Who Amung Us

Selasa, 17 Maret 2015

Generasi

Pagi ini aku berpikir tentang generasi. melihat adik-adikku yang bersiap ke sekolahnya masig-masing. Pus putih yang duduk manis dengan Pus besa usai aku shalat subuh bersama Bapak dan Ibu. Mbah Sis yang sedang menyapu halaman. Para ibu yag berseliweran di jalan mengantarkan anak-anaknya berangkat sekolah. Semua mengingatkanku pada kata "generasi."
Tuhan, apakah aku juga akan mengalami fase itu? Tahap hidup menggenerasikan penduduk bumi. Apakah aku akan mampu?
Dan, bukankah itu juga berarti orang tuaku  akan semakin menua, sepuh, lalu kemudian tiada?
Tuhan, aku tak siap untuk kehilangan.. Rambut Bapak sudah semakin beruban. Keriput ibu semakin banyak. Berdiri merekapun tak lagi tegak.
Tuhan, apa yang telah kulakukan selama ini? Hidup kami seakan-akan menghisap sari kehidupan mereka. Seiring kami yang tumbuh semakin dewasa, menjadi semakin menyenangkan rasanya, mereka, orangtua kami, justru menua. Hancur hatiku rasanya.
Tuhan, ampuni kami yang banyak menyusahkan orang tua kami. Ampuni kesalahan-kesalahan Bapak dan Ibu yang telah begitu menyayangi kami, mengorbankan begitu banyak hal untuk kami. Izinkan kami membalas  kebaikan mereka, memberikan kebahagiaan untuk hidup mereka, meski itu tak sepadan dengan apa yang telah mereka buat bagi kami.

Dan.. Kumpulkan kami di surga-Mu. Aamiin...

160315 07.05

Jumat, 13 Maret 2015

Jawaban soal Mahram

 Tadinya aku sempat galau berat dan bahkan kehilangan semangat untuk mempersiapkan kuliah di luar negeri hanya karena persoalan sepele yang bagiku berat: ketiadaan mahram yang menemani.

Kali ini dapat pencerahan seketika dari siaran program Harmonika dari Tiga Serangkai.. sayangnya aku tadi nggak nyimak pembicaranya siapa.

Pancingan respon:
HARMONIKA brsm Penerbit Tiga Serangkai yuk stay tune dan gabung dial di 711 295 atau sms 081 567 55 921 kita membedah buku yg sangat bagus nih "130 HADITS TENTANG WANITA" 3 penanya terbaik akn mendapatkan buku terbitan 3 serangkai
— bersama Senja Kurnia Fitri.
Pertanyaan:
 di buku itu, ada nggak hadits tentang wajibnya wanita ditemani mahram ketika bersafar? bersafar dan menuntut ilmu itu kan sangat dianjurkan dalam islam.. kalau kuliah di luar negeri tapi masih sendiri itu bagaimana ya hukumnya untuk wanita? sedangkan orangtua ataupun saudara tidak memungkinkan untuk menemani..

Dan jawabannya, sayang tadi gak sempet nyatet, haditsnya ada di halaman 30 kalo ga salah ingat. redaksionalnya ada dua macam, kurang lebih:
1. Janganlah seorang wanita bepergian sejauh 3 hari perjalanan kecuali ditemani mahramnya.
(dari riwayat imam bukhari)
2. (lupa. nanti deh diusahakan nyari bukunya langsung. wong cumak kedepan siytu, ihihi)

Tapi pembicara satunya langsung menambahkan. Dan itu benar-benar menentramkan.
Bepergian lebih dari 3 hari tanpa ditemani mahram memang tidak boleh. Akan tetapi untuk masalah tholabul ilmy ada pertimbangan tersendiri. Asalkan tidak dikhawatirkan masalah keamanan, intinya tidak apa-apa.

"akan ada suatu masa dimana wanita bepergian sendirian dalam sekedup tanpa ditemani mahramnya."


Tapi kalau bisa ke negeri empat musim bersama mahram, alangkah indahnya ;)
Yah, semoga saja dia segera datang, siapapun itu, meskipun aku benar-benar masih belum puas jadi anaknya bapak dan ibuku. :)


Dannn, ajaibnya, aku dapet hadiah buku dari pertanyaan itu, jadi pertanyaan terbaik ketiga rupanya. Judul bukunya Ilmuwan Cilik, subjudul Tubuhku. Penulis Lisa Burke. Penerbit Tiga Ananda grup penerbit Tiga Serangkai .
Yah, bisa bermanfaat buat besok kalau udah punya anak. hehehe

Mahram?

Saya sedang dalam sebuah proses melangkah ke satu tahap kehidupan lagi. Saya ingin melanjutkan pendidikan. Ya, cari beasiswa S2, itu yang kini tengah memenuhi hari-hari saya.
Awalnya adalah seorang teman yang tiba-tiba bertanya, sangat menohok, "Kamu gak pengen S2?"
Aku tidak menjawab. Saat itu memang sama sekali tidak terpikirkan untuk kuliah lagi. Yang sedang saya pikirkan adalah pilihan untuk tetap bekerja di tempat yang sekarang atau cari yang lain yang gajinya lebih memuaskan dan atau waktu kerjanya tidak terlalu panjang. Eh, ditodong pertanyaan seperti itu, aku ya jelas jadi speechless.
Tapi pertnyaan itu menari-nari terus di kepalaku. Kuliah lagi? Apa aku mampu? Mau jadi apa aku nanti kalau sudah S2? Bagaimana dengan karir, dengan orangtua, dan lain sebagainya.
Sampai suatu malam kusampaikan itu ke ibuku, beliau mendukung. Paginya tersampaikan ke bapakku, beliau mendukung. Sampai bahkan aku teringat pada impianku untuk ke negeri empat musim, mulailah terumuskan suatu pencapaian baru: kuliah di luar negeri ah!
Sempat pula mengelist negara-negara yang paling kuinginkan pertama untuk pencapaian tadi; Jerman, Jepang, Malaysia, atau... Yogyakarta.
Besoknya, disampaikan ke ibu, lalu ke bapak, dan luarbiasa,, keduanya sangat menukung walaupun pembicaraan dilakukan terpisah. Maha besar Allah yang telah memberiku orang tua yang teramat baik, pengertian, demokratis, dan mendukung.
Kemudian lanjut searching-searching.. daftar baru pun tersusun. Konsultasi via SMS juga ke bapak-ibu, dan daftarnya diperbarui lagi. Muncullah ini: Australia, Brunei Darussalam, Singapura, Kanada, Arab Saudi. Dengan proses baca-baca, perenungan, pemilahan, akhirnya sayapun mentok.

Saya tadinya lupa, tapi terus diingatkan oleh Allah melalui web King Saud University. Bahwasanya seorang wanita memang seharusnya ditemani oleh mahram manakala bepergian.. Apalagi kok safarnya sampai lintas negara.
Memang selama ini aku sebagai wanita sering menggampangkan masalah ini, karena pertimbangan amannya Indonesia bagi komunitas para wanita. Bepergian dari Klaten ke Solo, Jepara, bahkan Jakarta, aku berani sendiri. Dan tadinya aku pun berpikir sama untuk ke luar negeri sekalian... Tapi sekarang...entahlah, aku tiba-tiba tak bersemangat lagi untuk browsing-browsing. Sambungan internet malah kupakai untuk menulis luahan hati tak penting ini.. Yah, tak apa lah, itung2 meninggalkan jejak sejarah. Kalaupun Allah mentakdirkan aku untuk tidak S2 sekalipun, setidaknya ada bukti untuk anak cucu bahwa seorang pemilik Bangsal Kontemplasi adalah pernah berhasrat untuk S2... demi meraih ridha Allah, dan demi kepercayaan pada janjiNya, bahwa Ia akan mengangkat derajat hambaNya yang berilmu... bahwa cahndeso jarangdolan katrok tur payah ini pernah pula bercita-cita untuk mengintip dunia luar, merantau, mengumpulkan pengalaman.

Sekalian aku tambahkan di sini.. bahwa aku sangat bingung dalam memutuskan tempat yang akan kutuju. Dulu aku memilih mendaftar di Komunikasi UNS dan PGSD UIN Sunan Kalijaga adalah semata-mata pertimbangan dana.
Tapi kedepan, aku tahu aku tidak bisa seperti itu. Apalagi dengan misi utama mencari beasiswa, dana bukan lagi masalah seharusnya. Tapi di luar dana, ada lagi hal-hal seperti cuaca (aku pengen di negeri 4 musim, titik, tapi bapak menyarankan yang dekat-dekat dengan iklim tropis supaya tidak susah penyesuaiannya), guru besar (ini masukan seorang teman), peringkat universitas, fasilitas, biaya hidup, daya tampung.. tambah lagi deadline masukin aplikasi beserta segala berkasnya............
hah hah hah
yang jelas sekarang aku masih fokus pada meningkatkan kemampuan bahasa inggrisku dengan program belajar intensif pagi dan malam di tempat tinggal dengan gadget dan software andalan dari bapak. Susah-susah menyenangkan sih. Kalo bisa gratis, kenapa harus bayar?hehehe.

Perkara nanti aku jadi keluar negeri ato enggak, atau jadi S2 ato enggak, ato mau gimana, urusannya belakangan lah.

Pada detik aku mengetik ini, aku kembali mempertimbangkan S2 Pendidikan Islam konsentrasi Bimbingan Konseling Islam UIN Sunan Kalijaga.

Sebelum menikah dan atau sebelum punya anak... bisa aja tuh jadi guru BK, bisaaa banget. Jam kerja setengah hari saja, gaji guru WB, berpeluang jadi PNS (seperti impian bisu bapak dan ibu yang diamdiam aku tahu) walaupun entah nanti gimana modelnya orang yang jadi suamiku, dan disinkronkan juga dengan idealismeku jadi ibu rumah tangga penuh waktu... Aaahhhh, sudahlah.

Kamis, 12 Maret 2015

Permulaan Kembalinya Hasrat Belajar

Ada sebuah mimpi yang bunyinya "negeri empat musim, suatu hari nanti." Kalau tidak sekarang , lalu kapan lagi?

Jerman, Jepang, Malaysia, Yogyakarta. Macam di semuanya TOEFL pun tak da guna.
Jerman konon tempat terbaik di dunia untuk belajr psikologi. Di sana jelas dingin. Tapi soal makanan halal, keramahan penduduk, tantangan kemandirian..masih berupa tanda tanya. Tentang bahasa, masih 100% buta.
Jepang, kedua. Bisa bercermin dalam kedisiplinan, kerja keras dan profesionalitas, serta rasa bangga pada budaya. Tempat tepat untuk belajr dan mengembalikan integritas diri yang sempat luntur.  Hampir seperti Jerman, makanan halal masih jadi masalah. Tapi setidaknya aku tahu sudah ada komunitas muslim di sana. (ya walaupun  sepertinya di Jerman juga ada kalau niat nyari. Mestinya ada ah dimana-mana di muka bumi). Orangnya ramah dan tulus, asal kita bisa membawa diri. Nah, kalao bahasa, juga 99,9% buta. Ya tapi bisa sih kursus, terus pendalaman praktek bisa sama Pipi.
Malaysia, ketiga. Entah kenapa tiba-tiba negara ini kok ada di list ku. Rumpun bahasa melayu, mirip sama yang dipake sehari-hari. Tak terlalu berat untuk  masalah penyesuaian bahasa. Makanan, budaya.. tak jauh beda. Tapi tantangannya jadi tak seberapa..
Yogyakarta, keempat.  Paling dekat, paling nyata. Tapi tantangannya nyaris tiada. Sekedar menjalani hidup dan dapat gelar, itu saja. Tapi kalau Yogya, berarti itu sama sekali bukan tetang mewujudkan mimpiku. Hanya menenangkan dan menyenangkan orang-orang di sekitarku.

#Oh, apakah aku harus pula bertemu dengan inspiratorku ? Yah barangkali ini salah satu solusi instan yang terasa dangkal.

10 Maret 2015, 01.11 di kamar ibu