Who Amung Us

Rabu, 14 April 2021

Ngonten Lagi

 Ini Qiro'ah yang paling kusukai. Kalau tidak salah, ini makro'yang pertama ku pelajari. Mudah dipelajari, mudah dilantunkan, mudah dihafalkan; enak banget buat didengarkan, diresapi, dan dinikmati. Apalagi kalau dibacakan juga artinya. 


Dulu waktu masih awal-awal jadi santri TPA Al-Wustho, ada informasi mau diselenggarakan lomba Qiro'ah. Lalu, Mas Joko selaku guru sekaligus inisiator TPA, menunjuk anak-anak yang saat itu kelas 5 SD dan sudah bisa baca Qur'an, untuk ditraining kilat Qiro'ah oleh Bu Yatini (akhirnya aku tahu nama lengkap beliau, Guys 😃). 


Setiap habis pulang sekolah, kami cepat-cepat ke rumah, ganti baju, makan, lalu langsung berangkat lagi ke rumah beliau yang tidak jauh dari sekolah. Kami duduk melingkar di kursi tamu di ruang depan rumah Bu Tin yang luas. Lalu Bu Tin pun mengajari kami. Diberi contoh, kami mengikuti. Dibersamai baca bareng. Lalu diberi contoh lagi, diikuti lagi. Baca satu-satu bergantian setiap anak. Diberi contoh lagi. Terus begitu berulang-ulang sampai sebagian besar dari kami lancar dan hafal.


Qadarullah, saat akhirnya kami siap, ketika mau didaftarkan, ternyata pendaftaran lomba nya sudah tutup 🙁

TPA kami yang belum lama berdiri itu batal ikut lomba Qiro'ah. Tapi training Qiro'ah nya masih dilanjutkan malahan. Belajar makro'-makro' yang lain. 😄


Aku sebagai salah satu bakal calon yang batal diikutsertakan lomba itu, hingga kini belum juga mendapatkan kesempatan untuk memanfaatkan kebisaan Qiro'ah ku ini. 


Oh pernah ding, satu kali, dulu waktu kuliah di UNS, ikut Musabaqoh Tilawatil Qur'an tingkat kampus dalam rangka menyeleksi siapa wakil kampus yang berhak diikutsertakan lomba MTQ tingkat provinsi. Waktu itu aku juara 3. Alhamdulillah, nyaris. Ya emang kemampuan nya juga pas-pasan sih. Kalah jauh aku dibandingkan dengan juara 1 dan 2 nya. Dan hanya juara 1 dan 2 itulah yang dikirim ke provinsi. 


Terkait kenangan ini, aku jadi ingat Pak Samidi, karyawan Fisip satu-satunya yang ngeh saat namaku disebut di upacara. Aku yang sebelumnya tidak tahu apa-apa, dapat ucapan selamat pertama dari Pak Samidi.


Alhamdulillah ala kulli hal.


Daripada berhenti di aku saja kemampuan ini, lebih baik dibuat konten begini saja biar gampang dipelajari orang lain. Maaf ya sumber belajar nya pas-pasan banget kalau tujuannya buat lomba. Tapi kalau buat acara di kampung aja, insyaallah ini manfaat.


Maafkan atas nada yang tidak sampai, nafas yang tidak kuat, cengkok yang sedikit kepleset, atmosfer bergaung, dan visual yang agak blur. Semoga yang menyimak dan mempelajari akan diberi Allah pahala yang banyak. Aamiin.


Klik 👇

https://youtu.be/FVmEZ1wz8A8

Senin, 05 April 2021

Pertumbuhan Sosial: Kajian Napak tilas pemikiran ustadz Hilmi Aminuddin oleh Ustadz Cahyadi Takariawan

 Ada 5 Penjaga Pertumbuhan Sosial

1. Khatib/mubaligh/motivator yang hidup di tengah masyarakat. Yang menjadi pengisi majelis-majelis ilmu di kampung kampung kita. Yang menggerakkan masyarakat untuk melakukan kebaikan.


2. Ulama "Faqih Sya'bi," yang paham literatur literatur syariah dan paham apa yang terjadi di tengah masyarakat. Ulama yang hidup di tengah masyarakat. Tempat ummat bertanya dan meminta fatwa.


3. Aktivis Sosial yang selalu siap terjun bergerak membantu masyarakat. Menghubungkan kebutuhan kebutuhan masyarakat dengan siapa yang bertanggung jawab dan punya sumber daya untuk mengatasi persoalan. Mereka yang menghidupkan masjid. Mereka yang bersegera menolong tetangganya yang kena musibah.


4. Pelaku usaha, yang dengan usahanya, roda perekonomian berputar dan umat bisa hidup berdikari. Sumber pendanaan aktivitas dakwah.


5. Pelaku media yang paham dan menjalankan dakwah, yang memenuhi ruang ruang literasi dengan muatan muatan kebaikan.


Thanks to mbak nipe atas fasilitas yang telah disediakan sehingga soreku berwarna ilmu.


Lalu di akhir senja ini, ku ingat kata-kata legendaris itu.


Aku bangga melihat kau dihina dalam mujahadah mu,

Daripada kau dipuji dalam kelalaian.