Saya sedang dalam sebuah proses melangkah ke satu tahap kehidupan lagi. Saya ingin melanjutkan pendidikan. Ya, cari beasiswa S2, itu yang kini tengah memenuhi hari-hari saya.
Awalnya adalah seorang teman yang tiba-tiba bertanya, sangat menohok, "Kamu gak pengen S2?"
Aku tidak menjawab. Saat itu memang sama sekali tidak terpikirkan untuk kuliah lagi. Yang sedang saya pikirkan adalah pilihan untuk tetap bekerja di tempat yang sekarang atau cari yang lain yang gajinya lebih memuaskan dan atau waktu kerjanya tidak terlalu panjang. Eh, ditodong pertanyaan seperti itu, aku ya jelas jadi speechless.
Tapi pertnyaan itu menari-nari terus di kepalaku. Kuliah lagi? Apa aku mampu? Mau jadi apa aku nanti kalau sudah S2? Bagaimana dengan karir, dengan orangtua, dan lain sebagainya.
Sampai suatu malam kusampaikan itu ke ibuku, beliau mendukung. Paginya tersampaikan ke bapakku, beliau mendukung. Sampai bahkan aku teringat pada impianku untuk ke negeri empat musim, mulailah terumuskan suatu pencapaian baru: kuliah di luar negeri ah!
Sempat pula mengelist negara-negara yang paling kuinginkan pertama untuk pencapaian tadi; Jerman, Jepang, Malaysia, atau... Yogyakarta.
Besoknya, disampaikan ke ibu, lalu ke bapak, dan luarbiasa,, keduanya sangat menukung walaupun pembicaraan dilakukan terpisah. Maha besar Allah yang telah memberiku orang tua yang teramat baik, pengertian, demokratis, dan mendukung.
Kemudian lanjut searching-searching.. daftar baru pun tersusun. Konsultasi via SMS juga ke bapak-ibu, dan daftarnya diperbarui lagi. Muncullah ini: Australia, Brunei Darussalam, Singapura, Kanada, Arab Saudi. Dengan proses baca-baca, perenungan, pemilahan, akhirnya sayapun mentok.
Saya tadinya lupa, tapi terus diingatkan oleh Allah melalui web King Saud University. Bahwasanya seorang wanita memang seharusnya ditemani oleh mahram manakala bepergian.. Apalagi kok safarnya sampai lintas negara.
Memang selama ini aku sebagai wanita sering menggampangkan masalah ini, karena pertimbangan amannya Indonesia bagi komunitas para wanita. Bepergian dari Klaten ke Solo, Jepara, bahkan Jakarta, aku berani sendiri. Dan tadinya aku pun berpikir sama untuk ke luar negeri sekalian... Tapi sekarang...entahlah, aku tiba-tiba tak bersemangat lagi untuk browsing-browsing. Sambungan internet malah kupakai untuk menulis luahan hati tak penting ini.. Yah, tak apa lah, itung2 meninggalkan jejak sejarah. Kalaupun Allah mentakdirkan aku untuk tidak S2 sekalipun, setidaknya ada bukti untuk anak cucu bahwa seorang pemilik Bangsal Kontemplasi adalah pernah berhasrat untuk S2... demi meraih ridha Allah, dan demi kepercayaan pada janjiNya, bahwa Ia akan mengangkat derajat hambaNya yang berilmu... bahwa cahndeso jarangdolan katrok tur payah ini pernah pula bercita-cita untuk mengintip dunia luar, merantau, mengumpulkan pengalaman.
Sekalian aku tambahkan di sini.. bahwa aku sangat bingung dalam memutuskan tempat yang akan kutuju. Dulu aku memilih mendaftar di Komunikasi UNS dan PGSD UIN Sunan Kalijaga adalah semata-mata pertimbangan dana.
Tapi kedepan, aku tahu aku tidak bisa seperti itu. Apalagi dengan misi utama mencari beasiswa, dana bukan lagi masalah seharusnya. Tapi di luar dana, ada lagi hal-hal seperti cuaca (aku pengen di negeri 4 musim, titik, tapi bapak menyarankan yang dekat-dekat dengan iklim tropis supaya tidak susah penyesuaiannya), guru besar (ini masukan seorang teman), peringkat universitas, fasilitas, biaya hidup, daya tampung.. tambah lagi deadline masukin aplikasi beserta segala berkasnya............
hah hah hah
yang jelas sekarang aku masih fokus pada meningkatkan kemampuan bahasa inggrisku dengan program belajar intensif pagi dan malam di tempat tinggal dengan gadget dan software andalan dari bapak. Susah-susah menyenangkan sih. Kalo bisa gratis, kenapa harus bayar?hehehe.
Perkara nanti aku jadi keluar negeri ato enggak, atau jadi S2 ato enggak, ato mau gimana, urusannya belakangan lah.
Pada detik aku mengetik ini, aku kembali mempertimbangkan S2 Pendidikan Islam konsentrasi Bimbingan Konseling Islam UIN Sunan Kalijaga.
Sebelum menikah dan atau sebelum punya anak... bisa aja tuh jadi guru BK, bisaaa banget. Jam kerja setengah hari saja, gaji guru WB, berpeluang jadi PNS (seperti impian bisu bapak dan ibu yang diamdiam aku tahu) walaupun entah nanti gimana modelnya orang yang jadi suamiku, dan disinkronkan juga dengan idealismeku jadi ibu rumah tangga penuh waktu... Aaahhhh, sudahlah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar