Who Amung Us

Jumat, 11 Agustus 2017

Gaji Pertama

Waktu melesat cepat. Tak terasa sudah sebulan lebih aku di sini. Dalam lingkungan baru, lingkaran kehidupan, kesibukan, dan pergaulan yang baru. Dan aku larut dalam dunia baru ini, tanpa harus menjadi diri yang baru.

Aku bisa jadi diri sendiri apa adanya. Tidak ada rasa terpaksa harus menampilkan sosok diri"ku" yang berbeda. Aku menikmati pekerjaanku. Lelah memang, lelah sekali. Melebihi lelahku saat sibuk di kampus dulu. Tetapi hari berganti tanpa kusadari. Bukankah itu pertanda nyaman dan betah? Maka terus kujalani saja, dengan tetap memohon ridha orang tua.

Momentumnya ditandai dengan keluarnya slip gaji pertama. Slip gaji yang kuterima dengan segenap rasa bahagia. Cukuplah halal dan berkah menjadi kriteria yang paling kuharap untuk rezeki berupa materi. Maka ketika slip gaji kuterima, lalu saat akan mencairkan uangnya di BMT ternyata BMT-nya tutup, aku tetap tersenyum sabar. Dan aku tetap pulang dengan rasa percaya diri yang tidak terkurangi.

Kupersembahkan (slip) gaji pertamaku ke hadapan ibu. Harap-harap cemas kunantikan ekspresinya. Segala puji bagi Allah, ibu tersenyum bangga. Aku tahu persis, bukan nominal uangnya yang mendorong ibu berekspresi demikian, melainkan penerimaanku dan kebanggaanku atas pekerjaanku yang membuat ibu pun menerima.

Memang jumlahnya tidak banyak bagi teman-teman yang sudah terbiasa dengan penghasilan di atas UMK. Tetapi aku sudah nyaman dengan iklimnya. Semoga tetap begini seterusnya, dan aku tidak akan pernah kecewa bekerja di sini.

Puas itu relatif yah.

Dalam beberapa kesempatan, ibu, Bapak, adik-adik, dan teman-teman masih sering mengirimi informasi lowongan kerja. Banyak yang menarik. Sayangnya, aku sudah tidak punya cukup waktu untuk menebar lamaran seperti dulu.

Waktu benar-benar berharga sekarang. Yang paling kujaga tentu waktu tidurku: harus cukup. Jangan sampai hal buruk terjadi. Lebih baik mencegah daripada terlanjur menjadi masalah.

Masih soal info-info lowongan. Kalau saja aku berniat untuk cabut dari sini, mungkin akan kuperjuangkan untuk melamar disana-sini, dengan konsekuensi mengurangi waktu tidur. Namun resikonya terlalu tinggi. Lagipula aku memang sudah tak berniat pergi. Kalaupun aku akan pergi dari sini, mungkin itu karena pindah dan karena nikah. Semoga jodohku bukan teman kerja di sini. Semoga dia itu kamu. (Ahh, doaku masih nakal aja. Sampai kapan ya.?)

Nah, slip gaji. Secarik kertas itu saja yang kuberikan (lebih tepatnya, kuperlihatkan) di kepulanganku tempo hari. Bukan lembaran uang yang bisa langsung dibelanjakan. Namun lelahku serasa langsung hilang, luruh berganti kepuasan, saat melihat senyum ibu terkembang.

Bagi kami, memang lebih baik begini: saling terbuka. Keluargaku biarlah tahu berapa penghasilanku. Dan kelak, insyaallah di bulan kedua, baru akan kuterimakan lembar-lembar rupiahnya untuk melipur rasa. Utuh sebulan gaji. Lantas di bulan-bulan setelahnya, rencanaku insyaallah akan kubagi sekian persen penghasilan untuk menyokong kebutuhan keluarga, alokasi untuk tabungan haji dan nikah (kalau tabungan ini, sudah dimulai dari bulan ini. Sudah lama ding.. tapi terus uangnya terbang), dana sosial, dan kebutuhan pribadi harian yang harus dipenuhi.

Semoga ini bisa berjalan lancar Ya Allah... Terima kasih atas semuanya.. terima kasih atas segala jalan yang Kau bukakan... terima kasih atas rezeki berupa keluarga, kesehatan, semangat, dokter, teman-teman, murid-murid, anak asuh asrama, suplai gizi, tempat tinggal, air, energi, kesibukan, atasan, sarpras, dan semuua kebaikan yang telah Kau berikan untuk hamba... Hamba sadar, ada begitu banyak doa yang berpilin hingga Arsy-Mu bergetar karenanya. Bukan karena doaku semata. Semoga doamu ada di antaranya.

Hari ini, setelah beberapa lama slip gaji kuterima, akhirnya aku belanja. Ada voucher belanja seharga lima puluh ribu rupiah yang bisa dibelanjakan di Fikri Mart, Toko Swalayan mini Pesantren yang kemungkinan dikelola sebagai koperasi.beli beberapa item barang. Ternyata habisnya 56.000. Oke, karena voucher hanya berlaku untuk satu kali belanja, maka belanjaanku kuanggap cukup. Nombok 6000 dari sisa uang saku yang ibu berikan padaku. Sebagian barang yang kubeli, sudah kuniatkan untuk kuantarkan pulang kapan-kapan. Membantu menyokong kebutuhan rumah, itu misiku.

Dan malam pun berlari cepat ekali. Sudah saatnya aku tidur. Aku harus tidur. Dan berisiap tuk berjibaku dengan RPP esok pagi.

Hei kamu, apa kabar??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar