Aku mencari yang tidak perlu berubah. Cukup apa adanya dia saat kami dipertemukan Nya. Sekaligus mencari dia yang begitu juga memandang ku. Cukup baginya, apa adanya aku, saat itu.
Dengan demikian, kami akan cukup puas satu sama lain. Tidak perlu menuntut pasangan nya berubah.
Sepanjang aku belum menemukannya, aku cukup bahagia dengan diriku yang sekarang. Aku cukup menyibukkan diri dengan Segala sesuatu yang kusukai. Dan aku memang masih sibuk menjadi diri terbaik versi ku sendiri.
Siapapun kamu nanti. Semoga saat itu akan datang; saat terbaik, dimana kita sudah sama-sama jadi versi terbaik diri kita. Pada saatnya, pasti Allah akan pertemukan kita.
Aku masih optimis. Kalau tidak dipertemukan di dunia, akan dipertemukan di surga. Tinggal aku usahakan saja supaya aku cukup layak dirahmati Allah masuk surga, dan ngga usah lama-lama dicuci di neraka. Supaya bisa cepat ketemu sama Dia.
Ya, boleh saja kalau orang bilang aku pilih-pilih. Tapi pengalaman telah membuktikan, lebih baik terlambat tapi dengan orang yang tepat, daripada disegerakan tapi dengan orang yang tidak tepat. Neraka dunia taruhannya.
Aku punya kondisi ku sekarang, punya serangkaian masa lalu, dan aku percaya aku punya masa depan. Aku tidak mau berubah hanya demi seseorang. Cukup bagiku berusaha jadi versi terbaik diriku, dan insyaallah pasti akan ada yang menghargai itu: apa adanya diriku.
Tidak hanya sekali, aku ditolak. Dan tidak cuma sekali pula aku menolak. Fair kan? Padahal yang penting adalah gimana caranya supaya setuju, bukannya saling menolak/ditolak. Masalahnya, susah menjelaskan semua standar ini. Mau dijadikan buku, subyektif sekali juga nanti jadinya. Dan aku malah takut jadi salah, karena memaksakan standar yang kuanggap benar itu, dipakai juga oleh orang lain.