Who Amung Us

Jumat, 27 April 2018

Antusiasme itu Menular

Antusias itu Menular

Sudah berpekan-pekan aku tak merasakan antusiasme seperti tadi. Entah hilang kemana aku selama ini.

Tadi aku semangat sekali mengajar di X Mipa 1. Mana itu kelas unggulan, isinya anak-anak pintar, mereka kecerdasannya di atas rata-rata, maka difasilitasi lebih untuk menjadi hafidz Qur'an.

Padahal banyak isi kelas yang izin untuk mengurus persiapan acara Festifal Bahasa Ihsanul Fikri (Fesbasif) yang dimulai dari habis jumatan. Beberapa kursi kosong. Tapi entah, mungkin karena kualitas energi ku sedang baik, makanya aku mengajar dengan sangat baik.

Aku menjelaskan dengan berapi-api. Aku memang sudah siap untuk menghadapi mereka tadi. Lagipula mereka ini kelas terakhir yang kuajar dengan materi unsur-unsur puisi. Tiga kelas sebelumnya sudah berjalan baik, namun yang tadi adalah yang tersukses.

Materi yang kusampaikan bisa dibilang sudah di luar kepala. Aku mengajar pakai hati, seluruh energi kusalurkan untuk mereka. Aku sedang sangat sehat, lumayan fokus, dan termotivasi. Walaupun sebelumnya males-malesan sebelum berangkat kerja, tapi setelah berangkat, aku totalitas.

Puas rasanya kalau mengajar seperti ini. Aku merasa berhasil. Itulah kebanggaan yang sesungguhnya, inti dari sebentuk rasa percaya diri.

Tapi tadi aku norak sekali. Anak-anak kan ketularan antusias tuh ngeliat aku semangat di depan kelas. Aku sempat bacain puisi, dengan sebaik yang aku bisa. Ada rasa tertuntut dalam diri ini untuk bisa menjadi contoh yang baik yang layak mereka ambil kebaikannya. Tapi ya gitu, aku pakai tersipu-sipu waktu mereka tepuk tangan tulus setelah puisinya selesai kubaca.

Terus lagi noraknya, pas tengah-tengah aku menerangkan soal majas, tetiba ada celetukan lirih, suara dari salah satu sisi. Mereka tata meja kursinya jadi bentuk U lapis 2. Katanya, "Semangat banget..."

Pada saat itu aku langsung GeEr. Dan lalu senyum senyum sendiri sampai beberapa detik. Mungkin anak-anak pada mbatin, ''Atuh bu Ridla ini kenapa ya, GaJe amat!?"

Hahahaha, norak abis lahh. Tapi plong. Lumayan, semoga KBM kali ini tadi cukup berguna untuk beberapa anak yang biasa bermasalah. Semoga mereka jadi tambah rajin ikut pelajaran Bahasa Indonesia kedepannya.

Sabtu, 14 April 2018

Z*h*a F*d*i*a* H*s*a

Ada anak sholihah, sebut saja si Sholihah. Kalem, penurut, hormat sama guru, rajin, tanggap, kerjaannya habis sholat dan sebelum sholat tu tilawah. Tempat favoritnya untuk tilawah adalah di sebelah tangga sayap kiri masjid, dekat asrama Maiya. Di situ anginnya semilir, penerangan cukup, dan nyaman sekali memang. Kemarin aku iseng download analisis nilai, si Sholihah ranking 1 paralel dari 200an anak. Semoga ilmu dan kecerdasanmu berkah, Nak. 

Tadi, 15 menit sebelum adzan asar, aku mau wudhu lebih awal ceritanya. Di perjalanan, aku melihat si Sholihah sudah ada di depanku, sudah pakai mukena, sedang menuju area MCK. Dia di depan, maka jelas dia berbelok duluan. Aku tak lagi melihatnya. Tapi dalam hati aku tersenyum, anak ini ya, betul-betul... Di saat teman-temannya masih asyik dengan aktivitas masing-masing, dia sudah duluan bersiap ke masjid. Kalau laki-laki, pastinya dia layak jadi muadzin.

Nah, tiba saatnya aku berbelok di tangga menurun ke arah area MCK itu. Kaget! Kupergoki dia sedang main perosotan di pinggiran tangga itu. Kami spontan tertawa.

"Kamu ngapain Ndhuk? "

" Hehehe, lagi pengen bu, hehehe... "

Dan aku lantas tersadar seketika, biar bagaimanapun juga, dia masih anak jiwanya. Keriangan sederhana seperti itu pantas dia nikmati. Hmm...