Who Amung Us
Kamis, 25 Oktober 2018
Nostalgia Jumat Siang
Aku sedang bersantai di asrama ketika Masjid Mujahidin mulai riuh oleh nuansa Jumat siang. Tiba-tiba terlintas memori Jumat siang bertahun-tahun lalu yang bersejarah bagi hidupku.
Momen Jumat siang yang mengesankan.
Kamu ingat, 'skripsi' kita? Yang kita kerjakan sama-sama, berenam. Aku masih ingat, PESIAR judulnya.
Siang itu, jam satu, seharusnya menjadi deadline pengumpulan terakhir 'skripsi' itu. Aku koordinator akhwat, ada lah rasa bertanggungjawab. Maka wajar jika aku pontang-panting mengupayakan agar 'skripsi' itu bisa terkumpul tepat waktu.
2 akhwat temanku semua tidak standby di kampus hari itu. Akhwat fak lain, masing-masing padat dengan urusan mereka tentu. Yah, temanku tidak banyak memang. Maka seperti biasanya, aku mantap mengandalkan diriku sendiri.
Proses pengerjaan yang kita lakukan menurutku lumayan baik. Kita beberapa kali syura, sempat melibatkan pembimbing juga, dan mengerjakannya bersama. Meski kadang diwarnai debat kusir. Ada juga fase pembagian tugas. Masing-masing dari kita mengerjakan bagian nya sendiri-sendiri. Itu tahap mendekati akhir.
File terakhir diupdate di tim ikhwan. Di kosmu. Sesudah itu giliranku mengumpulkan semua, checking akhir, mengeprint, dan mengumpulkan ke tim penilai.
Siang itu, sekitar jam 10.30, setelah berkali-kali menghubungi mu demi memastikan progres penyelesaian 'skripsi' (yang kau balas sambil nyetrika, lalu kumarahi karena menurut yang kupahami, menyetrika itu tidak boleh disambi, demi penghematan energi), akhirnya aku memacu motor Ksatria Legendaris ku ke Jalan Kabut. Aku sempat memutari kompleks itu 2x, memastikan aku tidak salah alamat. Mau bagaimana lagi, di sana sepi sekali, tidak ada yang bisa ditanyai.
Sampailah aku di rumah bercat {putih atau krem ya?} dengan kusen, pintu, dan jendela cokelat tua. Kurasa aku sudah yakin, betul ini tempatnya. Lalu kuucap salam dengan lantang. Kupastikan suaraku tegas, tidak lembut mendayu.
Sesaat, keluarlah Mas A**** dengan (oh no) bercelana pendek. Malah aku yang malu. Dia santai aja nanya, apa yang bisa dibantu. Kujawab saja tegas, mau ambil flashdisc di kamu. Lalu masuklah mas itu ke dalam lagi. Aku menunggu di luar sambil terus menerormu via SMS untuk segera menyerahkan file itu karena sebentaaar lagi keburu tiba saatnya Jumatan. Aku juga terus konfirmasi pada mbak pembimbing dan tim penilai soal progres kita.
Flashdisc kudapat, aku langsung meluncur lagi ke rental untuk checking akhir dan ngeprint. Kalau tidak salah di Surya Utama. Alangkah crowded. Aku bergelut dengan keringat, kegugupan, tangan yang dingin dan gemetaran. Komputer, printer, flashdisc, HP di hadapan ku, menjadi saksi bisu perjuangan siang itu.
Di tengah proses itu, adzan pertama berkumandang. Aku masih sempat-sempatnya memastikan kalian sudah ke masjid. Semua via SMS. Ealah, kayaknya aku besok kalau udah jadi emak, bakal lebih rempong lagi deh ketimbang ibukku (yang tingkat rempong nya udah waow banget). Memang menguji kesabaran pasangan, tapi itu bentuk perhatian.
Keringat semakin membanjir. Tapi akhirnya usai juga. Print. Jilid. Bayar. Meluncur lagi mencari alamat mbak2 yang jadi tempat pengumpulan 'skripsi'. Aku lupa-lupa ingat, tapi sepertinya hari itu aku sedang berhalangan, jadi bebas tidak sholat. Stress juga sih hari-hari menjelang deadline itu.
Tapi kemudian, alhamdulillah, terjadi hal indah tak terduga saat kita semua dikumpulkan dalam sidang.
Kalian bertiga yang presentasi. Dengan gugup. (Sebelum maju, kau sempat berpesan padaku yang kurang lebih intinya "Aja mateni kanca dhewe.")
Penilai melontarkan pertanyaan yang menguji penguasaan kita terhadap 'skripsi' yang kita buat. Judul kita dikritik.
Kalian mempertahankan judul itu dengan (maaf) agak payah. Jawaban tidak logis, ngelantur ke topik lain pula. Macam politisi yang ditanyai, melipir jawabnya.
Akhirnya dari barisan pemirsa, aku berinisiatif mengacungkan tangan sambil berdiri, meminta izin untuk membantu menjawab. Aku ingat mukamu waktu itu sudah memelas sekali, kayaknya khawatir banget aku bakal melanggar pesanmu sebelum maju tadi. Ahhihihi, lucu sekali.
Aku menjawab seperti gayaku biasanya. Tegas, mantap, yakin, dan setengah memaksa orang untuk sepaham. PESIAR itu memang judul yang aku usulkan, dan seluruh tim kita sepakat menerimanya. Maka tidak sulit bagiku untuk menjelaskan.
Alhamdulillah, Penilai bisa menerima jawabanku.
Presentasi kelompok lain pun ditampilkan silih berganti. Banyak yang kurang jelas terdengar dari tempat kita.
Di akhir sesi, sepertinya beberapa hari selepas sidang itu, Akh Luhur memberi penghargaan kepada peserta terbaik. Yang akhwat aku. Aku nangis seketika. Kalau yang begini saja sudah yang terbaik, lantas bagaimana yang lain? Separah apakah kita?
Yah, singkat cerita, kebersamaan 'skripsi' kita pun purna.
Ada oleh-oleh foto gelas pecah. Tak carine kapan kapan insyaallah.
Hmm.. Dan aku kembali ke dunia nyata. Sholat dhuhur bersama anak-anak. Menghiba berbalut air mata, mendoakan kita, meminta ikhlas, dan meminta takdir terbaik untuk kita.
Apa kabar kau di sana?
Aku ingin memantau
Tapi tak mau lagi bikin malu
Jadi begini saja
Kembali seperti biasa
Seolah tak pernah ada pengakuan apa-apa
Anggap saja pernah friendzone. Cukuplah
Sekarang hapus zone nya
Friend saja
Selesai
Semoga takdir terbaik untuk mu, untuk ku, untuk kita
Kamis, 11 Oktober 2018
Kau Marah dan Membentak Anakmu?
Copas
Pukul 02.08 wib, seperti biasa terbangun untuk menyusui putri kecil ku Aisya. Dan seperti biasa pula, setelah itu gak bisa tidur lagi.
Waktu buka HP, nemu tulisan ini. Dan hatiku remuk redam...bukan sebuah kebetulan...
Allah ingin aku membacanya sebagai pelajaran dan mengambil hikmahnya...
Mengingatkan bahwa ada putra putri terbaik yang mencintaiku tanpa syarat...
Maafkan ummi, yang belum sempurna dalam membersamai
ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
---------------------------------------------------------------------
KAU MARAH DAN MEMBENTAK ANAKMU?
Ketika ia minta ditemani tidur, padahal tubuhmu sudah lelah, dan engkau tau bahwa ia bisa tidur sendiri. Lalu, rengekkannya menaikan emosi, maka tanpa terkontrol lagi, keluarlah suara tinggi, membentak, dan atau sikap yang tidak menyenangkan lainnya.
Ia pun terdiam. Kaget. Tapi, sebetulnya lebih dari itu, hati kecilnya terluka.
Ia lalu dengan patuhnya naik sendiri ke atas tempat tidur, memeluk guling, menghadap dinding, dan berusaha menenangkan hati yang terluka dan meminimalisir rasa sedih.
Sebetulnya, ia hanya ingin bersamamu. Hanya tidak tahu bagaimana memintanya dengan cara menyenangkan. Ia hanya ingin dekat denganmu, karena hanya bau tubuhmu yang memberikannya kenyamanan. Sayangnya, otak kecilnya belum cukup bersambungan untuk mengerti, bahwa.. engkau sudah letih,lelah, capek... dengan segala aktifitasmu yang dimulai bahkan sebelum matahari menunjukkan dirinya. Ia belum paham.
Maka dalam sedihnya, menghadap dinding, ia pun perlahan terlelap.
Perlahan tapi pasti, rasa sedih dan menyesal itu menyelinap perlahan kedalam hatimu. Engkau sadar, reaksimu tadi berlebihan. Teriak tadi terlalu kencang, atau apapun itu, yang membuat hati kecil buah hatimu terluka, sebetulnya tidak perlu segitunya.
Lalu, dengan dada yang penuh sesak dengan penyesalan.. engkau berbalik dan memandang tubuh dan wajah kecilnya yang sudah terlelap karena sedih tadi. Engkau ciumi wajah itu, terkadang menetes airmata tanpa terasa. Kau ciumi tangan mungil itu. Memohon maaf padanya, saat ia tidak sadar akan kehadiranmu disitu.
Sudah berapa kali seperti ini?
Akan berapa kali lagi?
Kenapa emosi susah sekali dikontrol, terutama ketika sedang letih atau mengantuk yang luar biasa? Atau ketika melihat rumah yang tak kunjung rapi? Daftar kerjaan yang seakan tidak berkurang sejak pagi?
Lalu menyesal dan mengulangi lagi.
Mungkin esok bukan milik kita lagi.
Mahluk kecil itu milik Ilahi, yang dititipkan ke tanganmu, untuk kau jaga sementara waktu. Diciptakan oleh NYA, agar ia sepenuhnya bergantung padamu diusianya yang sekecil
ini. Mengapa sulit untuk dimengerti ketika lelah melanda, bahwa ia tidak memiliki perasaan apapun terhadapmu, kecuali rasa CINTA.
Yang masih ia pelajari cara untuk mengungkapkannya dengan segala sikap, suara, bentuk dan rasa. Ia hanya ingin dekat denganmu, itu saja! Setiap waktu. Selalu.
Oleh sebab itu, jika semua perasaan lelah, letih, putus asa, ngantuk, kesel sedang melandamu, lalu ia datang padamu dengan keinginan tubuh kecilnya yang sebetulnya tidak seberapa itu... tarik nafas, istighfar, senyum dan menunduk lah. Tatap matanya dan perhatikan keinginannya. Jika engkau belum bisa memenuhinya sekarang, senyum.. jawab baik-baik.
Insha Allah perlahan ia akan mengerti, bahwa penolakanmu bukan berarti kau tidak mencintainya, hanya penundaan sementara. Perlahan ia akan mengerti dan belajar untuk melakukan itu sendiri, tanpa bantuanmu dan pendampingamu lagi.
Perlahan.. ia akan melepaskan genggamanmu.. dan kuat bangun dan berjalan sendiri.
Perlahan..
Sabarlah wahai bunda, ingatlah rengekannya hanyalah ungkapan sayangnya padamu. Betapa ia tidak bosan mengharapmu senantiasa disisi. Sabarlah mama... ada waktunya nanti, tidur mama tidak terganggu lagi, rumah akan senantiasa bersih.
Tapi untuk sekarang mama, hadapilah tangisan, rengekkan dengan : tarikan nafas, senyum, dan merendahkan tubuhmu setara dengan pandangan matanya.. senyum dan pandanglah ia. Buah hatimu tidak akan sekecil itu selamanya.
Smile mama.. those little angels, they only have ❤️ for you.
#WinaRisman
#copas
#SelfReminder
Pukul 02.08 wib, seperti biasa terbangun untuk menyusui putri kecil ku Aisya. Dan seperti biasa pula, setelah itu gak bisa tidur lagi.
Waktu buka HP, nemu tulisan ini. Dan hatiku remuk redam...bukan sebuah kebetulan...
Allah ingin aku membacanya sebagai pelajaran dan mengambil hikmahnya...
Mengingatkan bahwa ada putra putri terbaik yang mencintaiku tanpa syarat...
Maafkan ummi, yang belum sempurna dalam membersamai
ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
---------------------------------------------------------------------
KAU MARAH DAN MEMBENTAK ANAKMU?
Ketika ia minta ditemani tidur, padahal tubuhmu sudah lelah, dan engkau tau bahwa ia bisa tidur sendiri. Lalu, rengekkannya menaikan emosi, maka tanpa terkontrol lagi, keluarlah suara tinggi, membentak, dan atau sikap yang tidak menyenangkan lainnya.
Ia pun terdiam. Kaget. Tapi, sebetulnya lebih dari itu, hati kecilnya terluka.
Ia lalu dengan patuhnya naik sendiri ke atas tempat tidur, memeluk guling, menghadap dinding, dan berusaha menenangkan hati yang terluka dan meminimalisir rasa sedih.
Sebetulnya, ia hanya ingin bersamamu. Hanya tidak tahu bagaimana memintanya dengan cara menyenangkan. Ia hanya ingin dekat denganmu, karena hanya bau tubuhmu yang memberikannya kenyamanan. Sayangnya, otak kecilnya belum cukup bersambungan untuk mengerti, bahwa.. engkau sudah letih,lelah, capek... dengan segala aktifitasmu yang dimulai bahkan sebelum matahari menunjukkan dirinya. Ia belum paham.
Maka dalam sedihnya, menghadap dinding, ia pun perlahan terlelap.
Perlahan tapi pasti, rasa sedih dan menyesal itu menyelinap perlahan kedalam hatimu. Engkau sadar, reaksimu tadi berlebihan. Teriak tadi terlalu kencang, atau apapun itu, yang membuat hati kecil buah hatimu terluka, sebetulnya tidak perlu segitunya.
Lalu, dengan dada yang penuh sesak dengan penyesalan.. engkau berbalik dan memandang tubuh dan wajah kecilnya yang sudah terlelap karena sedih tadi. Engkau ciumi wajah itu, terkadang menetes airmata tanpa terasa. Kau ciumi tangan mungil itu. Memohon maaf padanya, saat ia tidak sadar akan kehadiranmu disitu.
Sudah berapa kali seperti ini?
Akan berapa kali lagi?
Kenapa emosi susah sekali dikontrol, terutama ketika sedang letih atau mengantuk yang luar biasa? Atau ketika melihat rumah yang tak kunjung rapi? Daftar kerjaan yang seakan tidak berkurang sejak pagi?
Lalu menyesal dan mengulangi lagi.
Mungkin esok bukan milik kita lagi.
Mahluk kecil itu milik Ilahi, yang dititipkan ke tanganmu, untuk kau jaga sementara waktu. Diciptakan oleh NYA, agar ia sepenuhnya bergantung padamu diusianya yang sekecil
ini. Mengapa sulit untuk dimengerti ketika lelah melanda, bahwa ia tidak memiliki perasaan apapun terhadapmu, kecuali rasa CINTA.
Yang masih ia pelajari cara untuk mengungkapkannya dengan segala sikap, suara, bentuk dan rasa. Ia hanya ingin dekat denganmu, itu saja! Setiap waktu. Selalu.
Oleh sebab itu, jika semua perasaan lelah, letih, putus asa, ngantuk, kesel sedang melandamu, lalu ia datang padamu dengan keinginan tubuh kecilnya yang sebetulnya tidak seberapa itu... tarik nafas, istighfar, senyum dan menunduk lah. Tatap matanya dan perhatikan keinginannya. Jika engkau belum bisa memenuhinya sekarang, senyum.. jawab baik-baik.
Insha Allah perlahan ia akan mengerti, bahwa penolakanmu bukan berarti kau tidak mencintainya, hanya penundaan sementara. Perlahan ia akan mengerti dan belajar untuk melakukan itu sendiri, tanpa bantuanmu dan pendampingamu lagi.
Perlahan.. ia akan melepaskan genggamanmu.. dan kuat bangun dan berjalan sendiri.
Perlahan..
Sabarlah wahai bunda, ingatlah rengekannya hanyalah ungkapan sayangnya padamu. Betapa ia tidak bosan mengharapmu senantiasa disisi. Sabarlah mama... ada waktunya nanti, tidur mama tidak terganggu lagi, rumah akan senantiasa bersih.
Tapi untuk sekarang mama, hadapilah tangisan, rengekkan dengan : tarikan nafas, senyum, dan merendahkan tubuhmu setara dengan pandangan matanya.. senyum dan pandanglah ia. Buah hatimu tidak akan sekecil itu selamanya.
Smile mama.. those little angels, they only have ❤️ for you.
#WinaRisman
#copas
#SelfReminder
Langganan:
Postingan (Atom)