Who Amung Us

Jumat, 22 Oktober 2021

Cium Tangan Moment

 Ya Allah.. setiap kali aku melihat Fathin.. ada sesuatu di matanya. Sesuatu yang membuat aku merasa, ada yang masih harus kuselesaikan. Ada yang masih nanggung dulu itu, saat interaksi langsung kami mau tidak mau harus purna. 


Tapi malam ini, saat kami berpapasan tak sengaja di pintu GOR seusai penutupan puncak peringatan hari santri 2021, saat mata kami beradu, dia menyapaku, lalu meminta tangan ku untuk dicium.. Ya Allah, aku merasa benar-benar jadi guru.


Aku belajar dari anak ini. Kesantunan nya alami, layak ditiru. Dan sekali lagi aku sadar, ada yang harus ku selesaikan. Sebelum terlambat. Karena sisa waktu kami sudah sangat singkat. Meski mungkin selamanya hubungan kami tidak akan berubah. Dia tetap memandang ku sebagai gurunya.. dan sepertinya memang tidak pernah ada kata mantan guru dalam kamusnya.


Ya Allah, aku malu. Aku yang bau, sampai semalam ini belum mandi (karena air masih mati), baju saja pakai baju bekas kemarin yang masih sedikit bersih, tapi bukan yang terbaik yang ada.. diambil tanganku, diciumnya. Aku yang sebobrok ini, dihargai setinggi adab muridku itu. Aku malu.


Layakkan aku di hadapan mereka Ya Allah. Mampukan aku menjadi guru yang sebenar-benar guru. Yang tindak tanduk nya patut digugu dan ditiru. Dan mohon ampuni segala khilaf ku Ya Rabb. Mohon maafkan segala kurang ku. Rahmati kami, ridhai kami. Izinkan kami menatap wajah Mu. Bersama, di syurga Mu yang tertinggi.

Selasa, 19 Oktober 2021

Kaos Seragam Santika

Malam ini aku kehabisan baju. Tidak kutemukan pakaian ganti untuk tidur walau hanya sehelai daster. Efek malas tidak mencuci sekian lama, baru tadi siang selesai nyuci, dan hari hujan sehingga tidak bisa langsung jemur. 


Baju yang ku pakai sedari nyuci tadi, lanjut males-malesan, buka puasa, ndampingi acara maulid nabi malam ini, nonton bareng film Surau & Silek, sampai motoin anak-anak rohis panitia bersama pembina nya yang diwakilkan oleh Ustadz Nasir, pulang pulang di asrama, rupanya sang gamis Lilac telah basah kuyup oleh keringat. 


Tak sengaja tertangkap mata, di pojok lemari bagian bawah, sudah ku bungkus rapat dengan plastik bekas kemasan jilbab: kaos coklat.


Jadilah malam ini aku tidur mengenakan seragam Santika. Ternyata masih muat, meski lumayan ketat. Ku kira benar-benar sudah tidak masuk, makanya ku packing sedemikian rapi seolah sudah dipensiunkan selamanya. Alhamdulillah. Aku suka manset hijau di lengannya, cocok sekali dengan warna kulit tangan ku.


Malam ini ku pungkasi dengan sejuta nostalgia. Aku pernah di sana. Bukan mustahil suatu hari nanti aku akan kembali ke sana lagi. Di lapangan, panas-panasan, pengamanan, penyisiran, berseragam kaos cokelat yang fenomenal ini.


Salah satu potongan fase hidup terbaik ku. Alhamdulillah masih muat, aku optimis tidak pensiun untuk selamanya. Beristirahat mungkin iya, beralih ke Medan yang lain juga. Tapi fase hidup terbaik itu akan berulang, insyaallah, lagi, dan lagi.

Minggu, 03 Oktober 2021

Strategi #1

 Ya Allah, terima kasih.. hidup ku sempurna.. sudah tidak ada lagi pertengkaran bodoh di grup keluarga. Ada kos adek yang bisa buat mengungsi dari kepadatan dunia kerja. Kau beri aku penghasilan rutin yang cukup untuk aku menyenangkan diri sendiri. Buku bacaan bagus tak terhitung dengan harga miring. Peluang peluang amal kebaikan setiap saat. Tempat tinggal yang bagus, aman, nyaman. Baik secara fisik maupun mental. Room mate yang menyenangkan. Pergaulan yang terjaga. Pekerjaan yang sesuai passion. Pakaian pakaian yang bagus, layak, cocok untuk ku, tidak lagi senelangsa dulu. Fasilitas mesin cuci untuk para musyrifah. Jilbab-jilbab hasil usahaku jualan jilbab. Liqo yang lancar, murabbi yang mumpuni, teman-teman yang asyik, program yang menarik, menantang, namun tidak terlalu sulit, tidak pernah membosankan. Waktu kerja yang nyaman. Jam bangun tidur yang strategis. Kesempatan tilawah panjang saat sepi pas jaga piket PPDB sendirian. Tas yang layak, bagus-bagus, tinggal disesuaikan dengan kebutuhan. Qur'an hafalan yang bagus. Jedai yang kencang, bagus, kokoh. Dompet yang bisa jadi tas sekalian. Minum yang melimpah ruah gratis tanpa harus susah-susah. Jajanan darurat jualan Wulan yang bisa buat mengganjal perut saat kelaparan. Sajadah doorprize yang bagus dan datang di saat yang tepat. Anak-anak yang bisa diasuh.. memenuhi tugas perkembangan di usia ku.. membuatku tetap merasa berharga. Kuota melimpah. Kuku yang sehat. Anggota tubuh yang lengkap. Nafas yang mudah. Kipas angin yang selalu menyelamatkan. Skincare yang selalu tersedia tinggal pakai. Sabun yang wangi dan gampang dibilas. Sprei yang seukuran kasur. 


Ya Allah, tadi aku ingin mengeluh. Tapi sampai sini saja aku sudah malu. Terlalu banyak nikmat Mu.


Biarlah aku berjuang menumbuhkan minat kembali untuk menggenapkan separuh agama. Entah bagaimana saja. Yang paling mudah adalah melihat orang orang seumuran ku yang sudah lebih dulu menikah dan berhasil menghayati perannya dalam keluarga. Tidak semua pernikahan itu berujung neraka. Banyak juga yang indah, menyenangkan, mendamaikan, memberdayakan, menerbitkan senyum di ujung bibir, mengalirkan entah apa di dalam badan yang rasanya menyenangkan saat melihat mereka: merinding, trenyuh, rasa ikut berbahagia. Dan mereka bisa kuakses.


Yang penting aku harus ingat. Jangan downgrade kriteria hanya karena desakan usia. Jangan sampai downgrade. Aku cukup berharga. Aku cukup indah bagi yang memahami. Aku tidak jelek. Allah sudah menciptakan ku dalam keadaan yang terbaik. Jangan pernah berani menghina Allah! Kamu sudah baik.