Who Amung Us

Selasa, 31 Mei 2022

Roller Coaster Hari Lahir Pancasila


Malam kemarin berakhir dengan baik, meski badan meriang, tapi sepanjang malam berhasil nyelesein tugas analisis kasus anak dan remaja ditambah bikin tulisan refleksi buat dikirim ke website SMP. Nanti mari kita cek, apa sudah terupload atau belum. Kalau nggak dimuat juga, protes ke Pak Sholeh, sebelum mutung nggak mau nulis lagi buat humas.


Alhamdulillah setelah minum Antangin, yang diselang jarak setengah jam dengan obat komplit wajib dan sunnah, lalu diselang setengah jam lagi untuk ngeteh, malam tadi tidurku lumayan nyenyak, lebih berkualitas dari kemarin-kemarin. Akhir-akhir ini tidurku gelisah. Apa mungkin karena aku sendirian, nggak ada Wulan, jadi takut nggak kebangun?


Pagi tadi dimulai dengan gemilang. Aku bangun jam 3.30, disambut dengan hujan deras. Langsung doa banyak-banyak sekhusyu mungkin, dan istighfar sebanyak banyaknya. Lalu terdengar adzan subuh yang swejukk banget di hati. Kayaknya suaranya Pak Pawit deh, jarang sekali terdengar selama ini. Langsung ke belakang, disambut para anabul di depan pintu asrama, sambil mampir kasih makan mereka. Ma'tsuratan dengan tenang. Rasa hatiku cuman tenang aja gitu, fresh, rasanya siap untuk apapun hari ini. Sudah berniat untuk ngantor pagi dan menyelesaikan tugas tugas administrasi, bikin narasi evaluasi program BK, lanjut bikin proposal ruang konseling. Oh ya, ada upacara pake baju adat. Ada juga Zoom sosialisasi dari kampus. Well, jadwalku padat hari ini, oke aku siap.


Aku ambil sarapan. Surprise! Tahu kupat, yang kuidam-idamkan sejak pekan kemarin, saat bokek-bokeknya isi dompet. Aku ambil banyak, seplastik penuh. Nasinya duikitt buanget. Sama teh seplastik. Alhamdulillah, mood ku langsung naik. Semalam udah pecel, pagi ini ditambah lagi dengan tahu kupat, mood booster parah.


Scroll2 sebentar... Terus mandi. Habis mandi, olahraga mumpung sepi : rabbit dance. Habis itu leren atur nafas. Rasanya tapi capek banget. Aku langsung pakai gamis item ditambah outer brokat yang baru, pura-pura nya kebaya. Rebahan, cuwapek, sambil muter playlist Azzam Haroki (buat naikin mood juga), aku liat story WA ku sendiri. Wwwaaahhh, mood booster selanjutnya: dia liat statusku bruh!!! Aaaakkk... Syuenenggg!


Lanjut upacara online. Pakai kebaya abal-abal kan, nggak ada ketentuan pake jilbab hehehehe. Jadinya aku ikut upacara sambil rebahan. Eh tiba-tiba ada panggilan H-10 menit, suruh ke lab bahasa. Langsung gedubrakan pake jilbab hehehehe. Turun deh ke kantor, absen, Trus ke lab. Ternyata udah banyak ibu-ibu. Dan banyak yang cuman batikan ternyata. Tapi ada yang sampai jilbab kreasi segala untuk pasangan kebaya pink nya.


Ternyata dipanggil ke lab itu kita-kita cumak dikumpulin buat bikin foto. Oalah, kirain mau ada taklimat apaa.


Habis sesi foto-foto, kita yang ibu-ibu pindah tempat, lanjut sesi foto-foto selanjutnya. 


Tapi di akhir sesi foto ini, ada ibuk yang berseloroh, "Iki kapan, sopo sing arep mantu dhisik iki?" 


Deg. Nggak enak banget dengernya. Baper parah. Mood ku langsung turun drastis.


Aku entah kenapa sedang sensitif sekali soal nikah nikah ini. Aku kan juga pengen, tapi belum ada kabar tuhh, bukan aku kan ya berarti yang disindir. Tapi dengan adanya aku di sana... Kok hatiku sakit sekali ya.? Di sana juga ada Mbak Dezy. Aku kan jadi menebak-nebak. Mbak Dezy makin cantik aja akhir-akhir ini, auranya keluar gitu. Dan secara amanah juga kayaknya lagi diprospek banget. Beruntun silih berganti. Sedangkan aku? Dipandang pun tidak.


Setelah para ibu membubarkan diri, aku coba naik, nunggu kalau mungkin Bu Asfi segera datang, mbukain pintu. Biar aku kebut segera tugas-tugas ku. Tapi, ku tunggu lama, sambil senderan tangga, ndengerin podcast kajian Ustadz Hanan Attaki, kajiannya bagus, tapi suasana hatiku enggak, dan kok lama lama mood ku makin buruk ya. Ditambah dengan bajuku yang berlapis-lapis, sumuk, rasanya aku kudu muntab.  Yaudah, aku nyerah. Aku balik asrama aja. Yang penting kan progres dan hasilnya. Aku nggak harus nongol terus di kantor BK, asal progres ku nyata. 


Di asrama, aku meledak. Kayaknya turahan meriang semalam masih ada sisanya ini. Fisik dan hatiku rasanya nggak karu-karuan. Aku ganti pakai daster, rebahan, blonyohan freshcare, muter juz 30 Salim Bahanan, Trus nanges sejadi-jadinya sambil mulut murojaah dan hati ngeluh-ngeluh wadul ke Allah. 


Sebelum ini, aku nggak pernah sakit hati sampai segininya. Iri apa yah, namanya? Ya Allah, ternyata hatiku belum seluas samudera. Denger kalimat kayak gitu aja, hatiku bisa sehancur ini. Astaghfirullah.. beri aku hati yang lapang ya Allah. Bersihkan hati ku ini dari dengki dan segaaala penyakit hati. Maafkan jika selama ini malah kepalaku yang besar, merasa punya hati lapang padahal enggak blas.


Dahlah. Habis ini Zoom sosialisasi dosen pembimbing akademik. Mode fokus on lagi. Udahan dulu mode bapernya. 

Minggu, 22 Mei 2022

Dewasa

 Semakin dewasa, hidup tidak menjadi lebih ringan. Tapi seperti yang kubilang di kartu ucapan 19 tahun Pipi; menjadi dewasa bukan hanya soal bertambahnya tanggung jawab, namun juga bertambahnya kesempatan untuk berbuat kebaikan yang banyak. Hmm.. sudah saatnya kembali ke gaya hidup seperti dulu lagi. Hemat, sederhana, ngati-ati. Karena aku harus ingat, aku punya banyak mimpi. Toh seperti yang aku bilang tempo hari ke Mbak Ima; aku tidak dituntut siapapun untuk menanggung siapapun. Aku hanya diharapkan bisa mandiri, dengan kata lain juga menanggung mimpi-mimpi besarku sendiri, tanpa merepotkan orang tua lagi. Karena aku sudah dewasa, aku harus sudah mulai sanggup menopang hidupku sendiri.


Diriku, mari kita berhenti berfoya-foya. Karena ini semua:

- renovasi atap dan kusen kayu di rumah kidul. 

- berangkat menunaikan ibadah haji. 

- pasang behel. 

- rekaman nasyid. 

- sedekah rutin. 


Kita pernah hidup dengan 200.000-300.000 per bulan. Sekarang semuanya ditanggung pondok. Hidup dengan bekal segitu, insyaallah lebih dari cukup. Nggak usah sok dermawan dengan nraktir ini itu ke adik-adik di Klaten maupun di Magelang. Mereka semua ada yang nanggung. Aku cuma dituntut untuk menanggung diriku sendiri, beserta segala mimpi-mimpi besar ini. Sampai Allah yang putuskan, di titik mana aku harus pulang menghadap-Nya, melaporkan segala yang kujadikan karya selama di dunia.


Ya Allah, aku ridha sekalipun Kau takdirkan aku nikahnya masih lama, kelak di surga. Aku nggak merasa perlu lagi nabung untuk pernikahan di dunia. Tapi tolong Rahmati aku agar layak masuk surga-Mu itu. Biar aku bertemu pangeran ku di sana. Dan lebih dari itu, izinkan aku menatap Wajah Mu yang tak pernah terbayangkan oleh manusia.