Kau apa kabar?
Masihkah seperti dulu, lembut dan tawadhu?
Bagaimana kondisi imanmu, sedang tebalkah, atau compang-camping sepertiku?
Bagaimana kesehatanmu, apa maag itu masih sering datang? Pola makan dan atau stres mu, apa masih jadi masalah besar?
Bagaimana kabar keuanganmu, masihkah royal seperti dulu? Darimana pendapatanmu? Apa kau sudah tenang di sana, atau masih ada gulana? Kemana prioritas uangmu kau arahkan?
Bagaimana kabar keluargamu? Sedikit sekali yang kutahu tentangnya, selain kabar buruk ayah ibumu pernah sakit waktu itu.
Bagaimana kabar optimisme, idealisme, dan impian-impianmu? Aku rindu menyimak semuanya. Aku tak tahu arah yang tepat untuk mengakses mereka.. Kemana? Dan bagaimana caraku bertanya?
Bagaimana kabar juz-juz yang kau hafalkan? Bertambahkah, stagnan, atau berkurang sepertiku?
Bagaimana kabar hatimu, masihkah ia jernih kau dengar, dan jernih mendengar hati lainnya? Masihkah ia sejuk dan menyejukkan.. Riang meringankan beban?
Aku rindu semua tentangmu.
Tapi aku takut aku tak berhak tahu.
Maka di sinilah aku
Bersajak dalam kesendirian
Entah sampai kapan
Kau pernah bilang, agraria lebih memikatmu ketimbang apa yang kau geluti saat itu. Aku ingin tahu, itu minat sesaat ataukah minat menetap? Apa pencapaian terbaikmu di sana, kapan? Sekarang, apa yang sedang kau perbuat? Kedepan, apa yang hendak kau bangun?
Aku ingin sampaikan langsung sebetulnya, lewat lisan dan tatap mata: jalani passionmu.. apapun itu, aku mendukungmu! Mungkin kita harus sakit dan jatuh bangun di sana, tapi bukankah bukan kesulitan yang akan dirasa, melainkan keseruan? Kenapa tidak, kan?
Kau pernah bilang, jangan dibudidayakan teriak-teriak begitu. Aku ingin kau menegurku selalu setiap kali aku mulai lepas kendali. Aku ingin jadi baik, salah satunya adalah versi baik yang kau sukai. Aku ingin kau menyeimbangkanku.. Walau aku belum tahu, apa aku bisa menyeimbangkanmu.
Kau pernah bilang terima kasih.. Emosional. Kita tak berani saling menatap, tak juga dekat-dekat. Terima kasihmu dalam, aku tahu. Karena itu, bahkan tak sanggup terucap maksud terima kasihmu. Tapi itu lebih dari cukup, sebab aku tahu. Seringkali, tanpa kata, kita sudah saling tahu. Semoga kau tahu, melepaskanmu dari beban berat itu adalah kehormatan besar bagiku. Melihatmu nyaman dengan dirimu, dengan hidupmu, dengan duniamu, sama dengan bahagiaku. Membuatmu percaya dirimu berharga, secara bersamaan adalah membangun harga diriku juga.
Jadi, ucapan terima kasihmu waktu itu, walau sebetulnya itu tak perlu, di saat yang sama membuatku lega dan berterima kasih pula padamu, pada semua, dan terlebih padaNya yang membuat segalanya terjadi. Sayang saat itu terlalu emosional. Kau hanya sanggup bilang terima kasih. Aku pun hanya mampu tersenyum, dan berbalik pergi. Malam membatasi kita, karena kita masih bukan siapa-siapa satu sama lain.
Kau pernah bilang, kan, kau lebih senang bila aku dihina dalam mujahadahku daripada aku dipuji dalam kelalaian.
Terima kasih. Pesan itu menancap dalam, menguatkanku dari dalam sewaktu aku hampir terjatuh. Terima kasih.
Kau pernah bertanya, how's life?
Dan sekarang aku ingin tanya juga, how's your life?
Sayangnya aku masih tidak tahu, bagaimana harus menanyakannya padamu.
Klaten, malam takbiran 1438
Who Amung Us
Minggu, 25 Juni 2017
Kamis, 15 Juni 2017
Soundtrack Asyik
Berdua mencari tempat berlindung
Kita berlari di tengah hari hujan
Meski tuk itu aku harus kehilangan sesuatu
Hanya ada satu hal yang harus kulindungi
Alasan mengapa kita terlair di dunia ini
Akan kucari bersamamu
Biarpun ku harus sakit karenanya
Mari kita sambut Pemenang yang baru*
[Aku berlindung dari pekat sinar mentari
Di ujung jariku ada prisma berwarna jingga
Demi dirimu aku akan menjadi lebih baik
Sehingga bisa termaafkan semua kesalahanku
Cahaya yang menyinari dunia ada di tanganku
Untuk menerangi kegelapan
Jadi diriku takkan kehilangan arah
Bersamamu aku akan melalui jalan itu]
*Ini lagu opening anime Full Metal Panic jaman aku ABG. Sepanjang jalan pulang dari kontrol tadi entah kenapa terngiang-ngiang terus lagu ini, dan otomatis mengumandangkannya nonstop di atas motor.
NB: yang di dalam tanda kurung kotak ini adalah [hasil mengamati aplotan orang di yutub.]
Kita berlari di tengah hari hujan
Meski tuk itu aku harus kehilangan sesuatu
Hanya ada satu hal yang harus kulindungi
Alasan mengapa kita terlair di dunia ini
Akan kucari bersamamu
Biarpun ku harus sakit karenanya
Mari kita sambut Pemenang yang baru*
[Aku berlindung dari pekat sinar mentari
Di ujung jariku ada prisma berwarna jingga
Demi dirimu aku akan menjadi lebih baik
Sehingga bisa termaafkan semua kesalahanku
Cahaya yang menyinari dunia ada di tanganku
Untuk menerangi kegelapan
Jadi diriku takkan kehilangan arah
Bersamamu aku akan melalui jalan itu]
*Ini lagu opening anime Full Metal Panic jaman aku ABG. Sepanjang jalan pulang dari kontrol tadi entah kenapa terngiang-ngiang terus lagu ini, dan otomatis mengumandangkannya nonstop di atas motor.
NB: yang di dalam tanda kurung kotak ini adalah [hasil mengamati aplotan orang di yutub.]
Selasa, 13 Juni 2017
Laju Roda
Tanpamu, roda masih berputar
Termasuk duniaku, ia tidak terhenti
Aku menjalaninya sebiasamungkin
Aku khawatir, aku yang dulu semata karenamu
Dan bukan Dia penyebabku yang utama
Maka aku terus menghadapi semua sebiasa mungkin
Murni karena bodohku
Belumbisa mendeteksi diagnosa hatiku
Tanpamu, semua masih baik-baik saja
Hanya...
Tidak seberwarna waktu itu
Sewaktu ada kamu
Problema, dinamika, proyksi, antusiasme, proses perjuangan, jatuh bangun kemenangan kegagalan, visi, dan asa
Semua sama, tetap ada
Hatiku tetap berroller coaster juga
Yang tidak ada cuma kamu,
Rasa indah yang istimewa itu,
Hasrat ingin mendukung, menolong, menyelamatkan menjaga,
Rasa diri berharga
Itulah bedanya
Maka semoga saja
antara aku dan kamu waktu itu
Memang hanya antara kita
Bukan faktor untukamal-aalku
Dan tanpa bermaksud geer, nih, ya,
Bukan faktor juga untkamal-amalmu
Karena alangkah meruginya kita
Bila "demikianlah" adanya
Biarkan roda kita melaju begitu saja, apa adanya
di atas jalan kehidupan
Tak ada perlu permasalahkan masa lalu
Hadapi apa yang di hadapan
Jalani dengan keridhaan
Takdir tak mungkin kita paksa
Takdir sudah dituliskan
Kerjakan saja tugas kita
Jaga diri dalam kebaikan
Abdullah & Khalifah
Tunaikanlah
Sampai jumpa di syurga, Kawan
Dari rumah, perjalanan sampai depan PMI,di waktu Dhuha 17 Ramadhan 1438 H
Ridla Surya Ramadlani
Termasuk duniaku, ia tidak terhenti
Aku menjalaninya sebiasamungkin
Aku khawatir, aku yang dulu semata karenamu
Dan bukan Dia penyebabku yang utama
Maka aku terus menghadapi semua sebiasa mungkin
Murni karena bodohku
Belumbisa mendeteksi diagnosa hatiku
Tanpamu, semua masih baik-baik saja
Hanya...
Tidak seberwarna waktu itu
Sewaktu ada kamu
Problema, dinamika, proyksi, antusiasme, proses perjuangan, jatuh bangun kemenangan kegagalan, visi, dan asa
Semua sama, tetap ada
Hatiku tetap berroller coaster juga
Yang tidak ada cuma kamu,
Rasa indah yang istimewa itu,
Hasrat ingin mendukung, menolong, menyelamatkan menjaga,
Rasa diri berharga
Itulah bedanya
Maka semoga saja
antara aku dan kamu waktu itu
Memang hanya antara kita
Bukan faktor untukamal-aalku
Dan tanpa bermaksud geer, nih, ya,
Bukan faktor juga untkamal-amalmu
Karena alangkah meruginya kita
Bila "demikianlah" adanya
Biarkan roda kita melaju begitu saja, apa adanya
di atas jalan kehidupan
Tak ada perlu permasalahkan masa lalu
Hadapi apa yang di hadapan
Jalani dengan keridhaan
Takdir tak mungkin kita paksa
Takdir sudah dituliskan
Kerjakan saja tugas kita
Jaga diri dalam kebaikan
Abdullah & Khalifah
Tunaikanlah
Sampai jumpa di syurga, Kawan
Dari rumah, perjalanan sampai depan PMI,di waktu Dhuha 17 Ramadhan 1438 H
Ridla Surya Ramadlani
Sabtu, 10 Juni 2017
BERBAGI PENGALAMAN MENDIDIK ANAK-ANAK
by Ayah Edy
Ketika dulu perilaku anak-anak saya bermasalah....
yang pertama saya lakukan adalah mencari dan menemukan prilaku saya yang bermasalah....
Karena saya sadar anak adalah peniru yg ulung
Karena saya sadar jadi orang tua itu tidak ada sekolahnya
Karena saya sadar anak terlahir tanpa buku manual
Setelah lama mencari, Akhirnya saya menemukan paling tidak ada 37 kesalahan orang tua yang telah membuat perilaku anak saya bermasalah.
Ketika satu per satu perilaku saya dan istri berubah, maka alhamdulilah perilaku anak saya juga berubah menjad baik.
Hanya saja kami perlu waktu lebih dari 4 tahun untuk mencari dan menemukan apa saja perilaku kami yang bermasalah itu.
Tapi kini ayah dan bunda tidak perlu repot2 lagi cukup baca saja buku ini dan ubahlah satu persatu perlaku kita yang bermasalah.
Maka lihat saja hasilnya...
Berikut saya tuliskan 10 dari 37 perilaku bermasalah orang tua yang menghasilkan perilaku buruk pada anaknya.
1. Raja yang Tak Pernah Salah
Sewaktu anak kita masih kecil dan belajar jalan tidak jarang tanpa sengaja mereka menabrak kursi atau meja. Lalu mereka menangis. Umumnya, yang dilakukan oleh orang tua supaya tangisan anak berhenti adalah dengan memukul kursi atau meja yang tanpa sengaja mereka tabrak. Sambil mengatakan, “Siapa yang nakal ya? Ini sudah Papa/Mama pukul kursi/mejanya…sudah cup….cup…diem ya..Akhirnya si anak pun terdiam.
Ketika proses pemukulan terhadap benda benda yang mereka tabrak terjadi, sebenarnya kita telah mengajarkan kepada anak kita bahwa ia tidak pernah bersalah.
Yang salah orang atau benda lain. Pemikiran ini akan terus terbawa hingga ia dewasa. Akibatnya, setiap ia mengalami suatu peristiwa dan terjadi suatu kekeliruan, maka yang keliru atau salah adalah orang lain, dan dirinya selalu benar. Akibat lebih lanjut, yang pantas untuk diberi peringatan sanksi, atau hukuman adalah orang lain yang tidak melakukan suatu kekeliruan atau kesalahan.
Kita sebagai orang tua baru menyadari hal tersebut ketika si anak sudah mulai melawan pada kita. Perilaku melawan ini terbangun sejak kecil karena tanpa sadar kita telah mengajarkan untuk tidak pernah merasa bersalah.
Lalu, apa yang sebaiknya kita lakukan ketika si anak yang baru berjalan menabrak sesuatu sehingga membuatnya menangis? Yang sebaiknya kita lakukan adalah ajarilah ia untuk bertanggung jawab atas apa yang terjadi; katakanlah padanya (sambil mengusap bagian yang menurutnya terasa sakit): ” Sayang, kamu terbentur ya. Sakit ya? Lain kali hati-hati ya, jalannya pelan-pelan saja dulu supaya tidak membentur lagi.”
2. Berbohong Kecil
Awalnya anak-anak kita adalah anak yang selalu mendengarkan kata-kata orang tuanya, Mengapa? KArena mereka percaya sepenuhnya pada orang tuanya. Namun, ketika anak beranjak besar, ia sudah tidak menuruti perkataan atau permintaan kita? Apa yang terjadi? Apakah anak kita sudah tidak percaya lagi dengan perkataan atau ucapan-ucapan kita lagi?
Tanpa sadar kita sebagai orang tua setiap hari sering membohongi anak untuk menghindari keinginannya. Salah satu contoh pada saat kita terburu-buru pergi ke kantor di pagi hari, anak kita meminta ikut atau mengajak berkeliling perumahan. Apa yang kita lakukan? Apakah kita menjelaskannya dengan kalimat yang jujur? Atau kita lebih memilih berbohong dengan mengalihkan perhatian si kecil ke tempat lain, setelah itu kita buru-buru pergi? Atau yang ekstrem kita mengatakan, “Papa/Mama hanya sebentar kok, hanya ke depan saja ya, sebentaaar saja ya, Sayang.” Tapi ternyata, kita pulang malam. Contah lain yang sering kita lakukan ketika kita sedang menyuapi makan anak kita, “Kalo maemnya susah, nanti Papa?Mama tidak ajak jalan-jalan loh.” Padahal secara logika antara jalan-jalan dan cara/pola makan anak, tidak ada hubungannya sama sekali.
Dari beberapa contah di atas, jika kita berbohong ringan atau sering kita istilahkan “bohong kecil”, dampaknya ternyata besar. Anak tidak percaya lagi dengan kita sebagai orang tua. Anak tidak dapat membedakan pernyataan kita yang bisa dipercaya atau tidak. akibat lebih lanjut, anak menganggap semua yang diucapkan oleh orang tuanya itu selalu bohong, anak mulai tidak menuruti segala perkataan kita.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Berkatalah dengan jujur kepada anak. Ungkapkan dengan penuh kasih dan pengertian:
“Sayang, Papa/Mama mau pergi ke kantor. Kamu tidak bisa ikut. Tapi kalo Papa/Mama ke kebun binatang, kamu bisa ikut.”
Kita tak perlu merasa khawatir dan menjadi terburu-buru dengan keadaan ini. Pastinya membutuhkan waktu lebih untuk memberi pengertian kepada anak karena biasanya mereka menangis. Anak menangis karena ia belum memahami keadaan mengapa orang tuanya harus selalu pergi di pagi hari. Kita harus bersabar dan lakukan pengertian kepada mereka secara terus menerus. Perlahan anak akan memahami keadaan mengapa orang tuanya selalu pergi di pagi hari dan bila pergi bekerja, anak tidak bisa ikut. Sebaliknya bila pergi ke tempat selain kantor, anak pasti diajak orang tuanya. Pastikan kita selalu jujur dalam mengatakan sesuatu. Anak akan mampu memahami dan menuruti apa yang kita katakan.
3. Banyak Mengancam
“Adik, jangan naik ke atas meja! nanti jatuh dan nggak ada yang mau menolong!”
“Jangan ganggu adik,nanti MAma/Papa marah!”
Dari sisi anak pernyataan yang sifatnya melarang atau perintah dan dilakukan dengan cara berteriak tanpa kita beranjak dari tempat duduk atau tanpa kita menghentikan suatu aktivitas, pernyataan itu sudah termasuk ancaman. Terlebih ada kalimat tambahan “….nanti Mama/Papa marah!”
Seorang anak adalah makhluk yang sangat pandai dalam mempelajari pola orang tuanya; dia tidak hanya bisa mengetahui pola orang tuanya mendidik, tapi dapat membelokkan pola atau malah mengendalikan pola orang tuanya. Hal ini terjadi bila kita sering menggunakan ancaman dengan kata-kata,namun setelah itu tidak ada tindak lanjut atau mungkin kita sudah lupa dengan ancaman-ancaman yang pernah kita ucapkan
Apa yang sebaiknya kita lakukan? .
Kita tidak perlu berteriak-teriak seperti itu. Dekati si anak, hadapkan seluruh tubuh dan perhatian kita padanya. tatap matanya dengan lembut, namum perlihatkan ekspresi kita tidak senang dengan tindakan yang mereka lakukan. Sikap itu juga dipertegas dengan kata-kata, “Sayang, Papa/Mama mohon supaya kamu boleh meminjamkan mainan ini pada adikmu. Papa/Mama akan makin sayang sama kamu.” Tidak perlu dengan ancaman atau teriaka-teriakan. Atau kita bisa juga menyatakan suatu pernyataan yang menjelaskan suatu konsekuensi, misal “Sayang, bila kamu tidak meminjamkan mainan in ke adikmu,Papa/Mama akan menyimpan mainan ini dan kalian berdua tidak bisa bermain. MAinan akan Papa/Mama keluarkan, bila kamu mau pinjamkan mainan itu ke adikmu. Tepati pernyataan kita dengan tindakan.
4. Bicara Tidak Tepat Sasaran
Pernahkah kita menghardik anak dengan kalimat seperti, “Papa/Mama tidak suka bila kamu begini/begitu!” atau “Papa/Mama tidak mau kamu berbuat seperti itu lagi!” Namun kita lupa menjelaskan secara rinci dan dengan baik, hal2 atau tindakan apa saja yang kita inginkan. Anak tidak pernah tahu apa yang diinginkan atai dibutuhkan oleh orang tuanya dalam hal berperilaku. Akibatnya anak terus mencoba sesuatu yang baru. Dari sekian banyak percobaan yang dilakukannya, ternyata selalu dikatakan salah oleh orang tuanya. Hal ini mengakibatkan mereka berbalik untuk dengan sengaja melakukan hal2 yang tidak disukai orang tuanya. Tujuannya untuk mrmbuat orang tuanya kesal sebagia bentuk kekesalan yang juga ia alami (tindakannya selalu salah di hadapan orang tua).
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Sampaikanlah hal2 atau tindakan2 yang kita inginkan atau butuhkan pada saat kita menegur mereka terhadap perilaku atau hal yang tidak kita sukai.Komnikasikan secara intensif hal atau perilaku yang kita inginkan atau butuhkan. Dan pada waktunya, ketika mereka sudah megalami dan melakukan segala hal atau perilaku yang kita inginkan atau butuhkan , ucapkanlah terimakasih dengan tulus dan penuh kasih sayang atas segala usahanya untuk berubah.
5. Menekankan pada Hal-hal yang salah
Kebiasaan ini hampir sama dengan kebiasaan di atas. Banyak orang tua yang sering mengeluhkan tentang anak2nya tidak akur, suka bertengkar. Pada saat anak kita bertengkar, perhatian kita tertuju pada mereka, kita mencoba melerai atau bahkan memarahi. Tapi apakah kita sebagai orang tua memperhatikan mereka pada saat mereka bermain dengan akur? Kita seringkali menganggapnya tidak perlu menyapa mereka karena mereka sedang akur. Pemikiran tersebut keliru, karena hak itu akan memicu mereka untuk bertengkar agar bisa menarik perhatian orang tuanya,
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Berilah pujian setiap kali mereka bermain sengan asyik dan rukun, setiap kali mereka berbagi di antara mereka dengan kalimat sederhana dan mudah dipahami, misal: ”Nah, gitu donk kalau main. Yang rukun.” Peluklah mereka sebagai ungkapan senang dan sayang.
6. Merendahkan Diri Sendiri
Apa yang anda lakukan kalau melihat anak anda bermain Playstation lebih dari belajar? Mungkin yang sering kita ucapkan pada mereka, “Woy… mati in tuh PS nya, ntar dimarahin loh sama papa kalo pulang kerja!” Atau kita ungkapkan dengan pernyataan lain, namun tetap dengan figur yang mungkin ditakuti oleh anak pada saat itu. Contoh pernyataan ancaman diatas adalah ketika yang ditakuti adalah figur Papa.
Perhatikanlah kalimat ancaman tersebut. Kita tidak sadar bahwa kita telah mengajarkan pada anak bahwa yang mampu untuk menghentikan mereka maen ps adalah bapaknya, artinya figure yang hanya ditakuti adalah sang bapak. Maka jangan heran kalau jika anak tidak mengindahkan perkataan kita karena kita tidak mampu menghentikan mereka maen ps.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Siapkanlah aturan main sebelum kita bicara; setelah siap, dekati anak, tatap matanya, dan katakan dengan nada serius bahwa kita ingin ia berhenti main sekarang atau berikan pilihan, misal “Sayang, Papa/Mama ingin kamu mandi. Kamu mau mandi sekarang atau lima menit lagi?” bila jawabannya “lima menit lagi Pa/Ma”. Kita jawab kembali, “Baik, kita sepakat setelah lima menit kamu mandi ya. Tapi jika tidak berhenti setelah lima menit, dengan terpaksa papa/mama akan simpan PS nya di lemari sampai lusa”. Nah, persis setelah lima menit, dekati si anak, tatap matanya dan katakan sudah lima menit, tanpa tawar menawar atau kompromi lagi. Jika sang anak tidak nurut, segera laksanakan konsekuensinya.
7. Papa dan Mama Tidak Kompak
Mendidik abak bukan hanya tanggung jawab para ibu atau bapak saja, tapi keduanya. Orang tua harus memiliki kata sepakat dalam mendidik anak2nya. Anak dapat dengan mudah menangkap rasa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan bagi dirinya. Misal, seorang Ibu melarang anaknya menonton TV dan memintanya untuk mengerjakan PR, namun pada saat yang bersamaan, si bapak membela si anak dengan dalih tidak mengapa nonton TV terus agar anak tidak stress. Jika hal ini terjadi, anak akan menilai ibunya jahat dan bapaknya baik, akibatnya setiap kali ibunya memberi perintah, ia akan mulai melawan dengan berlindung di balik pembelaan bapaknya. Demikian juga pada kasus sebaliknya. Oleh karena itu, orang tua harus kompak dalam mendidik anak. Di hadapan anak, jangan sampai berbeda pendapat untuk hal2 yang berhubungan langsung dengan persoalan mendidik anak. Pada saat salah satu dari kita sedang mendidik anak, maka pasangan kita harus mendukungnya. Contoh, ketika si Ibu mendidik anaknya untuk berlaku baik terhadap si Kakak, dan si Ayah mengatakan ,”Kakak juga sih yang mulai duluan buat gara2…”. Idealnya, si Ayah mendukung pernyataan, “Betul kata Mama, Dik. Kakak juga perlu kamu sayang dan hormati….”
8. Campur Tangan Kakek, Nenek, Tante, atau Pihak Lain
Pada saat kita sebagai orang tua sudah berusaha untuk kompak dan sepaham satu sama lain dalam mendidik anak-anak kita, tiba-tiba ada pihak ke-3 yang muncul dan cenderung membela si anak. Pihak ke-3 yang dimaksud seperti kakek, nenek, om, tante, atau pihak lain di luar keluarga inti.
Seperti pada kebiasaan ke-7 (Papa dan Mama tidak Kompak), dampak ke anak tetap negatif bila dalam satu rumah terdapat pihak di luar keluarga inti yang ikut mendidik pada saat keluarga inti mendidik; Anak akan cenderung berlindung di balik orang yang membelanya. Anak juga cenderung melawan orang tuanya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Pastikan dan yakinkan kepada siapa pun yang tinggal di rumah kita untuk memiliki kesepakatan dalam mendidik dan tidak ikut campur pada saat proses pendidikan sedang dilakukan oleh kita sebagai orang tua si anak. Berikan pengertian sedemikian rupa dengan bahasa yang bisa diterima dengan baik oleh para pihak ke-3.
9. Menakuti Anak
Kebiasaan ini lazim dilakukan oleh para orang tua pada saat anak menangis dan berusaha untuk menenangkannya. Kita juga terbiasa mengancam anak untuk mengalihkan perhatiannya, “Awas ada Pak Satpam, ga boleh beli mainan itu!” Hasilnya memang anak sering kali berhenti merengek atau menangis, namun secara tidak sadar kita telah menanamkan rasa takut atau benci pada institusi atau pihak yang kita sebutkan.
Sebaiknya, berkatalah jujur dan berikan pengertian pada anak seperti kita memberi pengertian kepada orang dewasa karena sesungguhnya anak2 juga mampu berpikir dewasa. Jika anak tetap memaksa, katakanlah dengan penuh pengertian dan tataplah matanya, “Kamu boleh menangis, tapi Papa/Mama tetap tidak akan membelikan permen.” Biarkan anak kita yang memaksa tadi menangis hingga diam dengan sendirinya.
10. Ucapan dan Tindakan Tidak Sesuai
Berlaku konsisten mutlak diperlukan dalam mendidk anak. Konsisten merupakan keseuaian antara yang dinyatakan dan tidakan. Anak memiliki ingatan yang tajam terhadap suatu janji, dan ia sanga menghormati orang-orang yang menepati janji baik untuk beri hadiah atau janji untuk memberi sanksi. So, jangan pernah mengumbar janji ada anak dengan tujuan untuk merayunya, agar ia mengikuti permintaan kita seperti segera mandi, selalu belajar, tidak menonton televisi. Pikirlah terlebih dahulu sebelum berjanji apakah kita benar-benar bisa memenuhi janji tersebut. Jika ada janji yang tidak bisa terpenuhi segeralah minta maaf, berikan alasan yang jujur dan minta dia untuk menentukan apa yang kita bisa lakukan bersama anak untuk mengganti janji itu.
yang pertama saya lakukan adalah mencari dan menemukan prilaku saya yang bermasalah....
Karena saya sadar anak adalah peniru yg ulung
Karena saya sadar jadi orang tua itu tidak ada sekolahnya
Karena saya sadar anak terlahir tanpa buku manual
Setelah lama mencari, Akhirnya saya menemukan paling tidak ada 37 kesalahan orang tua yang telah membuat perilaku anak saya bermasalah.
Ketika satu per satu perilaku saya dan istri berubah, maka alhamdulilah perilaku anak saya juga berubah menjad baik.
Hanya saja kami perlu waktu lebih dari 4 tahun untuk mencari dan menemukan apa saja perilaku kami yang bermasalah itu.
Tapi kini ayah dan bunda tidak perlu repot2 lagi cukup baca saja buku ini dan ubahlah satu persatu perlaku kita yang bermasalah.
Maka lihat saja hasilnya...
Berikut saya tuliskan 10 dari 37 perilaku bermasalah orang tua yang menghasilkan perilaku buruk pada anaknya.
1. Raja yang Tak Pernah Salah
Sewaktu anak kita masih kecil dan belajar jalan tidak jarang tanpa sengaja mereka menabrak kursi atau meja. Lalu mereka menangis. Umumnya, yang dilakukan oleh orang tua supaya tangisan anak berhenti adalah dengan memukul kursi atau meja yang tanpa sengaja mereka tabrak. Sambil mengatakan, “Siapa yang nakal ya? Ini sudah Papa/Mama pukul kursi/mejanya…sudah cup….cup…diem ya..Akhirnya si anak pun terdiam.
Ketika proses pemukulan terhadap benda benda yang mereka tabrak terjadi, sebenarnya kita telah mengajarkan kepada anak kita bahwa ia tidak pernah bersalah.
Yang salah orang atau benda lain. Pemikiran ini akan terus terbawa hingga ia dewasa. Akibatnya, setiap ia mengalami suatu peristiwa dan terjadi suatu kekeliruan, maka yang keliru atau salah adalah orang lain, dan dirinya selalu benar. Akibat lebih lanjut, yang pantas untuk diberi peringatan sanksi, atau hukuman adalah orang lain yang tidak melakukan suatu kekeliruan atau kesalahan.
Kita sebagai orang tua baru menyadari hal tersebut ketika si anak sudah mulai melawan pada kita. Perilaku melawan ini terbangun sejak kecil karena tanpa sadar kita telah mengajarkan untuk tidak pernah merasa bersalah.
Lalu, apa yang sebaiknya kita lakukan ketika si anak yang baru berjalan menabrak sesuatu sehingga membuatnya menangis? Yang sebaiknya kita lakukan adalah ajarilah ia untuk bertanggung jawab atas apa yang terjadi; katakanlah padanya (sambil mengusap bagian yang menurutnya terasa sakit): ” Sayang, kamu terbentur ya. Sakit ya? Lain kali hati-hati ya, jalannya pelan-pelan saja dulu supaya tidak membentur lagi.”
2. Berbohong Kecil
Awalnya anak-anak kita adalah anak yang selalu mendengarkan kata-kata orang tuanya, Mengapa? KArena mereka percaya sepenuhnya pada orang tuanya. Namun, ketika anak beranjak besar, ia sudah tidak menuruti perkataan atau permintaan kita? Apa yang terjadi? Apakah anak kita sudah tidak percaya lagi dengan perkataan atau ucapan-ucapan kita lagi?
Tanpa sadar kita sebagai orang tua setiap hari sering membohongi anak untuk menghindari keinginannya. Salah satu contoh pada saat kita terburu-buru pergi ke kantor di pagi hari, anak kita meminta ikut atau mengajak berkeliling perumahan. Apa yang kita lakukan? Apakah kita menjelaskannya dengan kalimat yang jujur? Atau kita lebih memilih berbohong dengan mengalihkan perhatian si kecil ke tempat lain, setelah itu kita buru-buru pergi? Atau yang ekstrem kita mengatakan, “Papa/Mama hanya sebentar kok, hanya ke depan saja ya, sebentaaar saja ya, Sayang.” Tapi ternyata, kita pulang malam. Contah lain yang sering kita lakukan ketika kita sedang menyuapi makan anak kita, “Kalo maemnya susah, nanti Papa?Mama tidak ajak jalan-jalan loh.” Padahal secara logika antara jalan-jalan dan cara/pola makan anak, tidak ada hubungannya sama sekali.
Dari beberapa contah di atas, jika kita berbohong ringan atau sering kita istilahkan “bohong kecil”, dampaknya ternyata besar. Anak tidak percaya lagi dengan kita sebagai orang tua. Anak tidak dapat membedakan pernyataan kita yang bisa dipercaya atau tidak. akibat lebih lanjut, anak menganggap semua yang diucapkan oleh orang tuanya itu selalu bohong, anak mulai tidak menuruti segala perkataan kita.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Berkatalah dengan jujur kepada anak. Ungkapkan dengan penuh kasih dan pengertian:
“Sayang, Papa/Mama mau pergi ke kantor. Kamu tidak bisa ikut. Tapi kalo Papa/Mama ke kebun binatang, kamu bisa ikut.”
Kita tak perlu merasa khawatir dan menjadi terburu-buru dengan keadaan ini. Pastinya membutuhkan waktu lebih untuk memberi pengertian kepada anak karena biasanya mereka menangis. Anak menangis karena ia belum memahami keadaan mengapa orang tuanya harus selalu pergi di pagi hari. Kita harus bersabar dan lakukan pengertian kepada mereka secara terus menerus. Perlahan anak akan memahami keadaan mengapa orang tuanya selalu pergi di pagi hari dan bila pergi bekerja, anak tidak bisa ikut. Sebaliknya bila pergi ke tempat selain kantor, anak pasti diajak orang tuanya. Pastikan kita selalu jujur dalam mengatakan sesuatu. Anak akan mampu memahami dan menuruti apa yang kita katakan.
3. Banyak Mengancam
“Adik, jangan naik ke atas meja! nanti jatuh dan nggak ada yang mau menolong!”
“Jangan ganggu adik,nanti MAma/Papa marah!”
Dari sisi anak pernyataan yang sifatnya melarang atau perintah dan dilakukan dengan cara berteriak tanpa kita beranjak dari tempat duduk atau tanpa kita menghentikan suatu aktivitas, pernyataan itu sudah termasuk ancaman. Terlebih ada kalimat tambahan “….nanti Mama/Papa marah!”
Seorang anak adalah makhluk yang sangat pandai dalam mempelajari pola orang tuanya; dia tidak hanya bisa mengetahui pola orang tuanya mendidik, tapi dapat membelokkan pola atau malah mengendalikan pola orang tuanya. Hal ini terjadi bila kita sering menggunakan ancaman dengan kata-kata,namun setelah itu tidak ada tindak lanjut atau mungkin kita sudah lupa dengan ancaman-ancaman yang pernah kita ucapkan
Apa yang sebaiknya kita lakukan? .
Kita tidak perlu berteriak-teriak seperti itu. Dekati si anak, hadapkan seluruh tubuh dan perhatian kita padanya. tatap matanya dengan lembut, namum perlihatkan ekspresi kita tidak senang dengan tindakan yang mereka lakukan. Sikap itu juga dipertegas dengan kata-kata, “Sayang, Papa/Mama mohon supaya kamu boleh meminjamkan mainan ini pada adikmu. Papa/Mama akan makin sayang sama kamu.” Tidak perlu dengan ancaman atau teriaka-teriakan. Atau kita bisa juga menyatakan suatu pernyataan yang menjelaskan suatu konsekuensi, misal “Sayang, bila kamu tidak meminjamkan mainan in ke adikmu,Papa/Mama akan menyimpan mainan ini dan kalian berdua tidak bisa bermain. MAinan akan Papa/Mama keluarkan, bila kamu mau pinjamkan mainan itu ke adikmu. Tepati pernyataan kita dengan tindakan.
4. Bicara Tidak Tepat Sasaran
Pernahkah kita menghardik anak dengan kalimat seperti, “Papa/Mama tidak suka bila kamu begini/begitu!” atau “Papa/Mama tidak mau kamu berbuat seperti itu lagi!” Namun kita lupa menjelaskan secara rinci dan dengan baik, hal2 atau tindakan apa saja yang kita inginkan. Anak tidak pernah tahu apa yang diinginkan atai dibutuhkan oleh orang tuanya dalam hal berperilaku. Akibatnya anak terus mencoba sesuatu yang baru. Dari sekian banyak percobaan yang dilakukannya, ternyata selalu dikatakan salah oleh orang tuanya. Hal ini mengakibatkan mereka berbalik untuk dengan sengaja melakukan hal2 yang tidak disukai orang tuanya. Tujuannya untuk mrmbuat orang tuanya kesal sebagia bentuk kekesalan yang juga ia alami (tindakannya selalu salah di hadapan orang tua).
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Sampaikanlah hal2 atau tindakan2 yang kita inginkan atau butuhkan pada saat kita menegur mereka terhadap perilaku atau hal yang tidak kita sukai.Komnikasikan secara intensif hal atau perilaku yang kita inginkan atau butuhkan. Dan pada waktunya, ketika mereka sudah megalami dan melakukan segala hal atau perilaku yang kita inginkan atau butuhkan , ucapkanlah terimakasih dengan tulus dan penuh kasih sayang atas segala usahanya untuk berubah.
5. Menekankan pada Hal-hal yang salah
Kebiasaan ini hampir sama dengan kebiasaan di atas. Banyak orang tua yang sering mengeluhkan tentang anak2nya tidak akur, suka bertengkar. Pada saat anak kita bertengkar, perhatian kita tertuju pada mereka, kita mencoba melerai atau bahkan memarahi. Tapi apakah kita sebagai orang tua memperhatikan mereka pada saat mereka bermain dengan akur? Kita seringkali menganggapnya tidak perlu menyapa mereka karena mereka sedang akur. Pemikiran tersebut keliru, karena hak itu akan memicu mereka untuk bertengkar agar bisa menarik perhatian orang tuanya,
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Berilah pujian setiap kali mereka bermain sengan asyik dan rukun, setiap kali mereka berbagi di antara mereka dengan kalimat sederhana dan mudah dipahami, misal: ”Nah, gitu donk kalau main. Yang rukun.” Peluklah mereka sebagai ungkapan senang dan sayang.
6. Merendahkan Diri Sendiri
Apa yang anda lakukan kalau melihat anak anda bermain Playstation lebih dari belajar? Mungkin yang sering kita ucapkan pada mereka, “Woy… mati in tuh PS nya, ntar dimarahin loh sama papa kalo pulang kerja!” Atau kita ungkapkan dengan pernyataan lain, namun tetap dengan figur yang mungkin ditakuti oleh anak pada saat itu. Contoh pernyataan ancaman diatas adalah ketika yang ditakuti adalah figur Papa.
Perhatikanlah kalimat ancaman tersebut. Kita tidak sadar bahwa kita telah mengajarkan pada anak bahwa yang mampu untuk menghentikan mereka maen ps adalah bapaknya, artinya figure yang hanya ditakuti adalah sang bapak. Maka jangan heran kalau jika anak tidak mengindahkan perkataan kita karena kita tidak mampu menghentikan mereka maen ps.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Siapkanlah aturan main sebelum kita bicara; setelah siap, dekati anak, tatap matanya, dan katakan dengan nada serius bahwa kita ingin ia berhenti main sekarang atau berikan pilihan, misal “Sayang, Papa/Mama ingin kamu mandi. Kamu mau mandi sekarang atau lima menit lagi?” bila jawabannya “lima menit lagi Pa/Ma”. Kita jawab kembali, “Baik, kita sepakat setelah lima menit kamu mandi ya. Tapi jika tidak berhenti setelah lima menit, dengan terpaksa papa/mama akan simpan PS nya di lemari sampai lusa”. Nah, persis setelah lima menit, dekati si anak, tatap matanya dan katakan sudah lima menit, tanpa tawar menawar atau kompromi lagi. Jika sang anak tidak nurut, segera laksanakan konsekuensinya.
7. Papa dan Mama Tidak Kompak
Mendidik abak bukan hanya tanggung jawab para ibu atau bapak saja, tapi keduanya. Orang tua harus memiliki kata sepakat dalam mendidik anak2nya. Anak dapat dengan mudah menangkap rasa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan bagi dirinya. Misal, seorang Ibu melarang anaknya menonton TV dan memintanya untuk mengerjakan PR, namun pada saat yang bersamaan, si bapak membela si anak dengan dalih tidak mengapa nonton TV terus agar anak tidak stress. Jika hal ini terjadi, anak akan menilai ibunya jahat dan bapaknya baik, akibatnya setiap kali ibunya memberi perintah, ia akan mulai melawan dengan berlindung di balik pembelaan bapaknya. Demikian juga pada kasus sebaliknya. Oleh karena itu, orang tua harus kompak dalam mendidik anak. Di hadapan anak, jangan sampai berbeda pendapat untuk hal2 yang berhubungan langsung dengan persoalan mendidik anak. Pada saat salah satu dari kita sedang mendidik anak, maka pasangan kita harus mendukungnya. Contoh, ketika si Ibu mendidik anaknya untuk berlaku baik terhadap si Kakak, dan si Ayah mengatakan ,”Kakak juga sih yang mulai duluan buat gara2…”. Idealnya, si Ayah mendukung pernyataan, “Betul kata Mama, Dik. Kakak juga perlu kamu sayang dan hormati….”
8. Campur Tangan Kakek, Nenek, Tante, atau Pihak Lain
Pada saat kita sebagai orang tua sudah berusaha untuk kompak dan sepaham satu sama lain dalam mendidik anak-anak kita, tiba-tiba ada pihak ke-3 yang muncul dan cenderung membela si anak. Pihak ke-3 yang dimaksud seperti kakek, nenek, om, tante, atau pihak lain di luar keluarga inti.
Seperti pada kebiasaan ke-7 (Papa dan Mama tidak Kompak), dampak ke anak tetap negatif bila dalam satu rumah terdapat pihak di luar keluarga inti yang ikut mendidik pada saat keluarga inti mendidik; Anak akan cenderung berlindung di balik orang yang membelanya. Anak juga cenderung melawan orang tuanya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Pastikan dan yakinkan kepada siapa pun yang tinggal di rumah kita untuk memiliki kesepakatan dalam mendidik dan tidak ikut campur pada saat proses pendidikan sedang dilakukan oleh kita sebagai orang tua si anak. Berikan pengertian sedemikian rupa dengan bahasa yang bisa diterima dengan baik oleh para pihak ke-3.
9. Menakuti Anak
Kebiasaan ini lazim dilakukan oleh para orang tua pada saat anak menangis dan berusaha untuk menenangkannya. Kita juga terbiasa mengancam anak untuk mengalihkan perhatiannya, “Awas ada Pak Satpam, ga boleh beli mainan itu!” Hasilnya memang anak sering kali berhenti merengek atau menangis, namun secara tidak sadar kita telah menanamkan rasa takut atau benci pada institusi atau pihak yang kita sebutkan.
Sebaiknya, berkatalah jujur dan berikan pengertian pada anak seperti kita memberi pengertian kepada orang dewasa karena sesungguhnya anak2 juga mampu berpikir dewasa. Jika anak tetap memaksa, katakanlah dengan penuh pengertian dan tataplah matanya, “Kamu boleh menangis, tapi Papa/Mama tetap tidak akan membelikan permen.” Biarkan anak kita yang memaksa tadi menangis hingga diam dengan sendirinya.
10. Ucapan dan Tindakan Tidak Sesuai
Berlaku konsisten mutlak diperlukan dalam mendidk anak. Konsisten merupakan keseuaian antara yang dinyatakan dan tidakan. Anak memiliki ingatan yang tajam terhadap suatu janji, dan ia sanga menghormati orang-orang yang menepati janji baik untuk beri hadiah atau janji untuk memberi sanksi. So, jangan pernah mengumbar janji ada anak dengan tujuan untuk merayunya, agar ia mengikuti permintaan kita seperti segera mandi, selalu belajar, tidak menonton televisi. Pikirlah terlebih dahulu sebelum berjanji apakah kita benar-benar bisa memenuhi janji tersebut. Jika ada janji yang tidak bisa terpenuhi segeralah minta maaf, berikan alasan yang jujur dan minta dia untuk menentukan apa yang kita bisa lakukan bersama anak untuk mengganti janji itu.
BIARKAN ANAK MENANGGUNG KONSEKUENSI PERBUATANNYA
“Bermain air basah, bermain api hangus.” Masih ingatkah pada pepatah lama ini? Benar, tiap perbuatan manusia memang selalu diikuti akibat. Datang terlambat di kantor ditegur. Telat bayar tagihan kartu kredit didenda. Kadang kita berusaha tidak peduli. Tapi setelah satu-dua kali terantuk akibat – apalagi kalau akibatnya berat – biasanya kita jera.
Hal serupa berlaku di dunia anak-anak. Tulisan ini membahas bagaimana membuat anak mengambil pelajaran dari konsekuensi perbuatannya. Ada dua jenis konsekuensi tiap perbuatan: alamiah dan logis.
A. KONSEKUENSI ALAMIAH
Konsekuensi alamiah – biasanya berupa akibat langsung suatu perbuatan – biasanya sanggup diterima anak serta tidak membahayakan fisik atau perasaannya. Misalnya, tidak mau makan bikin anak lapar. Tidak hati-hati memanjat bisa jatuh. Bangun kesiangan akibatnya terlambat ke sekolah.
Orangtua kerap tak tega membiarkan anak menanggung konsekuensi alamiah ini karena belenggu belief: kalau tidak makan jadi kurang gizi; kalau memanjat nanti jatuh. Padahal jika anak dibiarkan merasakan lapar, nafsu makannya mungkin jadi lebih besar. Setelah jatuh satu-dua kali, anak akan paham jatuh itu sakit sehingga berhati-hati memanjat. Ingat, makin keras tekanan anak agar mengikuti belief kita, makin kuat perlawanan (power struggle dan revenge) dan keputusasaan (helplessness). Makin cerewet kita, makin ‘tebal’ telinga anak.
Lantas, apakah orangtua mesti lepas tangan dari semua perbuatan anak? Tentu tidak. Batasannya sangat jelas. Bila anak bermain dengan sesuatu yang jelas-jelas bisa mencelakai fisik – misalnya arus listrik, setrika, kompor, pisau atau bahan kimia – orangtua perlu melarang. Dengan sedikit teknik self-interviewing (bertanya pada diri sendiri) orangtua bisa menilai perlu tidaknya mereka campur tangan dalam perbuatan anak.
TEKNIK SELF INTERVIEWING
Tanyakan serangkaian pertanyaan berikut, untuk memutuskan campur tangan atau tidak dalam perbuatan anak:
- Apa yang terjadi jika saya diam saja?
- Apa konsekuensi alamiahnya?
- Apa konsekuensi itu terlalu berat, atau justru terlalu ringan sehingga anak tidak jera?
Terapkan ketiga pertanyaan di atas untuk situasi berikut:
1. Anak-anak berebut mainan sampai rusak. Jika kita diamkan, mereka terus berebut. Memang berisik, tapi itu toh masalah anak (ingat bagian ‘Siapa Sebenarnya Pemilik Masalah’). Konsekuensi alamiahnya, paling salah satu menangis karena kalah, atau mainan rusak. Berbahayakah membiarkan anak menangis atau kecewa karena mainannya rusak? Belum tentu. Mungkin mereka justru menyesal.
2. Anak malas gosok gigi sampai sakit gigi. Jika dibiarkan, anak pasti menderita. Konsekuensi alamiahnya buruk buat giginya sehingga harus dibawa ke dokter. Di lain pihak, setelah tersiksa semalaman oleh nyeri gigi, agaknya anak jera. Rasa sakit yang ia derita sekarang bisa jadi ‘alarming bell’ tiap kali ia malas gosok gigi.
3. Anak malas makan. Jika dibiarkan sekali saja, apakah anak akan kurang gizi berat? Paling-paling kelaparan. Mungkin kalau sudah lapar betul anak akan makan sendiri tanpa disuruh.
4. Anak terlambat bangun. Kalau dibiarkan, anak pasti terlambat dan ditegur guru. Ini masalah anak. Mungkin setelah ditegur dan kena malu, ia kapok.
B. KONSEKUENSI LOGIS
Kadang konsekuensi alamiah tak cukup efektif. Dalam hal ini orangtua bisa menerapkan konsekuensi logis. Konsekuensi logis sebetulnya merupakan serangkaian syarat yang dikehendaki orangtua. Syarat ini berhubungan dengan perbuatan anak, berpotensi meredakan masalah dan membuat anak jera. Efektif tidaknya syarat ini tergantung cara orangtua menjelaskannya kepada anak.
Penerapan konsekuensi logis biasanya berupa pemberian pilihan. Misalnya:
- “Kamu boleh pilih: tidur siang atau tidak tidur siang untuk bikin PR sekarang?”
- “Ayah mau mendengarkan berita di TV. Kalau mau bertengkar terus, bertengkarlah di luar. Kalau masih mau di dalam, main yang akur…”
- “PR-nya harus selesai sebelum nonton Sponge Bob, lho. Kalau belum selesai, apa boleh buat, nggak lihat Spongebob!”
- “Kalau sepeda tidak kamu simpan habis dipakai, Ayah akan kunci di gudang tiga hari baru boleh pakai lagi.”
- “Kalau kamu habiskan uang saku mingguan sebelum waktunya, nggak ada tambahan lagi sampai minggu depan, ya.”
Konsekuensi logis membantu orangtua menghindarkan pola menghukum anak, dan sebaliknya membantu anak mengenali akibat perbuatannya. Dengan mengatakan “kamu boleh pilih” – atau menyodorkan pilihan – orangtua sebenarnya memberi anak hak membuat keputusan (apa yang akan dipilih), sekaligus membiarkan anak belajar menerima konsekuensi pilihannya. Bagi anak sendiri, penetapan syarat membuatnya bisa menimbang perbuatan mana yang bisa ia toleransi akibatnya. Misalnya: Jika membuat PR lebih menyenangkan daripada tidur siang, anak mungkin memilih membuat PR. Jika tidur siang lebih enak ketimbang bikin PR, anak memilih mengerjakan PR sore hari setelah bangun dalam keadaan segar.
- Karena segan pada ayah, anak yang tidak senang ‘diusir’ keluar ruangan mungkin memilih berhenti bertengkar. Sedangkan anak yang masih penasaran bertengkar akan melakukannya di luar, seperti perintah ayah.
- Jika anak berat melewatkan Sponge Bob, ia memilih membuat dan menyelesaikan PR secepatnya daripada berisiko tidak boleh nonton.
- Daripada harus menunggu tiga hari untuk bisa main sepeda lagi, anak terdorong lebih tertib menyimpan sepeda tiap habis dipakai.
- Tiap ingin memboroskan uang saku mingguannya, anak akan memikirkan risiko ‘tongpes’ (kantong kempes) – tentu sepanjang orangtua konsisten tidak menambah uang saku meski ia merengek.
Menerapkan konsekuensi logis memang lebih sulit dibanding mengandalkan konsekuensi alamiah, karena orangtua harus membuat syarat yang masuk akal dan cukup memberi efek jera. Meski begitu, imbalannya ‘sebanding’: Konsekuensi logis memberi learning opportunity lebih banyak untuk anak. Selain itu, konsekuensi logis juga bekerja lebih baik dalam mengatasi perbedaan kepentingan antara orangtua dan anak – sepanjang orangtua bisa menjelaskan dengan baik dan memberi pilihan yang masuk akal. Keep trying!
www.parentsguide. co.id
SUATU SAAT KITA AKAN MENINGGALKAN MEREKA. JANGAN MAINKAN SEMUA PERAN
Kita tidak pernah tahu, anak kita akan terlempar ke bagian bumi yang mana nanti, maka izinkanlah dia belajar menyelesaikan masalahnya sendiri .
Jangan memainkan semua peran,
ya jadi ibu,
ya jadi koki,
ya jadi tukang cuci.
ya jadi ibu,
ya jadi koki,
ya jadi tukang cuci.
ya jadi ayah,
ya jadi supir,
ya jadi tukang ledeng,
ya jadi supir,
ya jadi tukang ledeng,
Anda bukan anggota tim SAR!
Anak anda tidak dalam keadaan bahaya.
Tidak ada sinyal S.O.S!
Jangan selalu memaksa untuk membantu dan memperbaiki semuanya.
Anak anda tidak dalam keadaan bahaya.
Tidak ada sinyal S.O.S!
Jangan selalu memaksa untuk membantu dan memperbaiki semuanya.
Anak mengeluh karena mainan puzzlenya tidak bisa nyambung menjadi satu, "Sini...Ayah bantu!".
Tutup botol minum sedikit susah dibuka, "Sini...Mama saja".
Tali sepatu sulit diikat, "Sini...Ayah ikatkan".
Kecipratan sedikit minyak
"Sudah sini, Mama aja yang masak".
"Sudah sini, Mama aja yang masak".
Kapan anaknya bisa?
Kalau bala bantuan muncul tanpa adanya bencana,
Apa yang terjadi ketika bencana benar-benar datang?
Apa yang terjadi ketika bencana benar-benar datang?
Berikan anak-anak kesempatan untuk menemukan solusi mereka sendiri.
Kemampuan menangani stress,
Menyelesaikan masalah,
dan mencari solusi,
merupakan keterampilan/skill yang wajib dimiliki.
Menyelesaikan masalah,
dan mencari solusi,
merupakan keterampilan/skill yang wajib dimiliki.
Dan skill ini harus dilatih untuk bisa terampil,
Skill ini tidak akan muncul begitu saja hanya dengan simsalabim!
Skill ini tidak akan muncul begitu saja hanya dengan simsalabim!
Kemampuan menyelesaikan masalah dan bertahan dalam kesulitan tanpa menyerah bisa berdampak sampai puluhan tahun ke depan.
Bukan saja bisa membuat seseorang lulus sekolah tinggi,
tapi juga lulus melewati ujian badai pernikahan dan kehidupannya kelak.
tapi juga lulus melewati ujian badai pernikahan dan kehidupannya kelak.
Tampaknya sepele sekarang..
Secara apalah salahnya kita bantu anak?
Secara apalah salahnya kita bantu anak?
Tapi jika anda segera bergegas menyelamatkannya dari segala kesulitan, dia akan menjadi ringkih dan mudah layu.
Sakit sedikit, mengeluh.
Berantem sedikit, minta cerai.
Masalah sedikit, jadi gila.
Berantem sedikit, minta cerai.
Masalah sedikit, jadi gila.
Jika anda menghabiskan banyak waktu, perhatian, dan uang untuk IQ nya, maka habiskan pula hal yang sama untuk AQ nya.
AQ?
Apa itu?
ADVERSITY QUOTIENT
Apa itu?
ADVERSITY QUOTIENT
Menurut Paul G. Stoltz,
AQ adalah kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami.
AQ adalah kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami.
Bukankah kecerdasan ini lebih penting daripada IQ, untuk menghadapi masalah sehari-hari?
Perasaan mampu melewati ujian itu luar biasa nikmatnya.
Bisa menyelesaikan masalah, mulai dari hal yang sederhana sampai yang sulit, membuat diri semakin percaya bahwa meminta tolong hanya dilakukan ketika kita benar-benar tidak sanggup lagi.
Bisa menyelesaikan masalah, mulai dari hal yang sederhana sampai yang sulit, membuat diri semakin percaya bahwa meminta tolong hanya dilakukan ketika kita benar-benar tidak sanggup lagi.
So, izinkanlah anak Anda melewati kesulitan hidup..
Tidak masalah anak mengalami sedikit luka,
sedikit menangis,
sedikit kecewa,
sedikit telat,
dan sedikit kehujanan.
sedikit menangis,
sedikit kecewa,
sedikit telat,
dan sedikit kehujanan.
Tahan lidah, tangan dan hati dari memberikan bantuan.
Ajari mereka menangani frustrasi.
Ajari mereka menangani frustrasi.
Kalau anda selalu jadi ibu peri atau guardian angel,
Apa yang terjadi jika Anda tidak bernafas lagi esok hari?
Apa yang terjadi jika Anda tidak bernafas lagi esok hari?
Bisa-bisa anak Anda ikut mati.
Sulit memang untuk tidak mengintervensi,
Ketika melihat anak sendiri susah, sakit dan sedih.
Ketika melihat anak sendiri susah, sakit dan sedih.
Apalagi menjadi orangtua, insting pertama adalah melindungi,
Jadi melatih AQ ini adalah ujian kita sendiri juga sebagai orangtua.
Jadi melatih AQ ini adalah ujian kita sendiri juga sebagai orangtua.
Tapi sadarilah,
hidup tidaklah mudah,
masalah akan selalu ada.
Dan mereka harus bisa bertahan.
Melewati hujan, badai, dan kesulitan,
yang kadang tidak bisa dihindari.
hidup tidaklah mudah,
masalah akan selalu ada.
Dan mereka harus bisa bertahan.
Melewati hujan, badai, dan kesulitan,
yang kadang tidak bisa dihindari.
Selamat berjuang untuk mencetak pribadi yg kokoh dan mandiri
- Elly Risman -
- Elly Risman -
Kamis, 01 Juni 2017
Postingan Sampah
Selepas kau pergiTinggalah disini kusendiriKumerasakan sesuatuYang tlah hilang didalam hidupku
Dalam lubuk hatimuKu yakin kaupun sebenarnyaTak inginkan lepas darikuTahukah kau kini ku terluka
Bantu aku membencimuKu terlalu mencintaimuDirimu begitu berarti untukku
Kau telah mencintaDan dicintai kekasihmuIni tak adil bagikuHilanglah damba tinggalah hampa
Bantu aku membencimuKu terlalu mencintaimuDirimu begitu berarti untukku
Lupakanku dalam tidurmuYang pernah mencintaimuKau memang tercipta bukanlah untukku
Selepas kau pergiTinggalah disini kusendiriKumerasakan sesuatuYang tlah hilang didalam hidupku
by Laluna
Dalam lubuk hatimuKu yakin kaupun sebenarnyaTak inginkan lepas darikuTahukah kau kini ku terluka
Bantu aku membencimuKu terlalu mencintaimuDirimu begitu berarti untukku
Kau telah mencintaDan dicintai kekasihmuIni tak adil bagikuHilanglah damba tinggalah hampa
Bantu aku membencimuKu terlalu mencintaimuDirimu begitu berarti untukku
Lupakanku dalam tidurmuYang pernah mencintaimuKau memang tercipta bukanlah untukku
Selepas kau pergiTinggalah disini kusendiriKumerasakan sesuatuYang tlah hilang didalam hidupku
by Laluna
Langganan:
Postingan (Atom)