Who Amung Us

Selasa, 10 Juni 2014

Tentang "Bimbingan Konseling"

BK. Kenapa ya, ? Kenapaa??



Disadari atau tidak, anak sekolah itu pada umumnya menilai BK sebagai  sejenis'ruang pesakitan'. Pasti bisa ditangkap kan, anak sekolah yang dimaksud di sini. Blak-blakan ajah gapapa lah.
Dalam hal ini, saya nekat menggolongkan anak sekolah kedalam 3 kelompok yang mudah dikenali:
a. Kelompok ndugal, alias punya kecenderungan buruk yang cukup besar, atau bisa juga yang dianggap orang lain sebagai anak bermasalah, or singkat kata, anak-anak yang terlanjur dicap negatif oleh lingkungannya.
b. Kelompok siswa berprestasi. Anak-anak tipe ini punya kecenderungan untuk menjadi yang diatas rata2. Berani berbeda demi meraih sesuatu yang diyakini positif oleh dirinya dan manusia pada umumnya.
c. Kelompok yang "biasa-biasa saja". Kelompok ini cenderung ingin tidak terlihat menonjol, bahkan ada yang sampai taraf fobia terhadap popularitas. Kayaknya menakutkan sekali gituh kalo sampai mendadak terkenal, atau terpaksa jadi pusat perhatian. Kelompok ini adalah kelompok yang biasanya paling banyak anggotanya dan paling mudah ditemukan. Yang jadi masalah adalah ketika kita ingin menemukan mereka. Kita butuh kejelian yang sedikit 'out of the box' berhubung karakter mereka yang melebur dan invisible dalam keramaian. Mereka banyak, tapi karena itulah justru kadang jadi yang seringkali dilupakan. Trus kalo abis itu mau wawancara, beuh, selamat berjuang.. Muga2 tidak keburu pingsan duluan atau buru2 ambil langkah seribu.
d. Sebenarnya menurut saya sendiri sih ada lagi kelompok anak ke4, yaitu tipe antik. Pribadi anak yang seperti ini unik. Anti mainstream, sama sekali tidak takut berbeda. Tetapi cenderung menjadi sosok yang relatif sulit dimengerti. Nah, selain karena keunikan ini tidak banyak keberadaannya di muka bumi, saya juga jujur saja kesulitan untuk mengira-ira apa mau mereka.. Apa penilaian dan kemudian sikap mereka terhadap BK. Maka dengan berat hati kelompok antik ini tidak saya ganggu dalam pembahasan gakpentingbingit ini.
Sudah prolognya, sekarang back to the topic.
(ini nih salah satu tips kalo lagi dalam kondisi terpaksa dan mendadak kudu pidato/kultum/ceramah/kitobah/apapun itu namanya.. tanpa persiapan.. padahal bertepatan pada saat itu arus idemu sedang cenderung meledak2. Nah, biar kaga kebangetan out of topicnya, bawalah secarik (halah secarik, jujur aja bilang secuil nape?) kertas bertuliskan minimal judul/ide pokok yang kepengen kamu lontarkan. Atau kalo ga ada alat tulis, cari pinjem aja alat tulis apapun yang bisa digunakan dari orang terdekat, trus coret2 aja di tangan, ato dimanapun terserah asal bisa kamu intip sepanjang kamu ada di depan umum.
Nah, kalo udah gitu, tiap akhir kalimatmu, rajin2 aja ngelirik coretan itu. Balikin segera topikmu. Kalo ada fasilitas multimedia, manfaatkan ajah. Kalopun kamunya yang gagal fokus, audien masih punya ruang untuk merangkai imajinasi atau pemikiran mereka sendiri tentang judul besar yang kamu pasang di papan presentasi. Hehe))

stop stop stop. fokus.

Nah, disadari atau tidak, kelompok C yang merupakan kelompok mayoritas yang ada di lingkungan sekolah, yaitu orang-orang yang hidupnya relatif lurus-lurus aja itu, akan dengan sadis menilai bahwa BK itu ruang pesakitan. 

Tidak perlu heran kalau mereka dengan sadis memutuskan untuk bertekad.. "seumur umur jangan sampe masuk BK. Soalnya yang masuk kesana biasanya anak-anak bermasalah, atau kalo enggak, ya yang hobinya menangin lomba itu tuh. Aku kan engga ndugal!  Lagian juga ogah banget kalo musti jadi siswa berprestasi, diomongin sana sini entar. Wwahh, bisa gawat!"

Gak salah kan? Yang dipancing untuk konseling biasanya kan ya gitu. bermasalah. Walopun sebenernya semua manusia waras pasti punya masalah, cuma orang gila yang idupnya tanpa beban sama sekali. Tapi..ya itu tadi.. yang terprioritaskan menikmati fasilitas konseling di sekolah toh biasanya anak2 yg suka coba2 resiko, gak nyadar kalo ceroboh itu tidak baik, tidak suka dikekang peraturan.. Tapi yang masih bisa diselamatkan.. dalam artian masalah hidupnya itu masih 'ruwet' belum sampai tahap masalah yang lurus kaya direbonding alias hang alias yah.. ehem.. tidak waras.

Trus ada lagi 1 golongan yang dengan senang hati akan mencari guru BKnya, berinisiatif untuk konseling tanpa ada panggilan, peringatan atau catatan di berkas pelanggaran. Yea, para pelahap informasi, sekaligus pemburu prestasi. Tidak heran mereka sadar diri untuk datang ke ruang BK. Mereka merasa butuh, dan wajar bila mereka tahu fasilitas itu, lhawong akses informasi bak drojogan talang pas hujan lebat mengguyur bumi. Parah aja kalo sang juara ABCD kaga tau fungsinya ada BK di sekolah.

Sedangkan,,, bagaimana dengan nasib mayoritas siswa yang bayar sekolahnya sama, pake seragamnya sama, duduk di kelas yang sama, belajar subyek2 yang tak jauh beda.. kelompok si "bukan siapa-siapa" kita yang tersebar di seantero sudut sekolah?
ow ow

Nah lagi.
Kalo udah gitu, gimana coba??

Bisa jadi inilah problem orang PR. Masalahnya memang pada branding. Tantangannya adalah bagaimana mengubah persepsi negatif tentang BK, menjadi 'sesuatu yang lebih bisa diterima'. Apalah itu, yang bikin anak tak segan untuk konseling.

Perlu ada sedikit penegasan nich, konseling bukan hanya untuk orang yang bermasalah. Konseling ada, diperuntukkan bagi mereka yang mau belajar mengatasi masalah2nya secara lebih baik.
Ini menurutku sih. 

Dan sebagai catatan, AKU ORANG LUAR. Just thinking about BK... yang tiba2 nyambung aja gituw sama bidangku. komunikasi.
Yeah, bumi ini bulat.
Mau kemana juga, ujung2nya.... kembali pada diri sendiri.
Hhhhmmmmmmmmmmm... Kenapa yaa, apa-apa kok ujungnya mesti kembali pada diri sendiri??
Retoris. Tapi kadang emang bikin meringis.


26 April 2014, belajar mengikat kelebatan pemikiran.. mulai memetakan kembali masa depan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar