Who Amung Us

Kamis, 29 Maret 2018

Human

Human
Christina Perri
Lirik
I can hold my breath I can bite my tongue I can stay awake for days If that’s what you want Be your number one I can fake a smile I can force a laugh I can dance and play the part If that’s what you ask Give you all I am I can do it I can do it I can do it But I’m only human And I bleed when I fall down I’m only human And I crash and I break down Your words in my head, knives in my heart You build me up and then I fall apart 'Cause I’m only human, yeah I can turn it on Be a good machine I can hold the weight of worlds If that’s what you need Be your everything I can do it I can do it I'll get through it But I’m only human And I bleed when I fall down I’m only human And I crash and I break down Your words in my head, knives in my heart You build me up and then I fall apart 'Cause I’m only human, yeah I’m only human I’m only human Just a little human I can take so much Until I’ve had enough ‘Cause I’m only human And I bleed when I fall down I’m only human And I crash and I break down Your words in my head, knives in my heart You build me up and then I fall apart ‘Cause I’m only human, yeah
Penulis lagu: Christina Judith Perri / Martin Johnson
Lirik Human © EMI Music Publishing, Sony/ATV Music

Minggu, 25 Maret 2018

Brokenhome?

MENIKAHI WANITA DARI KELUARGA BROKEN HOME?
Oleh : Andi Dara Atikha

Kumohon bacalah hingga selesai. Hingga bait terakhir. Karena ini sebuah rahasia, yang tak semua orang mau berbagi. Tak semua bisa berbagi. Tak semua sempat berbagi.

Beberapa kali, beberapa tahun yang lalu.
Masih hangat hingga sekarang. Entah saat makan, bersua dengan secangkir teh hijau hangat, atau menjelang tidur yang kadang membuat harus menarik selimut hingga ujung kepala. Memaksa tidur.

Acap kali pertanyaan itu kembali melintas. Adakah yang bisa mengatasi setiap trauma ini? memberi perhatian porsi khusus untuk jiwa yang tak terbiasa dengan kesempurnaan ini?

Jujur, untuk menjadi percaya diri ketika hendak dinikahi atau sedang ditaksir oleh seorang lelaki... adalah ketakutan tahap awal, langkah pertama. Rasa tak nyaman kembali. Terus memborok didalam perasaannya. Karena sungguh, segala apapun yang menyangkut hubungan cinta dengan lelaki, adalah hal terasing baginya. Ia ingin. Namun kalah oleh batinnya.
Ketika mendengar hal dimana ia akan dipinang, dinikahi lelaki yang baik agama dan indah akhlaknya, sejurus kemudian hatinya berontak. Takut dan khawatir, apakah keluarga yang akan ia arungi tidak bertahan seperti orang tuanya?

Aku pernah bertanya hal ini, dua tahun lalu pada seorang wanita, seorang psikolog sekaligus seorang ibu dari 4 anak lucunya,

"Bu, Aku adalah anak dari keluarga yang tidak sempurna. Aku adalah anak dari broken home family. Bisakah aku menjadi remaja yang biasa saja? tumbuh menjadi gadis seperti yang lainnya? Bisakah ketika nanti aku menikah, aku menjadi ibu seperti kebanyakan? Bisakah aku menjadi istri yang taat dan yang terpenting bisakah aku tak cacat psikis dan tak menjadi stempel keluargaku yang tercerai berai, apakah keluargaku kelak akan baik-baik saja?"
Aku mengatakan hal ini lebih sederhana dari yang kutulis, lebih menyayat, bahkan aku sendiri tak bisa menahan tangis.

Maka ibu psikolog itu, dengan segala jiwa kasih dan bijaknya, jiwa-jiwa yang berpengalaman untuk segala hal kejiwaan, ia berkata lembut,
"Apa yang kamu takutkan? Ibumu adalah ibumu, ayahmu adalah ayahmu, orangtuamu adalah orangtuamu dan kamu tak harus memiliki takdir yang sama dengan mereka. Kamu adalah kamu. Kamu berhak mengukir kisahmu sendiri. Bersama mimpimu sendiri."

Air mataku menetes...

Ibu itu melanjutkan lagi,
"Ibu justru ingin berada di posisi itu, begini saja, temukan semua jawabanmu, untuk saat ini jadilah pemerhati yang baik, cermati segala hal, kamu tau? kamu, dan anak-anak sepertimu adalah anak-anak yang di spesialkan... Baik, temui Ibu jika kamu sudah tau dan ceritakan segala jawaban yang kau dapatkan selama itu. Ibu tunggu."

Aku memeluk ibu paruh baya itu dengan tulus. Tekadku sudah membaja. Aku akan mencari jawabannya.

Hingga beberapa hari yang lalu aku memutuskan bertemu dengan beliau. Aku ingin menjawab pertanyaanku sendiri dan mencocokkan hasilnya dengan riset beliau.

Then you know what? Riset beliau lebih indah dari milikku, juga jawabanku.

"Atikha, kamu tau nak? justru wanita dari keluarga tidak sempurna adalah wanita yang bisa jadi terbaik dan terhebat. Ia terbiasa menjadi kuat dan takkan cengeng untuk hal-hal sepele baginya. Ia sudah terlatih tegar. Kamu pernah membaca tulisan dari Fahd Pahdepie?"

Aku menggeleng, lalu aku diberi tulisan dari Fahd tersebut dan membacanya perlahan,

"Ketika kau mengenal seorang perempuan dengan latar belakang keluarga yang tidak sempurna, barangkali kau baru saja bertemu dengan perempuan dengan kemampuan menghadapi persoalan di atas rata-rata. Ia tumbuh dengan perjuangan untuk selalu bisa tersenyum di hadapan semua orang, berusaha tampak biasa-biasa saja meskipun ada sesuatu yang menghantam-hantam dalam dirinya. Ia mungkin sering menangis, tetapi bukan untuk sesuatu yang remeh-temeh. Air matanya terlalu berharga untuk menangisi hal-hal sepele yang bisa ia atasi dengan cara dan usahanya sendiri. Ia menangisi sesuatu yang barangkali jika semua itu terjadi kepadamu, kau tak akan pernah bisa menahannya. Ia menangisi sebuah kehilangan.

Apa yang hilang dari dirinya? Barangkali, masa kecil dan kebahagiaan yang semestinya mewarnai semua itu. Barangkali, rasa bangga yang tiba-tiba diruntuhkan oleh ketidakadilan yang entah mengapa harus menimpa dirinya. Ia menyaksikan kehancuran rumah tangga orangtuanya pada usia yang terlalu muda. Barangkali, ia harus mendengarkan kekecewaan ibunya sendiri tentang ayah yang dicintainya. Barangkali, ia harus menerima kenyataan bahwa cinta bukan satu-satunya syarat untuk mempertahankan semuanya. Pada saat bersamaan, ia harus menutup telinga dari pembicaraan buruk orang-orang tentang keluarganya. Ia dipaksa nasib untuk menjadi dewasa sebelum waktunya.

Namun kedewasaan itulah yang membuatnya menjadi pribadi yang kuat. Ia selalu punya cara untuk terlihat biasa-biasa saja di tengah hal-hal buruk yang sedang dihadapinya. Ia tetap bisa tersenyum saat orang lain terlalu lemah untuk bersikap baik-baik saja. Bayangkan, ia membangun semua sistem pertahanan dan rasa percaya diri itu selama bertahun-tahun?

Hari-hari pertama setelah kau menikahi perempuan itu, semuanya akan terasa mudah bagimu. Kau pikir, ia tak perlu banyak waktu untuk belajar menjadi istri yang baik buatmu. Ia begitu menghormatimu. Ia pandai menempatkan diri. Ia begitu pengertian dan penuh kasih. Meski mungkin kau tidak tahu bahwa sebenarnya ia menjalankan semua itu dengan penuh rasa takut dan khawatir. Ia takut hal-hal buruk yang terjadi kepada orangtuanya terulang lagi kepada dirinya. Ia dihantui rasa khawatir untuk tidak melakukan kesalahan-kesalahan yang mungkin bisa mengembalikan lagi kesedihan yang bertahun-tahun berusaha dikubur di kedalaman perasaannya. Ia menjaga semuanya untuk kebahagiaanmu, untuk kebahagiaannya sendiri, untuk kebahagiaan kalian berdua.

Bulan demi bulan berlalu, kau selalu terpesona dengan keterbukaannya tentang segala sesuatu. Ia terlatih untuk jujur pada dirinya sendiri, sehingga tak memiliki apapun lagi untuk dirahasiakan darimu. Ia bisa dengan mudah menceritakan hal-hal buruk yang pernah menimpanya atau kekurangan dirinya, ia menceritakan apapun tentang keluarganya, ia ingin kau melihat dan mencintainya apa adanya.

Barangkali, ia juga sering bersedih meski mungkin kau jarang mengetahuinya. Ia terbiasa menggigit bagian dalam bibir bawahnya saat kau menceritakan tentang keluargamu : ayahmu yang lucu, ibumu yang lugu, adik-adikmu yang nakal, atau tradisi liburan keluarga yang bertahun-tahun kau miliki dengan penuh kebahagiaan. Ada perasaan asing yang mengalir dalam dirinya ketika kau menceritakan semua itu. Rasa asing yang mungkin akan membuatnya tidak nyaman, cemburu, marah, atau segala sesuatu di antara semua itu.

Maka, ia mulai mencintai ibumu seperti ibunya sendiri, ia akan menghormati ayahmu seperti ayahnya sendiri, ia menjadikan keluargamu sebagai pelabuhan bagi semua mimpinya tentang rumah cinta dan tangga ke surga. Tahun-tahun berikutnya, ketika kalian dikaruniai anak-anak, ia akan selalu berusaha menjadi ibu yang sempurna bagi mereka. Ia tak ingin, dan tak ingin, dan tak pernah ingin anak-anaknya, mengalami sesuatu yang sama yang pernah ia alami. Dalam daftar prioritas hidupnya, ia tulis hal-hal yang tak akan mengecewakanmu : cinta, kasih sayang, kejujuran, kesetiaan. Hal-hal yang dari semua itu ia letakkan fondasi untuk sesuatu yang kelak kalian akan sebut sebagai "rumah", tempatmu bertolak sekaligus kembali, tempat kalian akan melewati semuanya bersama-sama.

Demikianlah, ketika kau menikahi seorang istri dari keluarga yang tidak sempurna, barangkali kau telah menikahi seorang perempuan terbaik di dunia. Perempuan yang dengan segala ketidaksempurnaan yang dimilikinya, akan menyempurnakan segala sesuatu yang ada pada dirimu dan semua hal di sekelilingmu.

Ketika kau melihat seorang perempuan dari masa lalu yang tidak sempurna, kau tengah melihat seorang perempuan hebat dengan seluruh keajaiban yang ada dalam hidupnya."

Sontak tangis kedua setelah dua tahun yang lalu kutahan kembali kutunjukkan. Ibu itu menepuk pundakku dan berbisik,

"Apa atikha tak merasa sedang bercermin? Apa tak merasa bahwa kamulah perempuan hebat dan istimewa?"

Robbi...
Hari ini aku faham. Aku diciptakan tidak untuk disia-siakan.

Untukmu, wanita-wanita lain yang mengalami hal yang sama denganku, trust yourself! Aku bangga ada di barisan kalian.

Salam pertemanan,
@atikhaathiyyah

Kamis, 22 Maret 2018

Tahiya Kasyaafah

Dianpinru. Aku pernah ikut itu. Berarti aku pernah jadi Pinru dong yah? Udah lupa rasanyah.

Akhirnya mukhoyyam terlaksana. Setelah stres yang membuatku terlambat haid 3 minggu, tepat sebelum berangkat kemah, darah kotor itu keluar. Lega. Biarpun rasanya tak nyaman untuk berkegiatan dan ibadah jadi amat kurang... Tapi plong, karena artinya aku masih sehat.

Mukhoyyam, acara yang dulu kukira hanya untuk kaum Adam. Betapa di sana dulu para wanita begitu dijaga, hingga seakan tidak boleh lecet sedikitpun walau hanya goresan setipis rambut. Dijaga, tapi juga terasa seakan dikekang. Betapa dulu aku cuman mau izin buat ikutan naik gunung, begitu ketat dan rumit urusannya. Padahal sebelumnya aku sudah beberapa kali naik gunung, kalau gak mau sesumbar sok bilang sering.

Acaranya, yang aku jadi panitianya, ternyata tidak sengeri yang kubayangkan. Diksar pecinta alam yang pernah kuikuti, level tempaannya berkali-kali lipat lebih berat. Aku sebagai sie P3K, cuma pindah tidur, makan, mandi, sembari bantu-bantu jaga poskes, ngasihin hansapl*s, sal*npas, lesp*in,  ant*ngin, madu, minyak zaitun, atau kayu putih. Obat-obatan telan sama sekali aku tidak menguasai kecuali sekali waktu ada yang pusing demam, kuberi paracetamol. Sama satu kali  masang perban buat anak yang jempolnya keiris pisau. Langsung diketawain Si Ulvah, katanya kayak mlester kerdus. Jahat, jujur banget tuh anak.

Ikut pengenalan medan satu kali, aku langsung tepar. Aih, parah banget dah degradasi kebugaran fisikku. Baru mau 27 tahun ini padahal umurku. Gimana besok kalau 35?!

Tapi ada yang begitu berkesan dalam mukhoyyam akhwat SMAITIF 2018 ini. Sore terakhir, aku jadi MC acara besar untuk pertama kalinya seumur hidupku. Pesertanya ratusan,bo! Ada 29 sangga, isinya @8 s/d 10 anak. Untuk sesi materi Pemadaman Kebakaran. Akunya bisa membawakan acara dengan asyik. Pembicaranya,  gokil, biar umur udah 58, tapi komunikasinya ke anak SMA oke banget. Mana bawa alat peraga pulak, ohhh, anak-anak antusias sekali. Konon, menurut beberapa pihak, sesi materi yang paling sukses ya materi yang MCnya aku ini. Ehem. Betulin jilbab.

Terus malam terakhir, haflah. Aku didaulat teman-teman panitia untuk menampilkan sesuatu sebagai persembahan mewakili panitia. Akhirnya kubawakan lagu ciptaanku sendiri yang gak menang di lomba kemarin: Biar. Sebetulnya suaraku tidak prima, bergetar karena kedinginan ditambah demam panggung, namun peserta sangat antusias, dan mereka sangat mengapresiasi penampilanku. Langsung cairlah seketika acara yang tadinya sudah kuyu, karena pesertanya sudah pada mulai khusyu ketiduran sambil kedinginan. Lagu kedua, kutampilkan nasyid yang sudah familiar bagi kami yang ada di sana: Gelombang Keadilan. Wah, seru, nyanyi semua! Habis itu sebenarnya mau disudahi, tapi anak-anak minta lagi. Agak alot, mau pemenang sejati, mereka gak kenal, mau Merah Saga, aku gak yakin hafal liriknya, mau Sebiru Hari Ini, kok ya lagu itu to,,,, kenanganku pahit bersama lagu itu. Gak apal pulak.  Tapi akhirnya untuk mempersingkat waktu, kubawakan Sebiru Hari Ini bersama-sama. Suaraku gemetar parah. Risma datang menyelamatkan, dia merangkulku sambil nyanyi dan goyang kanan-kiri. Teman-teman panitia yang lain juga ikutan pada maju, rangkul-rangkulan sambil nyanyi dan goyang kanan-kiri. Lagunya belepotan udah gak penting lagi, micnya kujauhkan.Yang penting moodnya dapet, hihihihi.

Di akhir rangkaian acara haflah malam itu, ada pemberian award untuk sangga-sangga "ter..."
Yang paling seru adalah sangga tertegar. Sewaktu mementaskan seni untuk sangga-nya, sangga tertegar ini diwakili dua orang, yang mengaku sebenarnya tidak tahu mau menampilkan apa. Mereka sama sekali tidak ada persiapan. Tapi PD dan bertanggung jawab, mereka berdua lantas menerima request lagu dan menyanyikannya. Suara mereka lumayan, tidak mengecewakan. Dan mentalnya itu lho terutama, layak dihargai. Setelah semua dapat hadiah, mereka berdua dipeluk semua panitia, kayak teletubbies ^_^

Aku lupa minum obat setelah makan malam, maka langsung kuminum sebelum tidur. Tidak sempat kutuliskan kisah ini real time kemarin, karena aku langsung tidur--dalam senyum--, dan bangunnya kebluk, langsung aktivitas deh. Maaf kalau tulisan ini hanya narasi, tidak deskripsi ataupun eksposisi. Kurang masuk perasaan ku dalam tulisan ini, karena memang aku dalam pengaruh obat yang menumpulkan sensitivitas, biar aku nggak lebay. Ketimbang kambuh kan, lagi musim capek-capek ini.

Aku kangen menyapamu dalam kisahku.
Walau menyapa itu bukan berarti kita berjodoh...
Suka aja menyapamu.
Hidupku terasa lengkap dengan itu.
Meski esok lusa aku juga tak tahu.

Tahiya Kasyafah!
Salam Pramuka!

Sabtu, 17 Maret 2018

Bimbingan?

Terima kasih ya Allah.. Kau kirimkan seorang Khoiru Allam Syadida yang berani mengutarakan passion-nya, mimpinya, dan keinginan nya untuk belajar khusus. Seorang anak nembung minta dibimbing olehku! Dia ingin jadi penulis. Sebuah kehormatan bagiku. Ingin kupuk-puk, kupeluk, kugendong dan kulemparkan ke udara. Sayangnya dia sudah baligh.

Dia melobiku untuk bisa diperbolehkan membawa laptop. Akan kuadvokasi insyaallah. Kurelakan Senin soreku tidak pulang dulu demi menjariyahkan ilmu. Ditunda habis Maghrib bisa.

Tidak harus aku. Peranku ada, itu sudah cukup. Aku bangga jika bisa menumbuhkan, maka cocoklah aku sekarang jadi guru. Besok? Biarlah takdir Allah yang menjawab.

Dengan senang hati, Nak. Semoga yang terbaik buatmu.

Jumat, 16 Maret 2018

Hmm...

Hai
Hidup
Apa kabar?

Anak-anak yang dididik ala kita, referensi yang ada dalam perbendaharaan kosa kata kamus hidup mereka--ya ala kita.

Mengharukan menyimak setiap argumen Afif yang sarat dengan rujukan keislaman. Luas, lurus, kuat. Powerfull! Kudoakan semoga seperti itu selalu yang mereka teguhi sepanjang hidupnya, seberat apapun badai yang barangkali kelak akan mereka temui.

Dan semoga Allah kuatkan, Allah menangkan, seperti apapun musuh yang harus mereka hadapi.

Malam ini pertama kalinya aku menyambung Mbak Septi mendampingi Afif dan Zaky berlatih lomba debat.

Haru. Menitik air mataku. Ehh aku belum minum obat malam ini. (Pantes!) Padahal latihannya bakal sampai larut nanti. Ya sudah lah. Bismillah, aman, aamiin...

Rabu, 07 Maret 2018

Lebih Baik Begini

Kau sahabatku. Pernah jadi sahabat terbaik yang bisa kupercaya. Yang bisa membantu,  memahami dan kupahami. Saling dukung dalam kebaikan. Saling mengingatkan. Berbagi cerita. Bebas jadi diri sendiri, apa adanya. Memberi dan mendapatkan ketulusan. Mungkin itu lebih baik. Maka kenapa tidak sekarang dibegitukan lagi? Terbukti aku tetap nyaman bersamamu, sebagai sahabat, sama seperti selama ini. Itu sudah membuatku senang. Tidak perlu susah susah harus gimana gimana. Begini lebih baik. Jalani peran sebagai sahabat, teman terbaik, sebelum kehilangan selamanya. Seperti kisah ibuku yang kehilangan sahabatnya karena berubah posisi jadi suami? Oh aku tidak mau. Itu tidak enak. Lebih baik begini.

Senin, 05 Maret 2018

Patah Hati?

Patah Hati?

Ya, hatiku memang patah. Tapi rasanya tak semenyakitkan yang kukira.

Mungkin cintaku padamu belum sedalam itu. Sehingga tak ada luka ketika kusadari ternyata kau memilih yang lain, bukannya aku.

Bukan lamanya waktu yang menjadi patokan seberapa dalam sebuah cinta. Lalu apa? Entah, aku juga belum tahu. Hampir 10 tahun, lantas kandas, dan akan segera berlalu.

Sungguh kau berhak mendapat yang terbaik. Mungkin itu bukan aku. Dan aku yakin, aku pun layak mendapat yang terbaik. Dan bisa saja itu bukan kamu.

Apapun yang terjadi, itulah yang terbaik. Hadapi saja, jalani, akhiri dengan sempurna, dengan segala upaya yang sebaik-baiknya.

Mungkin dengan ini Allah bermaksud membukakan jalan yang lebih baik untukku. Agar aku tetap terjaga, agar kisahku tetap mulia.

Biarlah yang lalu menjadi pelajaran berharga untukku. Bahwa cinta itu indah, membawa rasa ikhlas, tanpa syarat. Bahwa membahagiakan orang yang kita cintai, semenyakitkan apapun bagi kita pribadi, akan membawa bahagia memenuhi hati kita sendiri. Puas. Lega.

Yang tak pernah memiliki, bukankah wajar jika tak kehilangan?

Kau milik Allah. Biarlah Allah yang atur apapun yang kan terjadi padamu. Aku rela. Aku yakin, kau akan bahagia dengan pilihan terbaikmu itu. Allah yang pilihkan, bukan? Maka untuk apa aku ragu?

Seperti yang pernah kutulis dulu, dunia kita kan terus berjalan. Rodaku tetap melaju. Semoga ujungnya ialah syurga. Yang tertinggi.

Hajatku masih banyak. Bertemu jodoh hanya salah satunya. Ada banyakk hal dalam duniaku. Tidak mungkin kubagi semuanya di satu tempat. Bahaya.

Aku sudah menemukan kesembuhanku. Aku sudah bisa belajar percaya pada mereka yang peduli padaku. Aku sudah bersahabat dengan penyakitku. Itu bukan lagi masalah besar yang membebani hidupku.

Hidup ini sudah penuh masalah. Kalau ada yang tidak lagi dianggap masalah, itu bagus.

Aku sudah move on lah, satu demi satu terlalui.

Aku patah hati? Entahlah, aku tidak yakin lagi soal itu. Tapi yang jelas, aku sadar, aku kehilangan tambatan hati. Itu bagus, karena bukankah seharusnya hati ini tertambat hanya pada-Nya?

Untuk siapapun yang membaca tulisan ini, tolong bantu doakan aku, semoga aku dapat terus menjalani hidupku dengan cara yang terbaik, bisa memberi kebermanfaatan terbaik, dan selalu dipertemukan dengan segala sesuatu yang serba terbaik dalam hidupku. Begitu juga untukmu. 😃 Aamiin..