"Tanpa terasa waktu bergerak dengan cepat. Menembus batas waktu. Menguak peristiwa demi peristiwa kehidupan tanpa sangsi dan tanpa barangkali. Terkadang aku ingin menawar, tapi kenyataan telah memberi harga pasti.
Secara pasti aku jadi dewasa, jatuh cinta, lalu menikah, dan buah cinta kini telah tumbuh di rahimku.
Kehidupan, kau telah membuat aku bahagia, tapi di saat yang sama apakah aku juga sekaligus harus mengutuk kamu karena kekasih tercintaku kau renggut tanpa peduli betapa hatiku akan sedih dan sendiri?
Dengan pongah aku merasa mampu mengubah dunia. Dengan buah kehidupan berasa dalam rahimku, aku melangkah pasti untuk mengyelesaikan segala masalah yang terjadi di sini.
Aku terperangah. Jari-jariku membatu. Tanganku mengguratkan pikiran dan perasaan. Beratus pertanyaan singgah di kepala. Apakah ini berarti aku tak lagi harus menuliskan sesuatu? Apakah ini berarti aku harus mulai tegak berdiri dan melakukan sesuatu? Hhh, kehidupan... Bukalah mata dan hatiku. Tuntunlah aku menyelami makna yang terkandung di belakang segala yang kulihat di sini."
Inilah semangat yang berasal dari kegelisahan seorang Jaleswari. Kegetiran hidup bisa membawanya menemukan makna-makna baru perjuangan, pengorbanan, hingga ketegaran. Tidak manja. Tidak kalah oleh dirinya sendiri. Meski semua harus diawali dengan merangkak, tertatih, lalu berjalan pelanpelan. Namun ketika tiba saatnya berlari, dia tahu bagaimana caranya.
Hidup, bisa membuat kita dewasa. Seharusnya. Kenyataannya? Tanyakan pada dirimu sendiri, dimana letak masalahnya. Lalu cobalah menyelesaikannya sendiri. Pasti bisa. Seperti Jaleswari.
*Cuplikan monolog dalam film BATAS.
Who Amung Us
Minggu, 19 Januari 2014
Rabu, 08 Januari 2014
Aku Kangen Naik Bus.
Sudah lama sekali aku tidak naik Bus. Lama tidak lagi menikmati momen duuduk di sebelah ibu-ibu atau nenek-nenek ramah yang - entah bagaimana kami memulainya, tapi - seringkali berujung pada nasehat-nasehat bijak yang mahal sekali nilainya untuk gadis muda di sampingnya. Sering juga merasakan sensasi indah memandang binar di mata mereka yang dengan penuh syukur membanggakan kesuksesan anak-anaknya, atau binar beda yang terlihat lebih jauh, lebih terasa dalam, saat mereka--entah bagaimana mulanya--menceritakan episode-episode perjuangan hidup (entah itu hidup mereka, hidup anak-anak mereka, atau kerabat mereka yang lain) yang tidak pernah berjudul mudah..
Aku anak muda. Aku juga suka membicarakan cinta. Tetapi aku bersyukur tidak pacaran. Aku bersyukur karena Tuhan memberiku hidup yang unik, hidup yang lengkap, hidup yang ada nilainya bagi diriku sendiri, dengan skenario-Nya yang tak bosan-bosan mengirimiku tokoh berupa seseorang yang lebih dewasa yang kemudian meninggalkan jejak potongan hidup mereka di dalam hati; dalam puzzle hidupku sendiri.
Aku juga tahu bahwa hidup ini sebenarnya singkat, namun begitu besar dan luas.
Aku juga tahu rasanya cinta, aku juga mendambakannya, tapi aku tahu itu bukanlah segala-galanya. Ketika dengan tulus kita mencintai-Nya, lalu dengan gigih memberi cinta kepada makhluk-makhluk lain yang membutuhkan cinta, cinta itu kemudian datang sendiri menghampiri kita, memenuhi seluruh lorong sepi dalam hati kita. Tuhan yang akan membayar lunas semuanya. Apa lagi yang kurang kalau begitu? hmmmmmmmm.....
Karena mereka yang Tuhan kirimkan itu, aku jadi tahu bahwa hidup terlalu kompleks untuk sekedar dimaknai sesempit dunia pacaran.
Bahkan, kini aku memahami satu konsep baru, bahwa pacaran yang benar itu setelah pernikahan. Dan justru, pacaran ternyata bukanlah jalan yang terbaik untuk merintis sebuah pernikahan.
Aku kangen naik Bus.
#GagalFokus
Aku anak muda. Aku juga suka membicarakan cinta. Tetapi aku bersyukur tidak pacaran. Aku bersyukur karena Tuhan memberiku hidup yang unik, hidup yang lengkap, hidup yang ada nilainya bagi diriku sendiri, dengan skenario-Nya yang tak bosan-bosan mengirimiku tokoh berupa seseorang yang lebih dewasa yang kemudian meninggalkan jejak potongan hidup mereka di dalam hati; dalam puzzle hidupku sendiri.
Aku juga tahu bahwa hidup ini sebenarnya singkat, namun begitu besar dan luas.
Aku juga tahu rasanya cinta, aku juga mendambakannya, tapi aku tahu itu bukanlah segala-galanya. Ketika dengan tulus kita mencintai-Nya, lalu dengan gigih memberi cinta kepada makhluk-makhluk lain yang membutuhkan cinta, cinta itu kemudian datang sendiri menghampiri kita, memenuhi seluruh lorong sepi dalam hati kita. Tuhan yang akan membayar lunas semuanya. Apa lagi yang kurang kalau begitu? hmmmmmmmm.....
Karena mereka yang Tuhan kirimkan itu, aku jadi tahu bahwa hidup terlalu kompleks untuk sekedar dimaknai sesempit dunia pacaran.
Bahkan, kini aku memahami satu konsep baru, bahwa pacaran yang benar itu setelah pernikahan. Dan justru, pacaran ternyata bukanlah jalan yang terbaik untuk merintis sebuah pernikahan.
Aku kangen naik Bus.
#GagalFokus
Langganan:
Postingan (Atom)