Nak Aku mencintaimu Karena Allah
(bagian 1)
Kebahagiaan, cinta, haru, kepayahan, rasa sakit, lelah yang dirasakan seorang perempuan dan lelaki yang sudah menikah dalam mengandung, melahirkan dan membesarkan anak adalah sebuah kompilasi rasa yang membuat hubungan anak dan orang tua menjadi unik. “i need you and you need me” orang tua dan anak memiliki hubungan saling membutuhkan yang unik. Bagi penganut materialisme, hubungan orang tua dan anak bisa dipandang dalam asas manfaat dan hubungan mutualisme. Ada tanggungjawab, asas balas budi, balas jasa dan kepatutan. Karena itu dibeberapa belahan dunia, sebagian anak akan mengungsikan orang tuanya yang renta dan tak lagi bisa berbuat apa apa ke pedalaman hutan atau ke panti-panti jompo. Namun islam meletakkan hubungan anak-orang tua lebih tinggi dan mulia daripada hubungan kemanusiaan semata. Islam meletakkan adanya aspek ‘perintah Allah”/salah satu kewajiban yang utama bagi pemeluknya untuk bertanggungjawab pada anak sekaligus memuliakan orang tua. Jadi hubungan anak dan orang tua bukan sekedar masalah suka-tidak suka atau pilihan mau tidak mau. Di sisi lain, islam juga mengatur hak orang tua dan anak secara adil.
kesadaran akan adanya ‘kehadiran, campur tangan dan keterlibatan ALLAH” dalam hubungan orang tua – anak harus menjadi sebuah kepahaman penting bagi orang tua. Kesadaran bahwa Allah adalah sebaik-baik pemberi ketetapan akan membuat Orang tua menjadi ridho akan kehadiran anak.
Tidak peduli apakah Allah akan memberikan belasan anak pada dirinya, sundulan dalam jarak yang dekat, memiliki anak kembar, atau bergender sama semua. Ridha hadir karena sadar benar bahwa Allah yang Maha Menciptakan dan memberikan karunia. Manusia bisa berencana tapi Allah Maha Berkehendak. Saya pun teringat kisah Bu Tukirah, seorang ibu yang 33 tahun lebih merawat ketiga anaknya yang lumpuh dan cacat mental. Anda bisa melihat videonya di youtube. Ibu dengan rambut putih yang banyak tersenyum. “Alhamdulillah kulo tasih kiat”. Ikhlas saja menjalani peran sebagai orang tua, Merawat sebaik-baik pemberian Allah swt. Tak berharap apapun kecuali keridhaan dan surganya Allah.
Orang tua harus berdamai dengan ambisi pribadinya tentang anak anak. Tidak tekanan apapun atau dari siapapun bagi orang tua menjadikan anak anaknya rupawan, hebat, kaya, terkenal, berkuasa, mulia ataupun frase superlatif lain yang menjadi standar ukuran manusia. tidak ada perlombaan, kontestasi, kompetisi atau persaingan dalam mendidik anak. Karena orang tua terbaik bukan yang berhasil menjadikan anaknya lebih cepat atau lebih hebat dari anak orang lain.
Berhentilah mengukur ukur dan membandingkan anak dengan orang lain, bahkan dengan saudara kandungnya sendiri. orang tua harus berdamai dengan ambisinya sendiri : menjadi orang tua bukanlah untuk mendapatkan pujian, tepuk tangan dan keridhaan manusia. Ayat ayat yang membahas tentang hubungan orang tua anak biasanya didahului dengan i’tibar tentang muasal penciptaan manusia. Bahwa kita dan anak anak kita sama sama bermula dari nuftah. kadang ALlah bertanya retoris "kamukah yang menciptakannya, atau KAMI kah yang menciptakannya?". manusia tidak punya kuasa memberikan rezeki pada anak, apalagi menentukan takdirnya. Lalu mengapakah lagi orang tua memaksakan ambisi pribadinya pada anak ?
Menjadi orang tua adalah jalan sunyi antara kita dengan Allah swt. Karena itu langkah pertama dan selalu harus dilakukan para orang tua adalah Tadzkiyatun nafs, mengoreksi niat dan selalu memperbaiki sillah billah dengan Allah swt.
Tak perlu sempurna menjadi orang tua, hanya perlu ridha. Juga tak perlu menunggu pintar untuk menjadi orang tua dan mulai mendidik anak anak. Orang tua yang sadar bahwa dirinya bodoh, akan datang pada Allah yang Maha Berilmu agar diberikan kepahaman dan dibukakan jalan jalan pertolongan. Percalah, memiliki orang tua yang mengakui kebodohannya, tawaduk, mengakui kesalahannya dan menjadi pribadi yang terus belajar lebih membahagiakan anak daripada memiliki orang tua pintar yang sombong, bersikukuh dengan kesalahannya dan tak mau menerima nasihat orang lain. orang tua pun harus sadar bahwa sebanyak apapun ilmu parenting yang ia miliki, betapa banyak majelis ilmu yang ia datangi tetap tak akan pernah cukup untuk mendatangkan hidayah pada Anak. Karena itu orang tua tak boleh hanya bersandar pada ilmunya yang sedikit, teruslah meminta pertolongan dan hidayah ALlah dalam mendidik anak.
Orang tua yang sadar bahwa dirinya punya kekurangan akan makin mendekat pada Yang memberi Kekuatan. “nak orang tuamu ini miskin, tapi kau harus tahu bahwa kita memiliki Allah yang Maha Kaya”. orang tua yang ridha dengan kemiskinannya saat ini, tetap bisa berbahagia dalam mendidik anak anaknya. Karena ia tahu syarat bahagia dan masuk surga bukanlah menjadi kaya, tapi taqwa. Karena itu ia akan tetap menjaga izzah dan kemuliaan diri dan keluarganya. Betapa banyak orang bersahaja yang bisa mendidik anak anaknya menjadi taqwa.
Cinta anak orang tua harus dibangun dengan pondasi LILLAAH. Anak mencintai orang tua bukan karena mereka memiliki dunia yang mempesona, yang bisa memanjakan mereka dengan harta dan kekuasaan. Anak pun mencintai orang tua bukan karena mereka hebat, kaya dan berkuasa. Alasan cinta yang fana akan membuat ikatan cinta itu memudar saat sumbernya berkurang atau tiada. Maka tanyakanlah sumber energi cinta kita pada anak dan orang tua sehingga dengan yakin kita bisa berkata “ nak aku mencintaimu karena Allah”.
Orangtua tak harus menjadi sempurna untuk mulai menjadi amanah. Ia hanya harus bersungguh-sungguh dan tawakkal pada ALlah. Orang tua yang sadar bahwa ia tak sempurna, akan mendekat terus pada pemilik Kesempurnaan. Anak pun memandang orang tua bukan sebagai superhero yang tanpa cela juga bukan makhluk yang selalu salah serta buruk rupa. Anak mencintai orang tua sebagai seorang manusia biasa, Karena Allah. orang tua mencintai anak sebagai manusia biasa, Karena Allah.
“Nak kita punya Allah” kesadaran inilah yang harus ditanamkan pada anak anak. Orang tua berkewajiban mendidik anak anak lebih mencintai Allah dan Rasulnya daripada dirinya sendiri. “Orang tuamu ini suatu saat akan tiada, Tapi Allah yang Maha kekal akan selalu menjaga dan melindungimu Nak”. Nak kita semua butuh ALlah, Orang tua memang walimu di dunia, orang yang kelak kakinya tak bergeser di Yaumil Hisab sebelum ditanya dan mempertanggungjawabkan amanah ini oleh Allah. “ tapi Kau harus ingat nak, Bahwa Allah swt adalah sebaik baik walimu: mintalah rezeki padanya, kecukupan, pertolongan , perlindungan dan cinta kepadaNYa”
“nak orang tuamu ini mungkin seorang pendosa, tapi percayalah bahwa orang tuamu ini beriman pada Allah yang Maha Penerima Taubat, Yang melembutkan hati yang keras, Yang Maha memberikan petunjuk dan Hidayah” kesadaran inilah yang akhirnya membuat anak orang tua bergandengtangan dalam taubat, dakwah dan kesabaran meraih taqwa.
Tak ada paksaan dari siapapun atau apapun pada orang tua untuk menjadikan anak anaknya hebat. Orang tua hanya mendapatkan perintah menjaga anak anaknya tetap berada dalam fitrah yang lurus. Ketegasan misi orang tua dengan gamblang juga disebutkan dalam frasa “ jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. Kalau pun orang tua membutuhkan definisi sukses maka lihatlah definisi Allah tentang siapa manusia terbaik di muka bumi ini. “yang terbaik diantara kamu adalah yang paling bertaqwa”.
“At taqwa hu hahuna “ karena tersembunyi dalam dada, taqwa bukanlah ukuran ukuran materi yang kasat mata. Miskin kaya, bodoh pintar, rakyat jelata atau raja semua bisa jadi taqwa. Dan orang tua harus berdamai dengan ukuran ukuran dunia, mengembalikan standar sukses itu dalam pandangan dan penilaian Allah : Taqwa. Fokus pada itu saja. Bismillah.
NInin Kholida (23/2/2017)
Member HEbAT Community
_Dapat dari WA Grup Mujahidah 2008, kiriman dari Dy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar