan kebanggaanku atas pekerjaanku yang membuat ibu pun menerima.

Memang jumlahnya tidak banyak bagi teman-teman yang sudah terbiasa dengan penghasilan di atas UMK. Tetapi aku sudah nyaman dengan iklimnya. Semoga tetap begini seterusnya, dan aku tidak akan pernah kecewa bekerja di sini.

Puas itu relatif yah.

Dalam beberapa kesempatan, ibu, Bapak, adik-adik, dan teman-teman masih sering mengirimi informasi lowongan kerja. Banyak yang menarik. Sayangnya, aku sudah tidak punya cukup waktu untuk menebar lamaran seperti dulu.

Waktu benar-benar berharga sekarang. Yang paling kujaga tentu waktu tidurku: harus cukup. Jangan sampai hal buruk terjadi. Lebih baik mencegah daripada terlanjur menjadi masalah.

Masih soal info-info lowongan. Kalau saja aku berniat untuk cabut dari sini, mungkin akan kuperjuangkan untuk melamar disana-sini, dengan konsekuensi mengurangi waktu tidur. Namun resikonya terlalu tinggi. Lagipula aku memang sudah tak berniat pergi. Kalaupun aku akan pergi dari sini, mungkin itu karena pindah dan karena nikah. Semoga jodohku bukan teman kerja di sini. Semoga dia itu kamu. (Ahh, doaku masih nakal aja. Sampai kapan ya.?)

Nah, slip gaji. Secarik kertas itu saja yang kuberikan (lebih tepatnya, kuperlihatkan) di kepulanganku tempo hari. Bukan lembaran uang yang bisa langsung dibelanjakan. Namun lelahku serasa langsung hilang, luruh berganti kepuasan, saat melihat senyum ibu terkembang.

Bagi kami, memang lebih baik begini: saling terbuka. Keluargaku biarlah tahu berapa penghasilanku. Dan kelak, insyaallah di bulan kedua, baru akan kuterimakan lembar-lembar rupiahnya untuk melipur rasa. Utuh sebulan gaji. Lantas di bulan-bulan setelahnya, rencanaku insyaallah akan kubagi sekian persen penghasilan untuk menyokong kebutuhan keluarga, alokasi untuk tabungan haji dan nikah (kalau tabungan ini, sudah dimulai dari bulan ini. Sudah lama ding.. tapi terus uangnya terbang), dana sosial, dan kebutuhan pribadi harian yang harus dipenuhi.

Semoga ini bisa berjalan lancar Ya Allah... Terima kasih atas semuanya.. terima kasih atas segala jalan yang Kau bukakan... terima kasih atas rezeki berupa keluarga, kesehatan, semangat, dokter, teman-teman, murid-murid, anak asuh asrama, suplai gizi, tempat tinggal, air, energi, kesibukan, atasan, sarpras, dan semuua kebaikan yang telah Kau berikan untuk hamba... Hamba sadar, ada begitu banyak doa yang berpilin hingga Arsy-Mu bergetar karenanya. Bukan karena doaku semata. Semoga doamu ada di antaranya.

Hari ini, setelah beberapa lama slip gaji kuterima, akhirnya aku belanja. Ada voucher belanja seharga lima puluh ribu rupiah yang bisa dibelanjakan di Fikri Mart, Toko Swalayan mini Pesantren yang kemungkinan dikelola sebagai koperasi.beli beberapa item barang. Ternyata habisnya 56.000. Oke, karena voucher hanya berlaku untuk satu kali belanja, maka belanjaanku kuanggap cukup. Nombok 6000 dari sisa uang saku yang ibu berikan padaku. Sebagian barang yang kubeli, sudah kuniatkan untuk kuantarkan pulang kapan-kapan. Membantu menyokong kebutuhan rumah, itu misiku.

Dan malam pun berlari cepat ekali. Sudah saatnya aku tidur. Aku harus tidur. Dan berisiap tuk berjibaku dengan RPP esok pagi.

Hei kamu, apa kabar??