Bersamamu... aku kembali percaya bahwa kita bisa menerapkan semua teori baik yang kita pernah tahu dan pahami keunggulannya. Hanya butuh usaha yang sedikit lebih keras untuk 'mengondisikan' segala sesuatunya. Kalau sudah di tangan kita, niscaya sifat bertanggung jawab yang ada dalam diri setiap kita akan menuntun kita meakukan segalanya dengan baik. Halang rintang pasti ada, tapi kita akan bisa melaluinya. Ohoho, kenapa ya aku tiba-tiba sebegini optimis.
Bertemu denganmu, aku seperti menemukan kembali sosoknya yang dulu rela 'ngojek' berbulan-bulan, yang lantas kemudian tiba-tiba menghilang. Ah, mungkin waktu itu akunya aja yang nggak sadar sinyal-sinyal, padahal barangkali udah dikasih ancang-ancang. Aku ingat dia yang geleng-geleng lihat pakaianku, lalu membongkar penutup kepala yang kupakai, membentuknya ulang dengan lebih baik, lalu lembut memasangkannya kembali di kepalaku. Aku terdiam, tertegun, terpana. Belum pernah ada yang melakukan itu sebelumnya. Rasanya aku begitu disayang dan dikasihi. Kenangan indah itu semoga tak akan terlupakan.
Lalu sekarang,tiba-tiba aku memilikimu.? Agak gimana gitu memikirkannya. Ah, kuceritakan saja kronologi kejadian waktu itu.
Jum'at ba'da dhuhur, aku berangkat ke tempatmu seperti biasanya, namun kali ini agak kemrungsung. Ada misi khusus ngeprint sebelum ke tempatmu, biar sekalian jalan gitu. Sebetulnya waktu saat itu tidak begitu longgar, makanya aku agak buru-buru. Yang buru-buru hatiku, kalau fisik sih biasa aja.
Di pertigaan itu, ada mbah-mbah naik sepeda jengki yang entah kenapa nyebrang tapi gak mulus blas. Otomatis aku ngerem dan berpikir untuk menghindar. Sayang posisinya serba nanggung, nggak di agak kiri, nggak juga di agak kanan. Mbahnya juga nggak jelas arahnya, mau banting kiri apa banting kanan. Remku tidak cukup pakem untuk berhenti tepat waktu. Mbahnya juga entah kenapa malah lurus lempeng tanpa usaha penyelamatan diri. Roda kami bertemu. Kami bertabrakan lembut. Jatuh.
Aku menemukan diriku dalam posisi seperti push up di atas motorku yang terkapar, ada yang menetes dari mesin, membasahi aspal. Mbahnya sempat jatuh juga, tapi langsung bisa berdiri. Sepedanya, duh, roda depan penyok-penyok. Susah payah aku bisa bangun, gemetaran. Motorku kuberdirikan. Posisi masih di tengah jalan. Jalannya sepi, dan memang lagi sepi. Tidak ada orang lain. Kusapa mbahnya, Kuperiksa lagi sekilas keadaan yang bisa kelihatan. Sepertinya tidak apa-apa, cuma roda depan sepedanya itu..
Lalu ada motor datang, aku yang masih gemetar berusaha menepikan motorku supaya mereka bisa lewat. It's ok. Mereka malah merubung. Dan banyak orang lain kemudian ikut merubung, pada kenal mbahnya soalnya. Kami berusaha memperhatikan rasa badan masing-masing, adakah cidera yang muncul. Aku merasakan tidak nyaman di bibir bawah sebelah kiri, telapak tangan, lengan atas, pinggul, paha, dan kaos kakiku bolong. Jempol kakiku rupanya kena juga. Mbahnya bilang nggak apa-apa, hanya paha kanan dalamnya terkena gemuk sepeda. Aku juga bilang nggak apa-apa sambil mengulum bibir bawah, dan terasa ada sesuatu, sepertinya luka. Kulihat di spion, ulala, bibirku nyonyor, kucoba bersihkan sedikit darahnya pakai ujung kerudung (duh, alangkah joroknyaaa).
Omong punya omong, urusan dianggap beres dengan kesimpulan sepeda mbahnya akan diperbaiki dan ongkos bengkelnya akan kuganti. (Syok rasanya ketika empat hari kemudian ibu-ibu gendut anaknya mbah itu datang ke rumah, minta uang 700 ribu buat beli sepeda baru sekenan karena sepeda yang kemarin 'nggak bisa diperbaiki'. Sedangkan Dua hari sebelumnya aku sempat papasan sama mbahnya di rel, beliau naik motor dari arah jombor. Heemmmm) Soal kesehatan, diurus sendiri-sendiri karena sepertinya tidak ada masalah besar.
Aku lanjut datang ke tempatmu tanpa ngeprint lebih dulu. Acara sudah berjalan. Lalu di tengah-tengah jeda, ketika anakmu rewel caper dan yang lain semua diam, aku nyeletuk aja ngisi waktu, bercanda bilang habis tabrakan.
Teman-teman merespon dengan cara masing-masing. Kau spesial. Setelah tahu duduk perkaranya, kau tawarkan mengobatiku. Aku mengiyakan. Kau masuk ke dalam beberapa saat, dan muncul lagi dengan membawa benda-benda istimewa.
...Insyaallah bersambung ke Memoar Cinta Lidah Buaya #2...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar