Sudah lama sekali aku tidak naik Bus. Lama tidak lagi menikmati momen duuduk di sebelah ibu-ibu atau nenek-nenek ramah yang - entah bagaimana kami memulainya, tapi - seringkali berujung pada nasehat-nasehat bijak yang mahal sekali nilainya untuk gadis muda di sampingnya. Sering juga merasakan sensasi indah memandang binar di mata mereka yang dengan penuh syukur membanggakan kesuksesan anak-anaknya, atau binar beda yang terlihat lebih jauh, lebih terasa dalam, saat mereka--entah bagaimana mulanya--menceritakan episode-episode perjuangan hidup (entah itu hidup mereka, hidup anak-anak mereka, atau kerabat mereka yang lain) yang tidak pernah berjudul mudah..
Aku anak muda. Aku juga suka membicarakan cinta. Tetapi aku bersyukur tidak pacaran. Aku bersyukur karena Tuhan memberiku hidup yang unik, hidup yang lengkap, hidup yang ada nilainya bagi diriku sendiri, dengan skenario-Nya yang tak bosan-bosan mengirimiku tokoh berupa seseorang yang lebih dewasa yang kemudian meninggalkan jejak potongan hidup mereka di dalam hati; dalam puzzle hidupku sendiri.
Aku juga tahu bahwa hidup ini sebenarnya singkat, namun begitu besar dan luas.
Aku juga tahu rasanya cinta, aku juga mendambakannya, tapi aku tahu itu bukanlah segala-galanya. Ketika dengan tulus kita mencintai-Nya, lalu dengan gigih memberi cinta kepada makhluk-makhluk lain yang membutuhkan cinta, cinta itu kemudian datang sendiri menghampiri kita, memenuhi seluruh lorong sepi dalam hati kita. Tuhan yang akan membayar lunas semuanya. Apa lagi yang kurang kalau begitu? hmmmmmmmm.....
Karena mereka yang Tuhan kirimkan itu, aku jadi tahu bahwa hidup terlalu kompleks untuk sekedar dimaknai sesempit dunia pacaran.
Bahkan, kini aku memahami satu konsep baru, bahwa pacaran yang benar itu setelah pernikahan. Dan justru, pacaran ternyata bukanlah jalan yang terbaik untuk merintis sebuah pernikahan.
Aku kangen naik Bus.
#GagalFokus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar